Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Liputan Khusus

Setahun, Ribuan Kasus Kekerasan Seksual, KPAI Minta Perbanyak CCTV di Lembaga Pendidikan

Beberapa hari terakhir ini kasus pelecehan seks atau pencabulan makin marak di Indonesia termasuk Jawa Tengah.

Penulis: faisal affan | Editor: m nur huda
Istimewa
ilustrasi pelecehan seksual - Beberapa hari terakhir ini kasus pelecehan seks atau pencabulan makin marak di Indonesia termasuk Jawa Tengah. 

Jasra mengatakan, menurut data yang disampaikan oleh Menteri Agama, kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama seperti fenomena gunung es. Terlihat sedikit namun sebenarnya kasus serupa masih banyak terjadi.

"Saat ini ada 30 ribu pesantren di Indonesia. Setiap pesantren memiliki pemimpin yang kharismatik. Maka butuh pengawasan yang strategis," jelasnya.

Ketika seorang pelaku kejahatan seksual merupakan pimpinan atau tokoh, maka dampak bagi para korban akan lebih buruk. Karena segala akses bisa ditembus untuk menutupi kejahatannya, dan menempatkan korban menjadi pesakitan di mata publik.

"Hal itu terbukti dengan sekian tahun, kasusnya berjalan di tempat. Padahal korban yang harus bersaksi berulang ulang ini memanggul trauma dan sewaktu waktu terancam," imbuhnya.

Dari data yang dimiliki oleh KPAI, ada 2.281 temuan kasus kekerasan seksual di Indonesia. Baru 859 kasus sudah teradukan.

"Anak yang dititipkan di lembaga pendidikan keagamaan sebenarnya menjalankan pengasuhan alternatif. Ada problem besar ketika anak lepas dari pengawasan pendidikan, waktu luang, dan budaya. Saya kira juga perlu adanya CCTV dan pelibatan masyarakat sekitar dalam melindungi anak," kata Jasra.

Menurut Jasra, sejarah penegakan hukum kekerasan dan kejahatan seksual di Indonesia terus progresif. Baik di KUHP maupun di RKUHP yang terus berproses, termasuk UU 35 2014 tentang Perlindungan Anak, UU 17 2016 tentang Pemberatan Hukuman untuk pelaku kejahatan seksual pada anak dan terakhir UU TPKS.

Ada beberapa kanal layanan maupun laporan pengaduan korban kekerasan seksual yang bisa diakses oleh masyarakat. Di antaranya Telepon Sahabat Anak KPPPA SAPA 129, Telepon Pelayanan Sosial ANAK TEPSA 1500771, Kepolisian 110, KPAI di nomor WA 62 811-1772-273.

Pemisahan Kursi

Bus Trans Semarang menerapkan pemisahan kursi sesuai gender di dalam armada. Pemisahan kursi sesuai gender ini untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual.

Kepala BLU UPTD Trans Semarang, Hendrix Setyawan mengatakan, pemisahan kursi sesuai gender sudah sejak lama diterapkan oleh pihak manajeman. Hal itu untuk melindungi serta memberikan rasa nyaman bagi para pengguna BRT Trans Semarang.

Kursi di bagian depan diperuntukkan bagi penumpang pria, sedangkan kursi bagian belakang untuk para penumpang wanita. "Pemisahan ini sudah kami terapkan sejak lama untuk memberikan kenyamanan bagi para pelanggan BRT," papar Hendrix, Minggu (17/7/2022).

Pihaknya juga menempel stiker di dalam armada bus sebagai penanda area wanita dan area pria. Setiap armada juga terdapat petugas. Selain bertugas sebagai tiketing, petugas tersebut juga mengarahkan para penumpang untuk menempati kursi atau area sesuai gender. "Petugas kami mengarahkan yang penumpang priai ke depan. Yang peremmpuan di bagian belakang," katanya.
Jika terdapat penumpang melakukan suatu hal yang tidak wajar di dalam armada, lanjut Hendrix, petugas akan langsung mengingatkan atau bahkan menurunkan yang bersangkutan. Pihaknya juga mempersilakan penumpang melapor kepada petugas jika mendapat perlakuan tidak nyaman dari sesama penumpang.
Sepanjang 2022 ini, dia mencatat, belum ada laporan pelecehan seksual di dalam armada Trans Semarang. Sedangkan di halte, pihaknya juga melakukan antisipasi agar tidak terjadi pelecehan seksual. Terutama di halte-halte besar, BLU telah memasang CCTV. Sehingga, pergerakan oknum akan terekam kamera. Pihaknya juga mengerahkan beberapa petugas di halte-halte besar. (AFN, RTP, ARH, EYF, BUD/TRIBUN JATENG CETAK)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved