Berita Ekonomi Bisnis
Sakdun Pasrah, Semua Siasat Sudah Dilakukan, Hanya Bisa Menunggu Turunnya Harga Kedelai di Semarang
Sebelum pandemi Covid-19, harga kedelai impor yang merupakan bahan dasar pembuatan tempe tersebut stabil di harga Rp 8 ribu hingga Rp 9 ribu per kg.
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: deni setiawan
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sakdun (51), perajin tempe di Kota Semarang ini hanya bisa bertahan menunggu harga kedelai turun.
Sebab menurutnya, sudah tidak ada lagi yang bisa diperbuat setelah berbagai upaya dilakukan untuk menyiasati kenaikan harga.
"Untuk sekarang kami bertahan saja menunggu harga kedelai turun."
"Tapi entah turunnya kapan, tidak tahu."
Baca juga: UIN Walisongo Semarang Siapkan UKT Khusus Bagi Siswa Berprestasi
Baca juga: PDTS Unissula Semarang Selenggarakan Ujian Terbuka Doktor
Baca juga: Hendi Bawa UMKM Kota Semarang ‘Nampang’ di Uniqlo
Baca juga: BNI Hadirkan Cashless Ecosystem di Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang
"Saya minta harga kedelai diturunkan, distabilkan lagi."
"Kasihan perajin tempe karena banyak yang gulung tikar," kata perajin tempe di Kampung Tahu Tempe, Lamper Tengah, Semarang Selatan ini kepada Tribunjateng.com, Jumat (18/2/2022).
Menurut Sakdun, kenaikan harga kedelai beberapa waktu terakhir ini memang terjadi cukup drastis.
Sebelum pandemi Covid-19, kata dia, harga kedelai impor yang merupakan bahan dasar pembuatan tempe tersebut stabil di harga Rp 8 ribu hingga Rp 9 ribu per kilogram.
Bahkan dikatakan pernah pula antara Rp 6 ribu hingga Rp 7 ribu per kilogram.
Namun, kenaikan akhir-akhir ini semakin drastis hampir mencapai angka Rp 12 ribu per kilogram.
Menurutnya, hal ini berpengaruh bagi usahanya terutama pada penurunan produksi.
Sakdun mengatakan, saat harga kedelai masih stabil.
Dalam sehari sebenarnya dia mampu memproduksi hingga 1 kuintal tempe.
Namun dengan kenaikan harga ini, dia hanya mampu memproduksi sekira 70 kilogram tempe.
"Sekarang turunnya banyak," ungkap Sakdun.
Ia menuturkan, penurunan penghasilan sebab kenaikan harga kedelai impor ini juga semakin tidak terelakkan.
Dirincikannya, saat harga kedelai masih stabil ia bisa mendapat laba bersih sekira Rp 3.000 untuk setiap kilogram kedelai.
Namun dengan kenaikan harga kedelai yang lebih dari Rp 11 ribu per kilogram, disebutkan angka yang diperolehnya tak sampai Rp 3.000 untuk per kilogram kedelai.
"Dulu saya menghitung, setiap 1 kilogram kedelai mentah itu direbus jadi 1,5 kilogram kedelai bersih."
"Jadi kalau setengah kilogram tempe dijual Rp 5 ribu, menjadi 3 tempe."
"Kalau satunya Rp 5 ribu, mendapat uang Rp 15 ribu."
"Jadi kalau sekarang harga kedelai hampir Rp 12 ribu, hasil bersih tidak sampai Rp 3 ribu."
"Rp 3 ribu itu sekarang kotor, jadi penghasilan menipis," ujarnya kepada Tribunjateng.com, Jumat (18/2/2022).
Di sisi lain ia memaparkan, perajin tempe tidak bisa serta merta menaikkan harga.
Sebab selain berpotensi diprotes pembeli, dengan harga yang tak sesuai pasar juga dikhawatirkan akan banyak mengurangi konsumen.
Menurutnya, yang bisa ia dan para perajin tempe lain lakukan yakni dengan cara memperkecil ukuran tempe.
Namun, ukuran tempe yang diperkecil juga tak jarang menimbulkan protes bagi konsumen.

"Harga tetap tapi isinya dikurangi."
"Kalau tidak dikurangi, tidak dapat sisa."
"Jadi diperkecil tempenya."
"Sebenarnya diprotes konsumen tapi bisa tidak bisa harus begitu."
"Bahkan kami jual sudah beberapa hari ini hasilnya mepet tidak seperti biasanya," keluhnya.
Sementara itu terkait aksi mogok produksi di Pulau Jawa yang akan dilakukan selama tiga hari, 21-23 Februari 2022, ia belum mendapat pemberitahuan sampai sekarang.
Menurutnya, hal itu juga menimbulkan kebimbangan bagi dirinya sebab apabila berhenti berproduksi ia tidak tahu dari mana akan mendapat penghasilan.
"Dulu waktu di sini masih ada Kopti, enak."
"Nempurnya (beli) di situ, bisa menyambung, penghasilan dibagi jadi bisa menikmati bersama."
"Sekarang sendiri-sendiri."
"Saya inginnya disediakan koperasi lagi seperti dulu," imbuhnya.
Dampak kenaikan harga kedelai juga dirasakan perajin tempe lainnya, Suryanti.
Menurutnya, ia terpaksa memperkecil ukuran tempe untuk menyiasati kenaikan harga yang terjadi.
"Tidak bisa ganti harga, jadi yang dilakukan adalah timbangannya dikurangi," kata Suryanti. (*)
Baca juga: Tim Bulu Tangkis Putra Indonesia Kalahkan India dan Lolos Semifinal Kejuaraan Beregu Asia 2022
Baca juga: 48 Calon Haji Batang Meninggal, Jatahnya Dilimpahkan ke Ahli Waris: Bisa suami, istri atau anaknya
Baca juga: Indra Kenz Janji Ikuti Proses Hukum untuk Menyelesaikan Kasus Binary Options Ilegal
Baca juga: 2 Pemalsu Minyak Goreng Palsu Isi Air di Kudus Ditangkap, Ini Penjelasan Kombes Pol M Iqbal