Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Fokus

Fokus: Kabarkan Saja Kebaikannya

Ada apa dengan netizen Indonesia? Pertanyaan yang semakin sering berkecamuk dalam benak tatkala kerap buka media sosial. Betapa tidak, di rimba belant

Penulis: galih pujo asmoro | Editor: m nur huda
Bram Kusuma
Galih Pujo 

Tajuk Ditulis Oleh Wartawan Tribun Jateng, Galih Pujo Asmoro

TRIBUNJATENG.COM - Ada apa dengan netizen Indonesia? Pertanyaan yang semakin sering berkecamuk dalam benak tatkala kerap buka media sosial. Betapa tidak, di rimba belantara media sosial, hampir selalu tersaji caci maki, membodohi, provokasi, hujatan, (mungkin juga) fitnah, dan rekan-rekannya. Ada juga pujian setinggi langit hingga terkesan bila yang dipujinya itu adalah malaikat yang tak punya salah.

Ambil contoh, beberapa waktu lalu saat wafatnya Buya Syafii Ma'arif. Di mana sebagian besar mengungkapkan duka citanya di lini massa, tetap saja ada akun yang bersyukur dengan meninggalnya Buya. Bahkan sang empunya akun mengeluarkan beragam alasan mengapa ia "bersuka cita" atas hal itu. Namun ketika netizen menyerbu, akunnya pun dikunci.

Saat banjir rob melanda Semarang beberapa waktu lalu, malah jadi ajang saling serang dan bela pada pimpinan daerah Jateng dan Kota Semarang. Di tengah bencana yang melanda sesama manusia, tetap saja ada yang memanfaatkan untuk menjatuhkan. Pun halnya dengan Formula E. Saat ada ajang internasional digelar di Indonesia, tetap saja ada yang seolah tidak suka sehingga terus menerus menyudutkan pimpinan di Jakarta.

Contoh lain, sepertinya tidak sedikit yang menyinggung soal keyakinan lalu dibawa ke ranah publik. Namanya juga hal yang sudah diyakini akan keberannya, bila ada yang menyinggung, tentu akan ada perdebatan tak berujung. Faktor emosional juga sangat mungkin dikedepankan sehingga dampaknya akan menyakitkan.

Meski demikian, saya yakin pada dasarnya netizen di rimba medsos Tanah Air bisa bersatu. Buktinya, saat putra sulung Gubernur Jabar, Ridwan Kamil meninggal dunia, semuanya mendoakan agar Eril ditemukan selamat. Ucapan doa pun mengalir saat keluarga Eril mengikhlaskannya sebagai orang yang syahid akhirat.

Apakah pemandangan di media sosial kita akan terus seperti contoh tak elok di atas? Ditambah lagi para pendengung alias buzzer berupaya menggalang opini sesuai kepentingannya. Dampaknya, perpecahan di media sosial semakin nyata adanya. Semoga kita makin dewasa sehingga tidak mudah terpancing dengan informasi yang tak jelas juntrungannya.

Kenapa kita harus nyinyir pada pemimpin yang wilayahnya sedang tertimpa bencana padahal sebenarnya bisa membantu, minimal dengan mendoakan dan memberi semangat? Mengapa sepertinya kita kok selalu mencari kejelekan walaupun sebenarnya apa yang dilakukan pada dasarnya baik untuk banyak orang?

Saya tidak bisa membayangkan saat jelang dan masa kampanye pilpres 2024 bila keadaan masih seperti ini. Bisa saja, pilpres rasa pilkades akan semakin terasa. Bukankah ada beberapa cerita karena beda pilihan dalam pilkades, kehidupan bertetangga bahkan bersaudara juga bisa rusak? Bila sampai terjadi di level nasional, bisa jadi dampaknya lebih buruk dan lebih besar.

Marilah promosi dengan mengutamakan kebaikan dan rekam jejak orang yang kita dukung tanpa perlu menyebut atau mencari kejelekan yang lain. Jika demikian, siapapun yang terpilih nantinya adalah yang terbaik bagi hampir keseluruhannya. Idealnya memang begitu meskipun untuk mendapatkan sesuatu yang ideal bagi semua di dunia sangat tidak mudah bila tak mau dikatakan tidak mungkin.

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved