Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Dongeng Kisah Abu Nawas yang Berpura-pura Gila 

Berikut ini kisah Abu Nawas berpura-pura gila agar tidak diangkat menjadi hakim oleh Sultan Harun Al Rasyid.

Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
NAMBIA
Dongeng Abu Nawas yang Berpura-pura Gila  

TRIBUNJATENG.COM - Berikut ini kisah Abu Nawas berpura-pura gila agar tidak diangkat menjadi hakim oleh Sultan Harun Al Rasyid.

Abu Nawas adalah seorang pujangga Arab.

Ia bernama asli Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakimi.

Abu Nawas juga dikenal sebagai sosok yang bijaksana sekaligus jenaka.

Ia hidup di Baghdad pada masa kepemimpinan Sultan Harun Al Rasyid.

Lahir pada 756 Masehi di Ahvaz Persia dan meninggal pada 814 Masehi di Baghdad.

Ayah Abu Nawas bernama Syeikh Maulana, seorang hakim di Baghdad.

Suatu waktu, Syeikh Maulana meninggal dunia.

Mengetahui kabar duka itu, Sultan Harun Al Rasyid memerintahkan Abu Nawas menguburkan jenazah ayahnya sesuai adat keluarga Syeikh Maulana.

Melihat Abu Nawas, Sultan senang.

Sebab Abu Nawas seperti ayahnya saat sedang memandikan jenazah, mengafani, menyalati, dan mendoakan.

Namun, Sultan mendadak kaget.

Tiba-tiba Abu Nawas mengambil batang pohon pisang lalu menaikinya seperti menunggangi kuda.

Ada apa dengan Abu Nawas?

Berikut kisahnya dikutip Kisah 1001 Malam Abu Nawas Sang Penggeli Hati karya Rahimsyah.

Abu Nawas berlagak seperti orang gila usai jenazah ayahnya dikebumikan.

Ia mengambil batang pohon pisang, lalu berlari-lari dari pemakaman menuju rumahnya.

Ternyata, Abu Nawas hanya berpura-pura agar tidak diangkat oleh Sultan menjadi hakim menggantikan ayahnya.

Ia mengetahui tatkala Sultan menganggap karakter Abu Nawas mirip dengan Syeikh Maulana.

Melihat Abu Nawas, banyak orang di Baghdad menganggap dia telah menjadi gila.

Sultan pun mengirim utusan kepada Abu Nawas.

"Hai Abu Nawas, kau dipangil ke istana untuk menghadap Sultan!" kata utusan.

"Buat apa Sultan memanggilku? Aku tidak ada keperluan dengannya," jawab Abu Nawas enteng.

"Kau tidak boleh berkata seperti itu pada rajamu, Abu Nawas."

"Hai utusan, kau jangan banyak bicara. Cepat ambil kudaku ini dan mandikan supaya bersih dan segar," kata Abu Nawas sembari menyodorkan sebatang pohon pisang.

Melihat hal itu, utusan Sultan hanya bergeleng-geleng merasa heran.

Abu Nawas pun meminta agar utusan lekas pergi.

"Sudah pergi sana. Bilang saja seperti pesanku tadi kepada rajamu," katanya sembari melemparkan debu ke arah utusan.

Di hari yang lain, Sultan mengumpulkan para menteri.

"Apa pendapat kalian mengenai Abu Nawas yang hendak kuangkat sebagai hakim?"

"Melihat keadaan Abu Nawas yang semakin parah otaknya, sebaiknya Tuanku mengangkat orang lain saja," usul seorang menteri.

Menteri yang lain mengutarakan pendapat sama.

"Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila. Ia tidak layak untuk menjadi hakim."

"Baiklah, kita tunggu dulu samapi 20 hari. Ayahnya kan baru saja meninggal. Jika tidak sembuh-sembuh juga, bolehlah kita mencari orang lain," jawab bijak Sultan.

Setelah satu bulan berlalu, Abu Nawas masih berpura-pura gila.

Sultan pun, akhirnya mengangkat orang lain untuk dijadikan hakim.

Ternyata alasan Abu Nawas tidak mau menjadi hakim itu karena pesan ayahnya.

Sebelum ayahnya meninggal, ia mencium kedua daun telinga ayahnya.

Saat dicium, telinga bagian kanan berbau harum sedang yang kiri berbau busuk.

Syeikh Maulana bercerita, suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya.

"Satu orang pertama aku dengarkan keluhannya, sedang seorang yang lain karena tidak suka jadi tidak kudengarkan. Ini resiko menjadi hakim," kata Syeikh Maulana kepada Abu Nawas.

Pesan Syeikh Maulana, jika kau senang menjadi hakim maka kelak kau akan bernasib sama seperti aku.

Namun jika kau tidak menyukainya, buatlah alasan masuk akal agar Sultan tidak mengangkatmu sebagai hakim.

Fajar Bahruddin Achmad

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved