OPINI
OPINI : Makna Positif Tradisi Nyadran
SEJAK 4 Maret 2022 lalu, dalam hitungan bulan Jawa, sudah masuk tanggal 1 bulan Ruwah atau Sya’ban 1443 Hijriyah.
Nikmat yang luar biasa itu benar-benar ada dan dapat dijadikan spirit mengarungi kehidupan, menghadapi kembali berbagai kesibukan.
Sangat disayangkan kalau kenikmatan demikian ada tidak ingin meraihnya. Masih ada yang tidak mau ikut atau tidak serius ikut nyadran meski telah diberi cuti nyadran. Soal kesibukan tetap dijadikan alasan. Padahal nyadran tidak setiap hari atau setiap bulan.
Kalau begitu, siapa yang harus melaksanakan dan meneruskan tradisi nyadran? Pertanyaan itulah yang mesti dijawab bersama. Saat semua sibuk dengan urusan masing-masing dan saat banyak yang tidak tinggal di daerah asal dan ada yang tidak peduli dengan budaya nyadran, kekhawatiran pastilah muncul terhadap kelangsungan tradisi nyadran.
Nyadran harus tetap menjadi tradisi dan tidak boleh terhenti. Adanya tradisi nyadran yang sudah dijalankan para leluhur kita dengan demikian sangat positif maknanya. Akan rugi bila tidak ikut serta nyadran. Makin rugi bila sebagai generasi penerus, sampai tidak mampu meneruskannya di masa-masa yang akan datang.
Sebagai tradisi yang baik, tentu nyadran harus didokumentasikan dan dipublikasikan di banyak kesempatan agar dapat menjadi alat penyadar semua orang. Siapa tahu, pempublikasian akan menjadi penjawab rindu dan keinginan yang pernah ikut atau diajak untuk ikut dalam tadisi nyadran. (*)
Baca juga: Anggota DPR Sebut Kemendag seperti Macan Ompong Tak Bisa Atasi Masalah Minyak Goreng
Baca juga: 7 Nama Calon Rektor UGM 2022-2027 Diumumkan Panitia Kerja, Siapa Saja?
Baca juga: Mengontrol Gula Darah hingga Turunkan Kolesterol Jahat, Berikut 4 Manfaat Utama Jahe
Baca juga: Hari Ini MotoGP Mandalika Dimulai, Aleix Espargaro Cemas Suhu Tinggi: Ini Benar-Benar Gila