Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

2 Pria di Semarang Bunuh 2 Bocil, Satu Diperkosa, Satu Dibiarkan Kelaparan, Psikolog: Mereka Sakit

Di Kota Semarang, sepekan ini mencuat dua kasus kekerasan terhadap anak yang berujung kematian

Penulis: iwan Arifianto | Editor: muslimah
Rahdyan Trijoko Pamungkas
Ayah tega perkosa putrinya berumur 8 tahun hingga kejang sebelum tewas 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Di Kota Semarang, sepekan ini mencuat dua kasus kekerasan terhadap anak yang berujung kematian.

Kasus pertama menimpa anak usia 5 tahun di bunuh oleh pacar ibunya lalu mayatnya dibuang di bawah jembatan jembatan Tol Semarang – Ungaran KM 425, Pudak Payung, Banyumanik,
semarang.

Sebelumnya, korban juga sempat dibiarkan kelaparan.

Kedua, bocah 8 tahun berinisial NPK yang tewas diperkosa ayah kandungnya saat sedang sakit demam.

Dua kasus tragis itu memantik perhatian masyarakat, banyak yang bertanya bagaimana psikologi para pelaku hingga tega berbuat sebejat itu.

Dony Christiawan Eko Wahyudi (31) pelaku pembunuhan Bidan Sweetha dan anak di Kota Semarang, Jumat (18/3/2022).
Dony Christiawan Eko Wahyudi (31) pelaku pembunuhan Bidan Sweetha dan anak di Kota Semarang, Jumat (18/3/2022). (Tribun Jateng/ Iwan Arifianto)

"Dua pelaku itu memiliki pribadi menyimpang, pribadi yang sakit," tegas Psikolog Semarang Probowatie Tjondronegoro kepada Tribunjateng.com, Selasa (22/3/2022).

Psikolog yang biasa disapa Probo itu menegaskan, jangan sampai alasan psikologi pelaku jadi memperingan hukum.

Artinya, apapun alasan pelaku baik khilaf atau apapun alasannya, hukum harus ditegakkan.

"Jangan sampai hukum lemah terhadap para pelaku kekerasan  terutama terhadap anak," paparnya.

Para korban kekerasan  anak akan mengalami trauma panjang.

Probo menyebut, telah menerima banyak kasus korban kekerasan baik fisik maupun seksual yang konsultasi kepadanya.

Ia tak menyebut secara rinci berapa pasiennya hanya saja dampak para korban sangat luar biasa.

Dosen Psikologi di Universitas Semarang (USM) ini mencontohkan, belum lama ini menerima pasien yang berkonsultasi tentang trauma masa kecilnya.

Pasien itu diperkosa kakeknya pada waktu SMP.

Namun kala itu ia tak sadar bahwa apa yang dilakukan kakeknya adalah pemerkosaan.

Waktu itu, korban tak berani bercerita. 

Korban juga mempertanyakan peran orangtua. 

"Korban saat ini berusia 40 tahun, ia trauma sekali," jelasnya.

Kini trauma yang dialami korban di antaranya akan mengalami emosi yang tak stabil meskipun hanya disentuh.

"Secara alam bawah sadar, korban marah, kenapa saat kecil tak ada orang yang melindunginya termasuk orangtuanya," paparnya.

Probo menambahkan, peran orangtua sangat diperlukan dalam pencegahan kekerasan terhadap anak. 

Orangtua harus waspada sekaligus memberikan edukasi terhadap anak. 

"Ibu juga harus memberikan edukasi seksual kepada anaknya, diberikan pengetahuan kesehatan reproduksi yang baik, tapi jangan menakuti," tuturnya. 

Sementara itu, berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, dari bulan Januari hingga Maret 2022 ini korban kekerasan berdasarkan kelompok usia didominasi oleh usia anak-anak. 

Dari total 42 kasus, ada 12 kasus kekerasan menimpa kelompok usia 6–12 tahun dan 15 kasus kekerasan menimpa kelompok usia 13–18 tahun.   

Berdasarkan pendidikan, dari total 42 kasus kekerasan, korban kekerasan mayoritas duduk di bangku SD dan SMP. Sebanyak 14 korban adalah siswa SD dan 9 korban adalah siswa SMP. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved