Ramadhan 2022
Bacaan Doa Saat Melihat Hilal Sambut Ramadhan 2022
Bacaan doa ketika melihat hilal atau mengetahui tanda awal Ramadhan. berikut Bacaan doa ketika melihat hilal atau mengetahui tanda awal Ramadhan
Penulis: Ardianti WS | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM- Bacaan doa ketika melihat hilal atau mengetahui tanda awal Ramadhan:
يستحب أن يدعو عند رؤية الهلال بما رواه طلحة بن عبيد الله رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا رأى الهلال قال اللهم أهله علينا باليمن والإيمان والسلامة والإسلام ربي وربك الله
Allâhumma ahillahu ‘alainâ bil yumni wal îmani was salâmati wal islâm. Rabbî wa rabbukallâh
Artinya: “Ya Allah jadikanlah hilal (bulan) ini bagi kami dengan membawa keberkahan, keimanan, keselamatan, dan keislaman. Tuhanku dan Tuhanmu (wahai bulan) adalah Allah.” Doa ini dianjurkan untuk dibaca ketika melihat hilal sebagaimana dikisahkan Thalhah Ibn ‘Ubaidillah bahwa Nabi SAW saat melihat hilal membaca doa di atas.
Perbedaan Rukyat dan Hilal
Hilal (Rukyat) dan hisab adalah dua metode yang digunakan untuk menetukan awal Ramadhan di Indonesia.
Metode hilal dan hisab adalah metode yang menjadi rujukan bagi masing-masing yang meyakininya.
Bulan Ramadhan memang menjadi bulan yang ditunggu oleh seluruh umat Islam, tak terkecuali di Indonesia.
Masyarakat biasanya menunggu pengumuman resmi awal Ramadhan dari sidang isbat yang digelar oleh pemerintah.
Pada sidang isbat tersebut, pemerintah akan mengeluarkan jadwal resmi yang bisa menjadi acuan warga.
Ada dua metode penentuan awal Ramadhan, yaitu metode rukyat (melihat hilal) dan hisab.
Dua metode tersebut dipakai masing-masing digunakan ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Nahdlatul Ulama menggunakan metode rukyat dan Muhammadiyah hisab.
Pemerintah yang diprakarsai oleh Kementrian Agama menggabungkan keduanya.
Pertama menggunakan hisab, lalu melihat hilal, sebagai penentunya diputuskan dengan sidang isbat.
Apakah Anda tahu pengertian hisab dan rukyat?
Hisab
Hisab adalah perhitungan secara astronomi.
Dalam ilmu falak, hisab sering digunakan untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi.
Posisi matahari dalam Islam menjadi penentu perhitungan waktu sholat.
Sedangkan posisi bulan digunakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda periode bulan baru dalam kalender Hijriyah.
Metode hisab dipergunakan untuk menentukan awal Ramadhan atau awal bulan dalam kalender Hijriyah tanpa harus melihat hilal.
Di antara yang menggunakan metode hisab adalah ormas Islam Muhammadiyah.
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam keterangan pers, mengumumkan awal Ramadhan 1440 H pada Senin Legi, 6 Mei 2019.
Melalui perhitungan, Ijtimak jelang Ramadan 1440 H terjadi pada hari Ahad Kliwon, 5 Mei 2019 M pukul 05:48:25 WIB.
Kemudian, tinggi bulan pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta (f= -07°48¢ (LS) dan l= 110°21¢BT)= +05°48¢20⊃2; (hilal sudah wujud).
Disimpulkan, awal puasa pada 1 Ramadan 1440 H jatuh pada hari Senin Legi, 6 Mei 2019 Masehi.
Rukyat (melihat hilal)
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal.
Secara arti hilal adalah bulan sabit muda setekah terjadi ijtimak (konjungsi geosentris).
Apabila hilal sudah terlihat, itu tandanya hari berikut sudah memasuki bulan baru.
Penampakan hilal bisa dilakukan dengan mata telanjang atau menggunakan alat bantu seperti teleskop.
Mengamati hilal bisanya dilakukan menjelang terbenamnya matahari pertama kali setelah ijtimak.
Apabila terlihat, waktu maghrib setempat sudah dihitung tanggal 1 bulan baru.
Metode hilal di Indonesia digunakan oleh Ormas Islam Nahdlatul Ulama.
Dua metode di atas merupakan metode kuat yang memiliki dasar Hadits Rasulullah.
Berikut haditsnya.
Inilah pendapat mayoritas ulama berdasarkan hadits,
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ وَانْسُكُوا لَهَا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ فَصُومُوا وَأَفْطِرُوا
Artinya: “Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika (hilal) itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian.”
Demikian dua metode yang digunakan untuk menentukan awal Ramadhan di Indonesia.