Berita Semarang
Belajar dari Pungli Pemakaman Covid-19: Informasi Setengah Hati Berujung Pungli
Kasus Covid-19 memang sudah mulai surut tapi luka di hati Yeyen masih bergejolak.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kasus Covid-19 memang sudah mulai surut. Tapi, luka di hati Yeyen (bukan nama sebenarnya) masih bergejolak.
Ia mengaku, masih merasa sangat sedih lantaran ketika pandemi mendapatkan pungutan liar (pungli) biaya pemakaman Covid-19 sebesar Rp11,5 juta.
Ia yang bekerja sebagai tukang jahit rumahan terpaksa meminjam uang untuk membayar pungutan liar tersebut.
Ia tak mampu membayar uang sebesar itu sebab tak punya uang. Apalagi suaminya juga hanya seorang buruh pabrik garmen
"Harus dibayar jam itu juga supaya jenazah ibu saya diurus. Kami panik tak punya uang sebesar itu. Suami juga bilang pinjam dulu saja agar jenazah Ibu segera dimakamkan," jelas ibu dua anak yang tinggal di Kecamatan Semarang Utara itu kepada Tribunjateng.com, Sabtu (28/5/2022).
Pungli yang dialaminya terjadi pada 9 Juli 2021. Hampir setahun berselang, ia belum bisa membayar utang tersebut.
"Saya utang ke Om yang ekonominya lebih mapan. Utang itu memang tak ditagih. Tapi sampai sekarang kami masih kepikiran bagaimana cara mengembalikan uang itu karena apapun itu namanya tetap utang," kata perempuan usia sekira 45 tahun yang meminta identitasnya disembunyikan.
Ia mengatakan, oknum yang melakukan pungli diduga dilakukan oleh seorang petugas sebuah rumah sakit swasta di Kota Semarang.
Pungli bermula saat ibunya meninggal dunia selepas satu minggu sakit pernafasan dan diare. Meskipun sakit, ibunya tak mau dibawa ke rumah sakit dan hanya diobati dengan obat warung dengan alasan masih bisa berjalan.
Pihak Kelurahan setempat lantas datang lalu meminta jenazah korban jangan sampai keluar dari kamar selepas kabar meninggal ibunya tersebar.
Pihak keluarga sebenarnya ketika itu ingin memandikan jenazah secara mandiri. Hanya saja, keluarga tak berani karena ternyata dinyatakan positif Covid-19 oleh pihak medis dari Puskesmas.
Ia mengaku, ketika itu juga kurang pemahaman terkait tata cara mengurus jenazah Covid-19 sehingga menurut saja usulan para tetangga kanan-kirinya.
Ketua RT setempat lalu mengintruksikan agar jenazah diurus oleh petugas pemulasaraan dari sebuah rumah sakit.
Ternyata petugas itu mematok harga belasan juta yang sudah paket komplit dari pemulasaraan, uborampe kematian dan petugas pemakaman.
Mereka meminta tengah malam itu juga uang itu harus tersedia agar jenazah segera diurus. Akhirnya keluarga pasrah dengan pungli yang telah dipatok oleh petugas tersebut dengan langsung membayar uang itu meskipun dengan hasil utang.