Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Opini

OPINI Aloys Budi Purnomo Pr : Kesalehan Sosial yang Ekologis

BANGSA Indonesia disucikan oleh ritual puasa dua agama yang beriringan. Yang pertama masih sedang berlangsung, yakni ritual puasa yang diselenggarakan

Bram Kusuma
Aloys Budi Purnomo 

oleh Aloys Budi Purnomo Pr
Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata Semarang


BANGSA Indonesia disucikan oleh ritual puasa dua agama yang beriringan. Yang pertama masih sedang berlangsung, yakni ritual puasa yang diselenggarakan umat Kristiani, khususnya dari agama Katolik.

Puasa umat beragama Katolik sudah, masih, dan sedang berlangsung sejak tanggal 2 Maret 2022 yang lalu hingga tanggal 15 April 2022. Yang kedua, segera dimulai Puasa Ramadan bagi umat muslim. Puasa ini berlangsung selama bulan Ramadan.

Dalam tradisi semua agama dan kebudayaan, puasa bukanlah sekadar aktivitas manusiawi, melainkan menjadi ritual atau ibadah. Itulah sebabnya, aktivitas rohani tersebut dinamakan ibadah puasa.

Dalam perspektif semua agama dan kebudayaan, ibadah puasa menjadi ungkapan iman, apa pun agama dan kepercayaannya, sebab puasa dihubungkan dengan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketakwaan tersebut dihayati sebagai ungkapan iman dan dihayati dalam perwujudan iman.

Kesalehan sosial

Perwujudan iman tampak dalam kesalehan sosial. Kesalehan sosial diekspresikan dalam berbagai tindakan kemurahan hati, melalui sedekah dan bela rasa kepada mereka yang membutuhkan perhatian kita.

Dalam tradisi agama Katolik Indonesia, amal ibadah puasa Katolik diwujudkan dalam praksis aksi puasa pembangunan (APP). Di Keuskupan Agung Semarang, APP menjadi gerakan yang sudah dimulai sejak tahun 1968. APP ditandai dengan akumulasi finansial yang diperoleh dari cara umat bermatiraga, berpantang, dan berpuasa.

APP menjadi buah dari matiraga, pantang, dan puasa. APP diwujudkan dalam keluarga-keluarga, yang selama menjalani ritual puasa “menyisihkan” dana lalu dimasukkan ke dalam kotak APP, untuk kemudian diserahkan melalui lingkungan, paroki, kevikepan (kumpulan beberapa paroki), dan puncaknya dikelola secara bersama di tingkat Keuskupan, bahkan di tingkat nasional sebagaimana dikelola Panitia APP Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).

Selama ini, akumulasi dana tersebut cukup signifikan dipergunakan sebagai dana karitatif dan pemberdayaan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel (KLMTD).

Laporan atas akumulasi dana tersebut dilakukan secara kredibel, transparan, dan akuntabel, sehingga jauh dari bahaya-bahaya koruptif oleh para pengelola yang bertanggung jawab atasnya. Panitia APP selama ini dilakukan bersama Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) yang secara rutin memberikan laporan atas seluruh pemasukan, pengeluaran, dan pemanfaatan dana tersebut.

Sebagai ilustrasi umum, pengelolaan dana APP dilakukan dengan cara 25 % untuk paroki atau masing-masing sekolah yang menyelenggarakan APP.

Selanjutnya, 75 % dikirim kepada Panitia APP Keuskupan untuk disalurkan dengan pembagian 25 % untuk kevikepan masing-masing, 20 % untuk Pantia APP Keuskupan, dan 30 % disetorkan ke APP Nasional untuk dana solidaritas antar Keuskupan (DSAK) dan KARINA (Karitas Indonesia) KWI, yakni lembaga resmi kemanusiaan yang dikelola sejak tahun 2006.

Pada intinya, dalam gerakan APP itu diwujudkan kesalehan sosial yang terstruktur, sistematis, dan masif diasporis secara bertanggung jawab. Buah puasa pun tampak dalam pengelolaan kemurahan hati yang bersifat karitatif (murni membantu) dan pemberdayaan berkelanjutan (sustainable empowering).
Kesalehan ekologis

Di tengah krisis ekologi yang menimpa Bumi, perlulah dikembangkan kesalehan ekologis. Kesalehan ini dimaksudkan sebagai kesadaran akan saling keterkaitan satu terhadap yang lain demi perawatan Bumi sebagai rumah bersama.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved