Banyak Mayat Membusuk dan Terbakar di Jalanan Brooklyn, Haiti Darurat Kekerasan
Setidaknya 89 orang tewas dan 16 lainnya hilang dalam kekerasan pekan lalu.
Haiti telah menyaksikan gelombang penculikan massal, ketika geng-geng menculik orang-orang dari semua lapisan masyarakat, termasuk orang asing, dari jalanan.
Didorong oleh kelambanan polisi, geng-geng menjadi semakin berani dalam beberapa pekan terakhir. Setidaknya 155 penculikan terjadi pada Juni, meningkat dari 118 orang pada Mei, menurut laporan yang dirilis oleh Pusat Analisis dan Penelitian Hak Asasi Manusia yang dirilis Rabu.
Kemiskinan yang menghancurkan dan kekerasan yang meluas menyebabkan banyak orang Haiti melarikan diri ke Republik Dominika, yang berbatasan dengan Haiti, atau ke Amerika Serikat.
Tanpa uang dan tanpa visa, banyak dari mereka mempertaruhkan hidup mereka dengan menaiki perahu darurat dengan harapan mencapai Florida.
Banyak yang berakhir di Kuba atau Bahama, atau dihentikan di laut oleh otoritas Amerika Serikat dan kembali ke rumah. Lebih dari 1.200 migran tidak berdokumen dikirim kembali ke Haiti pada Juni saja, menurut angka pemerintah.
Ketika mereka kembali, mereka harus menghadapi kemiskinan yang mereka coba hindari dan inflasi tahunan sebesar 20 persen, dengan para ekonom memperingatkan bahwa hal itu bisa melonjak lebih jauh hingga 30 persen, karena gema global perang Rusia di Ukraina.
"Kami melihat peningkatan kelaparan yang signifikan di ibu kota dan di selatan negara itu, dengan Port-au-Prince yang paling terpukul," kata Jean-Martin Bauer, direktur Program Pangan Dunia (WFP), Selasa (12/7).
Hampir setengah dari 11 juta penduduk Haiti sudah menghadapi kekurangan pangan, termasuk 1,3 juta orang yang menghadapi darurat kemanusiaan, yang mendahului kelaparan, menurut perhitungan PBB.
Namun, kekerasan juga mengganggu upaya untuk membantu mereka. WFP sudah mencoba melewati wilayah Port-au-Prince, berusaha mengirimkan bantuan ke selatan dan utara negara itu melalui udara dan laut. (Tribunnews)