Berita Nasional
Bareskrim Periksa Petinggi ACT, dari Ahyudin, Ibnu Khajar, hingga Staf Keuangan dan Operasional
Bareskrim Polri memeriksa petinggi ACT serta dua staf. Antaralain mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar serta staf keuangan dan operas
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri memeriksa petinggi ACT serta dua staf. Antaralain mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar serta staf keuangan dan operasional.
Pemeriksaan dilakukan sejak Jumat (8/7) pagi hingga tengah malam.
Legalitas yayasan ACT, tugas dan tanggung jawab menjadi beberapa materi pemeriksaan penyidik
Ahyudin diperiksa penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus setelah muncul dugaan penyelewengan dana masyarakat untuk bantuan kemanusiaan yang dikelola ACT.
Sedikitnya 22 pertanyaan dilontarkan penyidik kepada pria yang pernah memimpin ACT selama 14 tahun ini.
Kepada wartawan, Ahyudin mengaku dimintai keterangan seputar legalitas yayasan yang pernah ia pimpin.
Tugas dan tanggungjawab juga menjadi materi pemeriksaan.
Ahyudin menjamin akan mematuhi seluruh proses yang terjadi dan memastikan jika lembaga ACT adalah legal.
Meski berlangsung hampir 12 jam namun pemeriksaan masih belum selesai. Pemeriksaan lanjutan akan kembali dilakukan pada hari Senin mendatang.
Sepanjang Jumat penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim memeriksa empat orang terkait legalitas dan keuangan lembaga ACT.
Selain Ahyudin, presiden ACT saat ini, Ibnu Khajar dan bagian keuangan serta operasional lembaga ACT juga diperiksa.
Adapun, Ibnu Khajar sendiri lebih dahulu meninggalkan gedung bareskrim dan luput dari pantauan awak media.
PPATK Kembali Blokir Rekening ACT hingga berjumlah 300 Rekening
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali memblokir atau menghentikan sementara transaksi pada rekening yang dimiliki oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Jika sebelumnya rekening yang dibekukan berjumlah sekitar 60, kemarin jumlah rekening ACT yang dibekukan PPATK itu bertambah menjadi lebih dari 300 rekening.
Rekening-rekening itu tersebar di 41 penyedia jasa keuangan (PJK).
”PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi di 141 CIF (Customer Information File) pada lebih dari 300 rekening yang dimiliki ACT,” kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana lewat keterangan tertulisnya, Kamis (7/7).
Ivan mengatakan, penghimpunan dan penyaluran bantuan harus dikelola dan dilakukan secara akuntabel serta dengan memitigasi segala risiko, baik dalam penghimpunan maupun penyaluran dana kemanusiaan.
Namun dalam pantauan PPATK, pihaknya mencatat sejumlah data transaksi dari dan ke Indonesia yang terkait dengan ACT selama periode 2014 hingga Juli 2022.
Ivan menjelaskan sebanyak Rp64.946.453.925 atau Rp64,94 miliar dana masuk yang bersumber dari luar negeri. Sedangkan dana yang tercatat ke luar negeri sebanyak Rp52.947.467.313 atau Rp52,94 miliar.
Padahal berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 setiap ormas yang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran sumbangan diminta untuk mengenali pemberi (know your donor) dan mengenali penerima (know your beneficiary), serta melakukan pencatatan dan pelaporan yang akuntabel mengenai penerimaan bantuan kemanusiaan tersebut.
Itu sebagai respons PPATK atas hasil penilaian risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, dan teridentifikasinya beberapa kasus penyalahgunaan yayasan untuk sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Ivan mengatakan, PPATK berharap pihak yang melakukan kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana bantuan kemanusiaan tidak resisten memberikan ruang bagi pengawasan oleh pemerintah.
Karena aktivitas yang dilakukan oleh pihak penggalang dana dan donasi melibatkan masyarakat luas dan reputasi negara.
”PPATK menyatakan berkomitmen bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait termasuk Aparat Penegak Hukum (Apgakum) dan Kementerian Sosial selaku Pembina Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dalam menyikapi permasalahan yang menarik perhatian masyarakat ini,” ucap Ivan.
Pihak ACT sendiri sebelumnya mengaku akan menyurati PPATK setelah 60 rekening mereka di 33 bank diblokir.
Presiden ACT, Ibnu Khajar mengaku belum mengetahui rekening mana saja yang diblokir.
"Beberapa rekening informasinya diblokir, kami belum cek kepada tim keuangan kami, rekening mana saja yang diblokir pascapembersihan, dan berapa banyak yang sudah diblokir," kata Ibnu di Kantor ACT, Jakarta Selatan, Rabu (6/7).
Ia mengaku ACT masih memiliki sebagian dana tunai yang masih bisa disalurkan.
"Rekening-rekening yang sudah ada di kami atau dana cash yang sudah kami dan bisa dicairkan, karena ini amanah, harus kami sampaikan," ujarnya.
"Kami nggak pengin cacat amanah dalam menyalurkan amanah-amanah dari masyarakat," sambungnya.
Ibnu menegaskan pihaknya bakal menyurati PPATK untuk audiensi terkait pemblokiran rekening itu.
"Jadi kami mungkin akan berkirim surat kepada PPATK, kami ingin audiensi, kemarin Kemensos Alhamdulillah suasananya enak, semoga nanti dengan PPATK juga kami ingin berkirim surat lah ke sana," ungkap Ibnu.
PPATK melakukan pemblokiran terhadap rekening ACT karena berbagai alasan. Di antaranya karena adanya dugaan aliran dana ke kelompok teroris Al-Qaeda.
"Beberapa nama yang PPATK kaji berdasarkan hasil koordinasi dan hasil kajian dari database yang PPATK miliki itu ada yang terkait dengan pihak yang masih diduga, patut diduga terindikasi pihak, yang bersangkutan pernah ditangkap, menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al-Qaeda," kata Ivan.
Meski demikian, Ivan mengatakan, pihaknya perlu mendalami lebih detail soal dugaan aliran dana tersebut.
Terkait temuan itu, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror mengaku tengah mendalaminya.
"Densus 88 secara intensif sedang bekerja mendalami transaksi-transaksi tersebut," kata Kabag Banops Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar saat dihubungi, Kamis (7/7).
Aswin menyebut temuan PPATK soal transaksi atau aliran dana ke sejumlah negara beresiko tinggi yang merupakan tempat aktivitas terorisme sudah diserahkan kepada pihak Densus 88.
"Data yang dikirim oleh PPATK bersifat penyampaian informasi kepada stakeholder terkait untuk dilakukan verifikasi lebih lanjut," ucapnya.(tribun network/fal/yud/abd/dod/KompasTV)