Berita Nasional
Soekarno dan CIA: Kepercayaan Hingga Pengkhianatan untuk Hancurkan Indonesia
Siapa sangka jika CIA dulu pernah mondar-mandir di Indonesia pada era kepemimpinan Presiden Soekarna.
Penulis: Adelia Sari | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM - CIA, bagi yang sering menonton film action barat pasti sudah sering mendengar istilah ini.
Ya, CIA adalah singkatan dari Central Intelligence Agency atau Badan Intelijen Pusat milik Amerika Serikat.
Siapa sangka jika CIA dulu pernah mondar-mandir di Indonesia pada era kepemimpinan Presiden Soekarna.
Bahkan, Presiden Soekarno pernah dikhianti oleh teman dekatnya, Bill Palmer yang ternyata adalah mata-mata CIA.
Seperti yang diungkap oleh putra sulung Soekarno, Guntur Soekarno Putra lewat tulisannya di Kompas.id.
Guntur mengisahkan jika banyak yang tak mengetahui di era Soekarno ada agen CIA masuk ke Indonesia.
Penyamaran mereka begitu apik hingga keberadaannya tak terdeteksi oleh badan intelijen Indonesia.
1. Bill Palmer: penyusup ramah penuh humor.
Satu di antara agen CIA yang berhasil mengecoh sang presiden saat itu adalah Bill Palmer.
Palmer adalah sosok asing yang sering muncul tahun 1946, atau saat pusat pemerintah Indonesia pindah ke Yogyakarta.
Guntur mengingat jika Palmer adalah sosol yang gempal, ramah, punya penuh humor dan suka bicara serius dengan Soekarno.
"Secara samar-samar masih terekam dalam ingatan penulis wajah dan sosok tubuhnya yang gempal, berbicara serius dengan Bung Karno."
Palmer sempat menghilang bertahun-tahun, hingga akhirnya Guntur bertemu kembali dengan sosok itu di tahun 1956.
Saat itu Guntur sedang menemani sang ayah ke Washington DC untuk kehiatan kunjungan negara.
Layaknya sahabat lama yang tak pernah ketemu, Soekarno pun banyak berbincang kepada Palmer dengan gembira.
Bahkan Palmer memberikan uang 200 dollar Amerika kepada Guntur untuk berbelanja.
'Saat hendak meninggalkan penginapan, ia menyodorkan uang 200 dollar AS kepada penulis. Katanya, untuk berbelanja. Ketika itu tak ada kecurigaan sedikit pun dari tim khusus Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang turut dalam rombongan."
Rombongan Soekarno pun tak menaruh curiga sama sekali kepada Palmer, karena mengenal Palmer sebagai diplomat AS sejak di Indonesia.
Saat kunjungan Soekarno pun Palmer pun sering muncul di lokasi yang didatangi oleh sang presiden.
Lalu pada tahun 1957, Palmer kembali di Indonesia sebagai Direktur American Motion Picture Association Indonesia yang berkantor di gedung United States Information Service (USIS) di sebelah Istana Negara.
Namun siapa sangka, sosok Palmer yang ramah dan baik ternyata adalah agen CIA.
"Palmer ternyata adalah salah satu agen andalan CIA untuk masalah-masalah Indonesia."
Palmer terlibat dalam pemberontakan separatis oleh PRRI di Padang.
Intelijen Indonesia mendeteksi jika ada peran CIA di pemberontakan itu.
Akan tetapi saat itu yang tertangkap adalah diplomat Kedubes AS yang bernama Hugh Tovar.
Hugh adalah kepala biro Cia di Indonesia PRRI.
Alih-alih mengambil tindakan tegas ke Palmer, Bung Karno belum mendapat bukti cukup kuat.
Sampai akhirnya Palmer berhasil tertangkap basah saat membagikan senjata kepada nak buah DI/TII Kartosuwiryo.
Dengan tegas, Bung Karno pun mengusir Palmer dari Indonesia.
2. Agen CIA wanita di tengah Istana Merdeka
Tak hanya Palmer, agen CIA yang berhasil mengecoh Indonesia adalah sosok wanita yang menyamar sebagai mahasiswi.
Penyamaran ini pun disebut sebagai aksi paling sepkatkuler.
Agen itu mengaku sebagai mahasiswi AS yang tengah belajar budaya Indonesia.
Tak tanggung-tanggung, wanita itu bisa masuk ke lingkungan Bung Karno di Istana Merdeka.
Bahkan ia sudah dianggap anak sendiri oleh Bung Karno.
"Dengan berkebaya Jawa, perempuan itu berhasil ikut latihan menari dengan adik-adik saya, Megawati, Rachmawati, dan Sukmawati. Karena hubungan dekat mereka, Bung Karno pun mengusulkan agar yang bersangkutan tinggal di Istana Merdeka. Bahkan, Bung Karno menyebut ia ”saudara angkat” adik-adik saya."
Belajar dari yang sebelumnya, Bung Karno juga menyelidiki asal usul wanita itu.
Dari hasil penyelidikan ditemukan jika wanita itu bersih.
Sampai akhirnya identitas wanita tersebut berhasil terbongkar.
Setelah Presiden Pakistan saat itu, Ayub Khan yang merupakan sahabt Soekarno mengatakan jika mahasiswi tersebut adalah bagian dari CIA.
"Khan menghubungi Bung Karno lewat telepon dan menjelaskan apa dan siapa sang ”mahasiswi” itu. Diceritakan, boleh jadi ia menyusup ke Istana untuk mendapatkan informasi-informasi sangat penting mengenai kebijakan Indonesia dan Bung Karno menghadapi politik luar negeri AS."
Tak tertutup juga diinfokan, kemungkinan usaha-usaha pembunuhan terhadap para pemimpin di Indonesia, termasuk Bung Karno.
Mendapatkan informasi itu, Bung Karno, setelah melakukan pengecekan dan pembicaraan tertutup dengan Badan Pusat Intelijen (BPI) yang dipimpin Dr Subandrio, Komandan Intel Cakrabirawa Kolonel Marokeh Santoso, Tim Khusus DKP Bidang Intelijen dan Reserse AKP Sono, diambil keputusan untuk mengusir perempuan itu dari Istana dan Indonesia.
Megawati juga menguatkan bukti tentang agen CIa itu setelah mendapat telegram dari ahli filsafat Inggris, Lord Bertrand Russell.
Isinya, menceritakan aktivitas ”mahasiswi” itu dan daftar delapan kepala negara Non-Blok yang akan digulingkan lewat operasi intelijen CIA.
3. Ikut Campur CIA di perebutan kembali Irian Barat
Pasca terbongkarnya kebohongan Palmer, infiltrasi intelijen AS kepada Indonesia juga tak sepenuhnya berhenti.
Saat Indonesia akan merebut Irian Barat dari Belanda, CIA kembali ikut campur.
CIA menyewa seorang ahli penerbang dan pengebom B-26 berkebangsaan AS bernama Allen Lawrence Pope untuk menjatuhkan bom di Ambon.
Dimana Ambon saat itu menjadi wilayah penyangga sebelum armada RI menyerang pertahanan Belanda di wilayah Irian Barat.
Mengetahui hal itu, amarah Bung karno memuncak.
Pada 19 Desember 1961, Bung Karno lantas mengumandangkan Trikora untuk pembebasan Irian Barat dari kolonialisme Belanda.
Bung Karno langsung memimpin rapat dengan rakyat Indonesia dan mengajak bangsa Indonesia menggagalkan pembentukan negara Papua.
Saat itu kekuatan Angkatan Perang RI, termasuk Kepolisian Negara RI, yang terkuat di antara negara-negara Asia, kecuali China.
AURI (sebelum menjadi TNI AU) waktu itu dilengkapi beberapa skuadron jet tempur Mig-15, Mig-17, Mig-19, dan Mig-21 yang berpeluru kendali.
Skuadron pengebom terdiri dari pesawat-pesawat Ilyushin-28 dan pengebom jarak jauh TU-16 dengan berpeluru kendali.
Juga skuadron pesawat angkut Antonov dan sebagainya.
Pesawat Pope pun berhasil ditembak jatuh dan Pope ditangkap oleh TNI di Ambon.
Ia dijatuhi hykuman mati, namun sebelum dieksekusi, istri Pope datang ke Indonesia untuk memohon ampunan bagi sang suami.
Bung Karno yang tak tega melihat tangisan wanita khirnya memberikan grasi dan pengampunan kepada Pope. Namun, Bung Karno memberi syarat. Pope harus menghilang dari muka umum di AS tanpa publikasi sama sekali.
4. Tetap Waspada
Kini meskipun sudah puluhan tahun berlalu, masih ada pertanyaan tentang keberadaan CIA di Indonesia?
Apakah masih ada agen-agen CIA atau negara lain yang beroperasi di Indonesia?
Secara logika tentunya masih ada.
Apalagi menghadapi pertemuan G20 di Bali dan kemudian Pilpres 2024.
Menurut Guntur, tak tertutup kemungkinan hingga kini masih berkeliaran intelijen-intelijen asing dan bahkan juga orang-orang Indonesia yang dibayar untuk memata-matai dan membuat kisruh di Tanah Air untuk kepentingan negara-negara asing.
Di sinilah perlunya kewaspadaan yang tinggi dari seluruh komunitas intelijen Indonesia agar setiap hal yang bisa membahayakan eksistensi NKRI bisa ditangkal secara dini dan tak kebobolan seperti saat Perang Dingin.
Artikel ini sudah tayang di Kompas.id dengan link https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/04/05/soekarno-dan-cia