81 Perusahaan Industri Minyak Goreng Wajib Dukung Program Subsidi
Permenperin ini mengatur proses bisnis program MGS curah subsidi mulai dari registrasi, produksi, distribusi, hingga pengawasan.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Pemerintah merombak total kebijakan terkait dengan Minyak Goreng Sawit (MGS) curah, dari semula berbasis perdagangan menjadi kebijakan berbasis industri.
Upaya ini sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan akan minyak goreng dalam negeri yang wajib dipenuhi oleh industri, karena kebijakan MGS curah berbasis perdagangan terbukti tidak efektif menjaga pasokan dan harga bagi masyarakat dan UMKM.
Dengan kebijakan berbasis industri, pemerintah bisa mengatur bahan baku, produksi dan distribusi minyak goreng curah dengan lebih baik, sehingga pasokannya selalu tersedia dengan harga yang sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).
Kebijakan berbasis industri ini juga diperkuat dengan penggunaan teknologi digital Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) dalam pengelolaan dan pengawasannya.
Kebijakan minyak goreng curah Berbasis Industri ini ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Permenperin ini mengatur proses bisnis program MGS curah subsidi mulai dari registrasi, produksi, distribusi, pembayaran klaim subsidi, larangan dan pengawasan.
Pada tahap registrasi, Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, sebanyak 81 perusahaan industri minyak goreng sawit diwajibkan mendaftar dalam keikutsertaan program melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) Kemenperin.
“Kami wajibkan semua industri MGS mendaftar melalui SIINas dan bagi perusahaan industri yang tidak mendaftar akan dikenakan sanksi,” ucapnya, dalam siaran pers, Selasa (22/3).
Selain itu, industri diwajibkan menyampaikan data dan dokumen tentang sumber dan volume bahan baku, daftar distributor (D1 dan D2) sampai pada tingkat kabupaten/kota.
Selanjutnya, Kemenperin akan menetapkan alokasi produksi dan distribusi wilayah masing-masing produsen MGS curah.
Industri yang telah memproduksi dan mendistribusikan produknya dapat mengajukan klaim pada BPDPKS. Pengajuan klaim ini dilakukan melalui SIINas untuk diverifikasi oleh Kemenperin.
Setelahnya, BPDPKS menransfer dana subsidi pada rekening produsen sesuai dengan bukti klaim yang telah diverifikasi itu.
“Kami mengupayakan agar pembayaran klaim subsidi dari BPDPKS ke industri sesingkat mungkin dengan secara digital dan sangat memperhatikan good governance,“ terang Menperin.
Guna mencegah rembesan atau kebocoran dalam program ini, ditetapkan aturan larangan bagi pelaku usaha, seperti produsen MGS dan distributor untuk melakukan repacking, penjualan ke industri, dan ekspor ke luar negeri.
Selain itu, pengawasan atas program ini dilakukan secara online, sejak dari produksi, distribusi, dan penjualan di tingkat pengecer.
“Kami akan menggunakan aplikasi digital SIMIRAH yang dapat melacak aliran MGS curah sejak dari bahan baku sampai ke tangan pengecer,” terang Agus.
Untuk menjamin pelaksanaan program ini, pengawasan melibatkan perwakilan Kemenko Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Satgas Pangan Polri, pemerintah daerah, dan BPDPKS.
Hingga Rabu (22/3), sebanyak 47 perusahaan industri dan distributornya sudah mendaftar melalui SIINas. Dari 47 perusahaan tersebut, 30 di antaranya sudah selesai verifikasi, dan telah mendapatkan nomor registrasi, sedangkan 17 lainnya dalam proses.
“Kami optimistis, program MGS curah subsidi ini mampu memasok kebutuhan pasar lebih besar, dan dengan harga sesuai HET pemerintah,” tandas Menperin. (Tribunnews/Lita Febriani)