Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Fokus

Fokus: Trauma Politik Identitas dan Transaksional

Tahapan Pemilu 2024 sesuai jadwal dimulai pada 14 Juni 2022 atau 20 bulan sebelum hari pemungutan suara yang telah ditetapkan pada 14 Februari 2024. P

Penulis: m nur huda | Editor: m nur huda
Dok
Tajuk Ditulis Oleh Jurnalis Tribun Jateng, M Nur Huda. 

Tajuk Ditulis Oleh Jurnalis Tribun Jateng, M Nur Huda

TRIBUNJATENG.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Komisi Pemilihan Umum (KPU RI), dan pemerintah menyepakati durasi masa kampanye Pemilu 2024 selama 75 hari. Durasi tersebut berkurang dari kesepakatan sebelumnya, yakni 90 hari.

Tahapan Pemilu 2024 sesuai jadwal dimulai pada 14 Juni 2022 atau 20 bulan sebelum hari pemungutan suara yang telah ditetapkan pada 14 Februari 2024. Proses pendaftaran partai peserta pemilu akan dibuka pada Agustus 2022, disusul proses verifikasi pada empat bulan berikutnya yaitu pada Desember.

Durasi tersebut berkurang banyak dibanding Pemilu 2019 dengan masa kampanye calon anggota DPR/DPD/DPRD dan capres/cawapres berlangsung selama sekira 8 bulan dimulai 23 September 2018 sampai 13 April 2019.

Satu di antara harapan pengurangan masa kampanye tersebut menurut Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia adalah mengantisipasi polarisasi dampak politik identitas seperti pada Pemilu 2019.

Mengingat kembali Pemilu serentak 2019, proses kampanye Pilpres mengalami dinamika dan eskalasi tinggi, terjadi saling menyerang kelemahan kandidat yang tak berfaedah oleh masing-masing pendukung. Situasi politik masa kampanye dan pra kampanye, terjadi eksploitasi identitas sebagai propaganda politik, atau politisasi Suku, Agama, Ras, Antar-Golongan (SARA). Tentu masih ingat istilah “partai setan vs partai Allah”, people power, dan seterusnya.

Tak hanya itu, ujaran kebencian bertebaran di ruang publik, ditambah sikap elit politik yang tidak dewasa cenderung bersikap anti demokrasi hanya siap menang dan tidak siap kalah. Bahkan diwarnai sujud syukur ‘semu’, hingga cerita operasi plastik.

Sebagai ‘rakya jelata’, kita tentu sangat beraharap para politikus lebih fokus pada narasi mempersatukan dan mendamaikan pendukung dengan mengedepankan rasionalitas, bukan emosionalitas ataupun kepentingan kelompok. Mestinya, juga mengedepankan isu-isu nasional yang substantif.

Kedepan, sebagai upaya antisipasi politik identitas, publik harus mau berpikir rasional dan kritis, terutama dengan isu-isu politik dan agama yang cenderung manipulatif. Preferensi politik masyarakat harus lebih didasarkan pada nalar rasional, sehingga tercipta masyarakat yang terbuka serta toleran.

Sebab, Indonesia bukan terdiri atas satu entitas, polarisasi yang berkepanjangan sangat membahayakan keutuhan bangsa karena mudah terjadi konflik vertikal maupun horizontal yang justru merugikan.

Masa kampanye Pemilu 2024 selama 75 hari atau 2,5 bulan sudah cukup bagi kandidat untuk menyosialisasikan visi dan misi ke calon pemilih. Terlebih, hari ini perkembangan teknologi informasi yang kian canggih harusnya mampu menjadi alat efektif.

Bagaimanapun, eskalasi politik Pemilu 2019 masih menjadi trauma. Kita berharap Pemilu 2024 dapat benar-benar sehat, menyenangkan dan memberi inspirasi positif. Baik proses pra-Pemilu, kinerja penyelenggara pemilu, dan tentunya mengurangi transaksi politik berbasis “koper” dalam tiap tahapannya.

Siapapun yang terpilih pasti ada campur tangan Allah SWT, maka jangan kotori prosesnya dengan sifat kerakusan, ketamakan, kesombongan dan ambisi berlebihan yang ujung-ujungnya hanya memburu kekuasaan, bukan khidmah atau pengabdian pada bangsa.(*TRIBUN JATENG CETAK)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved