IHSG Ambrol Usai Libur Lebaran
Tekanan IHSG berasal dari efek kenaikan suku bunga The Fed dan antisipasi lonjakan kasus covid-19 pasca-mudik Lebaran. Pasar juga menantikan respon BI
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) setelah libur Idulfitri 2022, Senin (9/5), ditutup anjlok 4,42 persen atau 319 poin ke posisi 6.909,75.
Pada awal perdagangan, IHSG sudah merosot lebih dari 2 persen hingga menyentuh angka terendah 6.911,84, di mana indeks pada penutupan sebelumnya 28 April 2022 di posisi 7.228,91.
Adapun, total volume transaksi bursa mencapai 23,42 miliar saham, dengan nilai transaksi Rp 23,63 triliun. Sementara, investor asing mencatat net sell Rp 2,47 triliun di seluruh pasar.
CEO & Founder PT Astronacci International, Gema Merdeka Goeyardi sudah memprediksi IHSG akan terjadi crash seiring dengan kondisi makro ekonomi yang terjadi di dunia.
Kondisi-kondisi yang mempengaruhi antara lain inflasi Amerika Serikat (AS), pelemahan nilai tukar rupiah, perang Rusia dengan Ukraina yang terjadi sejak 24 Februari 2022, harga minyak dunia yang naik, serta kondisi makro ekonomi yang nyaris mirip seperti 2013.
Menurut dia, kondisi makro ekonomi yang terjadi di dunia saat ini, tentu saja berdampak pada pergerakan IHSG di Indonesia.
"Negara kita tidak hidup sendiri. Negara kita bergerak bersama-sama dengan negara lain, dan pastinya akan berdampak ke Indonesia," katanya.
Gema menjelaskan, IHSG telah memasuki zona resistance dari wave 5, yang diikuti dengan adanya momentum multiple bearish divergence, di mana idealnya penguatan telah terbatas dan bersiap untuk terjadi pelemahan yang signifikan menuju area support.
"Analisa ini juga digunakan oleh institusi lokal maupun asing yang disediakan langsung oleh Astronacci International dan bisa didapatkan di Bloomberg," ujarnya.
Setelah mini crash selesai, Gema menuturkan, idealnya IHSG akan kembali melanjutkan rally bullish berikutnya dengan target resistance terdekat pada area 7,800 setelah terjadi reversal pada area support.
"Ini bukan salah pemerintah. Ini adalah global disaster post covid yang menyebabkan inflasi yang harus dihadapi bersama. Harga pasti akan naik karena mengikuti global market," ucapnya.
Vice President Infovesta Utama, Wawan Hendrayana menyatakan, tekanan IHSG berasal dari efek kenaikan suku bunga The Fed dan antisipasi lonjakan kasus covid-19 pasca-mudik Lebaran. Selain itu, ia menilai, pasar masih menantikan respon Bank Indonesia (BI) terkait kebijakan The Fed.
Menurut dia, pelaku pasar mengekspektasi bahwa BI akan menaikkan tingkat suku bunga antara 25 bps sampai 50 bps.
Ditambah, Badan Pusat Statistik mencatatkan inflasi pada April 2022 mencapai 0,95 persen secara bulanan (mom) atau 3,47 persen secara tahunan (yoy).
"Dengan inflasi di atas 3 persen dan The Fed 1 persen, ekspektasinya BI akan menaikkan suku bunga menjadi sangat besar, pasar akan antisipasi hal ini dulu," paparnya, saat dihubungi Kontan, Senin (9/5).
"Justru saat suku bunga naik nanti bisa mendorong investor masuk lagi setelah ada kepastian, saat ini masih menerka berapa kenaikannya," tambahnya.
Adapun inflasi pada April 2022 yang sebesar 0,95 persen adalah inflasi tertinggi sejak Januari 2017. Kala itu, inflasi tercatat 0,97 persen.
Sedangkan secara tahunan, inflasi April ini yang sebesar 3,47 persen merupakan angka tertinggi sejak Agustus 2019, di mana saat itu terjadi inflasi sebesar 3,49 persen.
Senada, Analis Binaartha Sekuritas, Ivan Rosanova menjelaskan pelemahan yang terjadi pada IHSG lebih pada respon pelaku pasar atas kenaikan suku bunga The Fed. Hal ini juga, juga sejalan dengan pelemahan pasar saham di kawasan Asia.
"Pergerakan IHSG, hari ini memang reaksi pasar terhadap keputusan The Fed, dan pasar saham Asia pun serempak melemah," ucapnya, kepada Kontan, Senin (9/5).
Meski begitu, Ivan menilai, dalam waktu dekat IHSG masih ada kemungkinan terjadi technical rebound setelah koreksi yang agresif ini, dan kembali ke atas level 7.000.
Namun, untuk jangka menengah pelaku pasar masih akan melihat seberapa efektif dampak atas kebijakan The Fed untuk mengendalikan inflasi.
Adapun, saham bank-bank berkapitalisasi besar yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), kompak menyeret IHSG ke zona merah.
Berdasarkan data RTI, top losers hari ini dipimpin saham BMRI dan BBRI yang sama-sama anjlok sebesar 6,98 persen hingga auto rejection bawah (ARB).
BMRI turun ke level Rp 8.325 per saham, dan BBRI menuju Rp 4.530. Penurunan signifikan juga terjadi pada saham PT Astra International Tbk (ASII) yang turun 6,93 persen hingga ARB ke level Rp 7.050.
Selain jajaran top losers di atas, saham dengan nilai kapitalisasi nomor satu di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni BBCA juga bergerak di zona merah sepanjang hari. BBCA menutup perdagangan di batas ARB pada level Rp 7.600 atau turun 525 poin atau 6,46 persen.
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di pasar spot Senin sore melemah. Berdasarkan Bloomberg, mata uang garuda berada di level Rp 14.573 per dollar AS, atau turun 93 poin (0,64 persen).
Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada pada level Rp 14.534 per dollar AS atau melemah dari sebelumnya Rp 14.480 per dollar AS. (Tribun Network/Kontan.co.id/Yuliana Hema)