Ramadan 2022
TADARUS Rektor UNIMUS Prof Masrukhi : Hanya Iman yang Ditempatkan Dalam Hati
DALAM sebuah perjumpaan, sahabat saya Habib Hasan Toha, tokoh yang tidak asing bagi masyarakat Semarang, pernah bercerita.
Oleh Prof. DR Masrukhi, MPd.
Rektor Univ. Muhammadiyah Semarang
DALAM sebuah perjumpaan, sahabat saya Habib Hasan Toha, tokoh yang tidak asing bagi masyarakat Semarang, pernah bercerita.
Orang Islam boleh kaya, boleh menjabat, boleh tenar, akan tetapi kekayaan, jabatan, dan ketenaran itu hendaknya hanya ditempatkan di tangan, jangan di hati. Hanya iman lah yang berhak ditempatkan di dalam hati.
Sejenak saya renungkan, ungkapan ini sungguh mendalam maknanya. Harta yang ditempatkan di tangan akan menjadikan seseorang untuk mudah memberi, bersedekah, menginfakkan, dan sebagainya. Jika suatu saat harta itu lepas dari dirinya, habis semuanya, dia tidak akan sakit hati.
Berbeda jika harta itu ditempatkan di hati, maka akan menganggap bahwa harta itu milik hakiki dirinya, dinikmatinya dengan penuh kebanggaan, dan enggan rasanya untuk memberi, bersedekah, menginfakkan, dan sebagainya. Jika suatu saat harta itu habis, dia akan merasa kehilangan besar dan sakit hati. Tidak jarang orang merasa stres ketika harta yang dimilikinya lenyap.
Demikian juga dengan jabatan dan nama populer. Saya menjadi ingat, ada seorang penyanyi pop terkenal di era tahun 1970, bernama Stephen Demetre Georgiou, yang kemudian lebih dikenal sebagai Cat Stevens, merasakan kegalauan di puncak ketenarannya, merasakan kesepian di puncak karirnya.
Hampa
Dia yang lahir dari keluarga sosialita Inggris yang cukup mapan, sejak kecil sudah bergelut dengan dunia panggung hiburan.
Lingkungan sosialnyanya kemudian membentuk pola fikir bahwa untuk mencapai kebahagiaan, dua hal harus diraih terlebih dahulu yaitu ketenaran dan kesuksesan, karena kedua hal inilah yang akan mengundang berlimpahnya kekayaan.
Dengan perjuangannya yang gigih, cita-cita masa remajanya benar-benar terwujud. Saat itu di tahun 1970an dia sudah menjadi sosok yang tenar, sukses, dan kaya raya.
Hal ini berkat lagu-lagu yang dibawakannya seperti Morning Has Broken, Peace Train, dan lainnya menjadi bomming dan digemari masyarakat dunia.
Konon albumnya sempat terjual mencapai 40 juta copy, sebuah penjualan yang luar biasa waktu itu. Menjadilah Cat Stevens seorang yang kaya raya, hidup dalam kemewahan, apa pun keinginannya akan mudah terpenuhi.
Akan tetapi dalam kondisi kehidupan Stevens yang demikian terjadilah anti klimaksnya.
Dia tidak merasakan kebahagiaan, oleh karena sejak memasuki masa kesuksesannya itu mulailah dia memasuki dunia narkoba dan obat-obat terlarang, mabuk-mabukan, serta kehidupan malam yang liar.
Semakin dia mencari kebahagiaan di tengah kesuksesannya, semakin dia terpuruk kehidupannya. Berbagai penyakit menghinggapi tubuhnya yang mulai kurus kering. Hingga suatu saat kemudian rumah sakit di mana dia dirawat, memvonis bahwa Stevens ini menderita penyakit tuberculosis yang sangat berbahaya.
Subkhanallah, tipis sekali batas antara bahagia dan derita, sehat dan sakit, bahkan hidup dan mati.
Dalam keterpurukan itulah seorang Stevens kemudian berfikir ke arah mana sesungguhnya hidup yang dijalaninya selama ini.
Kenapa kebahagiaan yang didambakan tidak juga diperoleh, meskipun kesuksesan, ketenaran, dan kekayaan sudah berada di genggamannya.
Saat itulah dia mulai mengenali dan mempelajari agama Islam melalui Alquran yang diberikan oleh saudaranya yang kebetulan beragama Islam.
Diceriterakanlah betapa nyaman dan syahdu kegiatan di dalam masjid melalui aktifitas spiritual yang dijalaninya selama ini.
