Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Konflik Rusia dan Ukraina

Jubir Militer Rusia Igor Konashenkov : "Kami Tahu Semua Lokasi Tentara Bayaran Asing di Ukraina

Rusia telah mengklaim berhasil menembak tentara Asing yang bertempur melawan Rusia. Rusia berjanji tidak akan memberikan ampun bagi mereka yang datang

SERGEY BOBOK / AFP
Petugas pemadam kebakaran bekerja untuk memadamkan api di kompleks bangunan yang menampung layanan keamanan Kharkiv dan polisi regional yang terkena serangan bom oleh Rusia, di Kharkiv, Ukraina, Rabu (2/3/2022). 

TRIBUNJATENG.COM, KIEV -- Rusia telah mengklaim berhasil menembak tentara Asing yang bertempur melawan Rusia. Rusia berjanji tidak akan memberikan ampun bagi mereka yang datang mengantar nyawa.

 Kementerian Pertahanan Rusia bersumpah akan melanjutkan serangannya dengan menghancurkan pangkalan militer Yavorov tanpa ampun.

Rusia mengklaim mengetahui lokasi di mana saja tentara bayaran kiriman Barat yang tersebar di Ukraina.

"Kami tahu semua lokasi tentara bayaran asing di Ukraina," kata juru bicara militer Rusia Mayor Jenderal Igor Konashenkov sebagaimana diwartakan Rt.com, Senin (14/3/2022).

"Tidak ada belas kasihan bagi tentara bayaran, di mana pun mereka berada di Ukraina."

Konashenkov mengatakan bahwa Barat mendorong warganya untuk berperang melawan Rusia sebagai tentara bayaran di Ukraina.

“Serangan yang ditargetkan akan terus berlanjut,” kata Konashenkov.

Maksud dari ucapannya tersebut mengacu pada serangan rudal jelajah di pangkalan militer di Yavorov dan Starichi dekat Ukraina barat.

Menurut Moskow, salvo rudal telah berhasil menghancurkan "Legiun Internasional Ukraina" dan membunuh "hingga 180 tentara asing."

Para pejabat Kiev mengatakan bahwa 35 orang tewas dan 130 terluka dalam serangan di pangkalan militer dekat Yavorov.

Pangkalan militer tersebut diketahui telah digunakan selama bertahun tahun oleh NATO untuk melatih pasukan Ukraina.

Sementara pihak berwenang Ukraina bersikeras bahwa tidak ada pejuang asing yang tewas dalam serangan itu, beberapa media Inggris 'keceplosan' melaporkan ada tiga mantan pasukan khusus Inggris tewas di Yavorov.

Lebih jauh, laporan itu juga mengungkap bahwa sebenarnya ada lebih banyak lagi yang tewas daripada yang diklaim selama ini.

Meski begitu, hal ini belum dikonfirmasi secara resmi oleh London.

Sementara itu, Washington bersikeras tidak ada “pasukan AS, kontraktor, atau pekerja pemerintah sipil” yang hadir di Yavorov.

Moskow mengirim pasukan ke Ukraina bulan lalu untuk menerapkan ketentuan perjanjian Minsk dan berdamai dengan wilayah Donetsk serta Lugansk yang memisahkan diri.

Rusia telah mengakui dua republik Donbass sebagai negara merdeka hanya beberapa hari sebelumnya. Kiev menuduh Moskow melakukan serangan yang tidak beralasan. 

Terancam Konsekuensi Hukum

Pasukan Asing yang membantu Ukraina justru menghadapi konsekuensi hukum dari negara asal mereka.

Sejauh ini, warga Kanada, Georgia, India, Jepang, Inggris hingga Amerika Serikat (AS) ada di antara para sukarelawan yang telah mendaftarkan diri untuk ikut berperang bersama Ukraina.

Lantas, apakah hukum di negara asal mereka memperbolehkan mereka menjadi tentara asing untuk membantu Ukraina?

1. Warga AS

Menurut situs web Kementerian Luar Negeri AS, warga negara AS tidak dilarang bertugas di militer negara lain.

Melayani sebagai perwira atau berperang melawan negara yang menjalin hubungan damai dengan AS dapat menjadi alasan untuk melepaskan kewarganegaraan secara sukarela.

Namun, preseden Mahkamah Agung AS mengatakan dinas di militer asing saja tidak dapat digunakan untuk mencabut kewarganegaraan Amerika.

Undang-undang AS tahun 1794 tentang Netralitas, melarang warga negara berperang melawan pemerintah asing yang berdamai dengan Washington dan membawa hukuman penjara hingga tiga tahun.

Undang-undang tersebut, yang secara teknis dapat berlaku untuk aksi militer sukarela melawan Rusia, digunakan untuk menuntut orang Amerika yang terlibat dalam percobaan kudeta di Gambia pada tahun 2014.

Namun sebaliknya, undang-undang tersebut jarang ditegakkan dalam sejarah modern, menurut David Malet, seorang profesor di American University di Washington, DC.

"Tidak adanya hubungan dengan terorisme domestik, sulit bagi saya untuk membayangkan orang Amerika diadili karena pergi ke Ukraina," kata Malet, dikutip dari Reuters.

2. Warga Inggris

Warga Inggris yang bepergian ke Ukraina untuk berperang dapat dikenakan tuntutan hukum setelah kembali ke Inggris, menurut penasihat perjalanan Kantor Luar Negeri Inggris yang terakhir diperbarui Rabu (9/3/2022).

Undang-Undang Pendaftaran Asing Inggris, terakhir diperbarui pada tahun 1870, telah melarang warga negara bergabung dengan militer asing yang memerangi negara-negara yang berdamai dengan Inggris.

Tetapi, undang-undang itu belum diterapkan pada konflik modern.

Menteri Luar Negeri Inggris awalnya menyuarakan dukungan bagi sukarelawan warga untuk berperang di Ukraina, tetapi kemudian memperingatkan agar tidak bepergian ke sana.

3. Warga Australia

Perdana Menteri Australia Scott Morrison telah mendesak warga negaranya untuk tidak bergabung dalam pertempuran militer di Ukraina.

Dia mengatakan kepada wartawan bulan lalu bahwa ada "ketidakpastian" tentang posisi hukum kombatan sipil asing.

4. Warga India

Kementerian Dalam Negeri India tidak menanggapi permintaan komentar tentang legalitas warga negara India yang bergabung dengan pasukan Ukraina.

Dalam kasus yang melibatkan orang India yang bepergian ke Irak pada tahun 2015, Kementerian Dalam Negeri India mengatakan kepada Pengadilan Tinggi Delhi bahwa mengizinkan orang India untuk berpartisipasi dalam konflik negara lain "akan mengarah pada tuduhan bahwa pemerintah India mempromosikan terorisme di negara lain".

5. Warga Jerman, Denmark, Kanada, dan Latvia

Jerman telah mengatakan tidak akan menuntut sukarelawan yang bergabung dalam pertempuran.

Sementara, para pemimpin Denmark dan Latvia mengatakan mereka akan mengizinkan warganya untuk menjadi sukarelawan.

Menteri Pertahanan Kanada Anita Anand mengatakan keterlibatan warganya dalam perang di negara lain adalah "keputusan individu". (Intisari Online)

6. Warga Indonesia

Dikutip dari Antara, dalam UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indoensia, Pasal 23 D menyebutkan bahwa WNI bisa kehilangan kewarganegaraan jika masuk ke dalam dinas tentara asing tanpa izin Presiden.

Sumber: Intisari
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved