Baku Tembak Pecah di Perbatasan, Serbia dan Kosovo di Ambang Perang Lagi
Ketegangan terjadi di Kosovo utara, ketika penduduk etnis Serbia memblokir jalan-jalan, dan orang-orang bersenjata tak dikenal menembaki polisi.
TRIBUNJATENG.COM, PRISTINA - Dua wilayah di kawasan Balkan, Serbia dan Kosovo di ambang peperangan baru. Konflik yang membeku selama dua dekade berpotensi dapat meletus lagi.
Serbia dan Kosovo kini bersitegang lagi, dengan baku tembak terjadi di perbatasan kedua negara tersebut pada Minggu (31/7).
Ketegangan terjadi di Kosovo utara, ketika penduduk etnis Serbia memblokir jalan-jalan, dan orang-orang bersenjata tak dikenal menembaki polisi.
Polisi Kosovo mengatakan mereka harus menutup dua penyeberangan perbatasan dengan Serbia setelah insiden tersebut.
Kosovo sebenarnya memproklamasikan kemerdekaan dari Serbia pada 2008, tetapi etnis Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah utara negara tersebut tidak mengakui otoritas Pristina. Mereka tetap setia secara politik kepada Serbia yang masih memberikan dukungan finansial.
Dilansir dari AFP, ketegangan terbaru terjadi setelah Pemerintah Kosovo mengatakan mulai hari ini, Senin (1/8), orang-orang yang memasuki Kosovo dengan identitas Serbia harus menggantinya dengan dokumen sementara selama mereka tinggal di negara itu.
Pemerintah Kosovo juga mengatakan etnis Serbia yang memiliki pelat nomor kendaraan yang dikeluarkan oleh Serbia harus mengganti pelat nomor Kosovo dalam waktu 2 bulan.
Perdana Menteri (PM) Kosovo, Albin Kurti mengatakan pada Minggu, kebijakan itu adalah langkah timbal balik, karena Pemerintah Serbia memberlakukan hal yang sama kepada warga Kosovo ketika memasuki Serbia.
Namun, setelah bertemu dengan duta besar AS untuk Kosovo, Jeffrey Hovenier, Albin Kurti pada Minggu malam memutuskan untuk menunda selama sebulan penerapan peraturan perbatasan baru tersebut.
Jeffrey Hovenier sempat mengatakan kepada wartawan bahwa dirinya telah meminta dari Kosovo untuk menunda penerapan kebijakan baru selama 30 hari.
Sementara, Pemerintah Kosovo mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya akan menunda pelaksanaan kedua keputusan tersebut hingga 1 September.
Pemerintah akan mengupayakan agar semua barikade disingkirkan dan kebebasan bergerak penuh didirikan pada hari Senin ini.
Menghalangi
Koresponden AFP melaporkan, pada Minggu malam, ratusan etnis Serbia memarkir truk, tanker, dan kendaraan pengangkut berat lainnya di jalan menuju penyeberangan Jarinje dan Brnjak dengan Serbia. Mereka menghalangi arus lalu lintas.
Kerumunan besar orang Serbia setempat berkumpul di sekitar barikade dengan maksud untuk tetap di sana. "Suasana telah mendidih," kata Presiden Serbia, Aleksandar Vucic pada Minggu pagi. Meski demikian, ia memperingatkan bahwa Serbia akan menang jika diserang.
Pada Minggu, Vucic menyampaikan pidato, menyalahkan Kosovo karena melanggar hak asasi manusia warga Serbia. Ia menegaskan, warganya tidak akan mengalami kekejaman lagi.
Adapun, Kosovo menuduh Serbia mengobarkan kerusuhan dan berusaha merusak aturan hukum di provinsi yang memisahkan diri itu.
“Pemerintah Republik Kosovo mencintai, menghormati, dan melaksanakan hukum dan konstitusionalisme, perdamaian dan keamanan, untuk semua warga negara tanpa membeda-bedakan dan untuk seluruh negara kita bersama,” kata Kurti membela keputusan negaranya.
Kosovo, menurutnya, kini menghadapi chauvinisme nasional Serbia dan menerima informasi yang salah dari Beograd. Ia mendesak warganya untuk waspada.
Kurti menyalahkan Presiden Serbia Aleksandar Vucic dan komisarisnya Kosovo Petar Petkovic atas tindakan agresif dan sikap mengancam dari Beograd.
Kepala Staf Presiden Kosovo, Vjosa Osmani di Twitter menuduh Serbia memainkan "peran spoiler" di Eropa atas nama Rusia. Blerim Vela menuduh Vucic melakukan pengulangan buku pedoman Putin, mengacu pada klaim NATO tentang perilaku Presiden Rusia Vladimir Putin di Ukraina.
Vela juga mengklaim Serbia Kosovo telah mendirikan barikade atas perintah langsung Vucic, dan menyebutnya sebagai upaya terang-terangan untuk merusak supremasi hukum.
Sementara, pasukan penjaga perdamaian pimpinan NATO dari misi KFOR dalam sebuah pernyataan menyebut situasi keamanan di utara Kosovo tegang.
Eropa pun dibayangi risiko perang kedua setelah perang Rusia-Ukraina yang pecah sejak 24 Februari 2022 dan masih terus berlangsung hingga saat ini.
Ketegangan besar terakhir di kawasan itu terjadi pada September 2021 ketika ratusan etnis Serbia melakukan protes setiap hari dan memblokir lalu lintas di dua penyeberangan perbatasan.
Kemarahan mereka dipicu oleh keputusan Pristina yang mewajibkan pengemudi dengan pleat nomor Serbia untuk memakai pelat sementara saat memasuki Kosovo. Mereka yang masuk dari Kosovo harus melakukan hal yang sama di Serbia.
Pembicaraan yang dipimpin Uni Eropa antara Kosovo dan Serbia yang diluncurkan pada 2011 sejauh ini gagal mencapai normalisasi hubungan. Kosovo sudah diakui oleh sekitar 100 negara, termasuk AS dan sebagian besar negara Uni Eropa, tetapi Serbia menolak untuk melakukannya. (Kompas.com/Tribunnews)