Ketenangan dan kebahagiaan diperolehnya, meskipun duduk bersimpuh dalam kesendirian, dalam berkhidmat berdzikir kepada Tuhan di dalam masjid itu.
Masuk Islam
Damai dan bahagia selalu dirasakan dalam kesehariannya, meskipun jauh dari hiruk pikuk kehidupan yang penuh kemewahan.
Demi mengikuti ceritera saudaranya itu, dan ditambah dengan membaca dan mempelajari ayat-ayat Alquran maka terjadilah, di tahun 1977 Cat Stevens seorang penyanyi pop terkenal dari Inggris itu masuk Islam, dan kemudian berganti namanya menjadi Yusuf Islam.
Kiranya patut disadari, ternyata ada kebutuhan ruhaniyyah, yang sangat mendambakan pemenuhannya. Tidak cukup kita berhenti pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah; makan, minum, sex, berkuasa, terkenal, kaya, dan sejenisnya. Kebutuhan jasmaniah ini memang begitu menggoda sehingga manusia modern kerapkali terjerat pola fikir yang pragmatis dan hedonis.
Kebutuhan ruhaniyyah merupakan kebutuhan abstrak, kebutuhan jiwa di mana seseorang ingin merasakan kebahagiaan sejati, bahkan lebih jauh dati itu ingin merasakan sensasi kedahsyatan akan kenikmatan spiritual. Kekayaan, kekuasaan, ketenaran yang dimilikinya hanya dijadikan sebagai instrumen kehidupan guna memperoleh kenikmatan spiritual tersebut.
Oleh karena itu perilaku yang tampak adalah kegemaran memperjuangkan kebenaran dan keadilan meskipun harus berlawanan dengan banyak orang, ketulusan berbagi pada sesama di saat banyak orang mencari keuntungan pribadi sebesar-besarnya, kerelaan berkorban harta benda untuk kemaslahatan masyarakat, di saat orang lain gemar menumpuk harta kekayaan meskipun dengan cara yang tidak halal, serta selalu ingat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT kendatipun hingar bingar kehidupan selalu menggodanya.
Seharusnya kesuksesan yang diraih seseorang akan paralel dengan kebahagiaan yang dirasakannya. Artinya semakin sukses seseorang dia akan semakin pula bahagia. Semakin kaya seseorang akan pula semakin bahagia.
Akan tetapi kanyatannya tidak selalu demikian, banyak orang sukses dalam karirnya, harta yang dimilikinya pun sangatlah berkecukupan, tetapi dia tidak pernah merasakan arti sebuah kebahagiaan.
Dia mengalami keterasingan, selalu resah dan cemas, bahkan dalam kondisi tertentu kesuksesan yang diraihnya bahkan menjadikannya terperosok dalam kehinaan. Dia mengalami kehampaan spiritual.
Bermakna
Oleh karena itu sesibuk apa pun hari-hari kita, mari tetap berdzikir oleh karena dzikirlah yang menjadikan kehidupan kita ini selalu memiliki ikatan dengan Allah swt. Seseorang yang selalu berdzikir akan menjadikan rangkaian kehidupannya menjadi bermakna.
Jika dia memiliki jabatan, akan dijadikan jabatan itu bermakna yaitu sebagai amanah untuk mengayomi masyarakat, jika dia seorang intelektual akan menjadikan ilmunya itu bermakna bagi masyarakat luas. Jika dia seorang pegawai rendahan pun tetap akan memberikan makna dengan bekerja secara jujur, disiplin dan penuh tanggung jawab.
Alquran menegaskan tentang berdzikir ini, “(Ulul Albab), yaitu orang yang selalu mengingat Allah dalam keadaan sambil berdiri, duduk, maupun dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi, seraya berkatata “ya Tuhan kami tiadalah Engkau menciptakan ini semua dengan sia-sia, maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka” (QS, 3:191). (*)
Baca juga: Kemenag Sragen Adakan Gerakan Sejuta Vaksin Booster, Warga Antusias
Baca juga: Sidak Takjil di Cilacap, Loka POM Banyumas Tidak Temukan Zat Berbahaya
Baca juga: Rumah Dijual di Semarang Beserta Tanah Murah Rabu 13 April 2022
Baca juga: Program Santunan 10.000 Anak Yatim PR Sukun Berlanjut di Rembang, Sasar 10 Daerah di Jateng