Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Pembangunan Sheet Pearl Tambak Lorok Semarang akan Dimulai Bulan September 2022

Berbagai upaya telah dilakukan Pemkot Semarang untuk mengatasi rob dan banjir. 

Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: sujarwo
Tribun Jateng/Rahdyan Trijoko Pamungkas
Talk show masalah banjir rob pada acara The Rising Tide yang diselenggarakan Lanal Semarang. 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Kota Semarang untuk mengatasi rob dan banjir. 

Wakil Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu mengakui banjir rob masih ada di kota Semarang. Adanya dukungan dari Kementerian PUPR rob dan banjir semakin menurun.

"Disisi lain kendala yang ada adalah global warming, dan penurunan tanah," ujarnya saat talk show pada kegiatan The Rising Tide yang diselenggarakan Lanal Semarang bertajuk masalah banjir rob, Rabu (3/8/2022).

Menurutnya, dalam penanganan banjir rob Pemerintah Kota Semarang telah melakukan upaya sejak tahun lalu dan mendapat bantuan dari Kementerian PUPR. Pengendalian banjir Pemkot Semarang telah membangun waduk Jatibarang, dan di wilayah Genuk saat ini sedang dibangun tol.

"Namun sebelumnya  juga telah dibangun rumah pompa di kali Sringin dan Tenggang. Kemudian normalisasi banjir kanal barat dan timur. Nantinya juga ada sabuk tol," tutur wanita akrab disapa Ita.

Kemudian, kata Ita, bulan September tahun 2022 juga akan dibangun sheet pearl di wilayah Tambak Lorok. Pihaknya berharap sheet pearl tersebut dapat bertahan dan  tidak jebol.

"Anggarannya sebesar Rp 300 miliar. Ini sangat luar biasa dimana Pemerintah Kota Semarang tidak ada anggaran. Tapi ini dibantu Kementerian menggunakan anggaran tahun jamak," ujar dia.

Ia mengatakan proyek  sheet pearl saat ini telah memasuki tahap lelang. Pembangunan fisik diharapkan telah dimulai pada bulan September 2022.

"Larinya aliran sungai ada di Tambak Lorok, Genuk, dan Sringin, serta Tenggang. Kalau sheet pearl ini dibangun Insyaallah rob juga semakin berkurang dan mudah-mudahan tidak ada rob di kota Semarang," imbuhnya.

Kepala bidang pelaksanaan jaringan sumber air BBWS Pemali - Juana,  Mustafa mengatakan antisipasi yang harus dilakukan pemerintah Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah adalah membangun tanggul laut, dan memperbanyak pompa.

"Tanggul laut mengurangi rob. Tapi pompa harus diperbanyak karena akan ada kolam retensi," tutur dia.

Menurutnya, penurunan permukaan tanah terjadi di Provinsi Jawa Tengah khususnya di kota Semarang, dan Pekalongan. Berdasarkan penelitian penurunan permukaan tanah antara 0,2 sentimeter sampai 20 sentimeter per tahun.

"Kalau kita lihat penyebab rob diantaranya penurunan air tanah. Bisa dilihat di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas secara rata-rata muka air laut 1,7 meter terhadap muka jalan. Jadi Pelindo harus mereview drainase kawasan termasuk tembok laut," jelasnya.

Dikatakannya, pada perubahan iklim pada 23 Mei 2022 kemarin tersebut menyebabkan air laut naik melimpas. Hal ini dikarenakan terjadi penurunan tanah 10 sentimeter per tahun.

"Kalau dihitung dari 20 tahun yang lalu penurunan tanahnya mencapai 2 meter. Makannya air melimpas," tuturnya.

ia menuturkan tragedi di Lamicitra diakibatkan tembok laut yang ada di kawasan tersebut sangat kritis dan tidak stabil. Hal ini menyebabkan tembok jebol saat  dihantam ombak tinggi.

Sementara itu, Guru Besar Bidang Ilmu Oseanografi Pada Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Prof. Dr. Denny Nugroho Sugianto, menuturkan berdasarkan hasil analisis pada tahun 2009 penyebab rob dikarenakan naiknya permukaan air laut. Namun kenaikan permukaan air laut jika dirata-rata sangat kecil.

"Kenaikan permukaan air laut 7 hingga 8 sentimeter per tahun. Hal tersebut berdasarkan datang pasang surut yang diberikan dari Pushidrosal," tuturnya.

Menurutnya,  mundurnya garis pantai penyebab parahnya rob. Namun hal yang dilakukan pemerintah saat ini untuk menangani hal tersebut dengan cara membangun tanggul. Cara tersebut dinilainya kurang efektif menanggulangi rob. 

Oleh sebab itu pihaknya menyarankan agar tidak membangun tanggul kembali dan memanfaatkan yang sudah ada.

"Jika dilihat secara teori  di laut Jawa gelombang itu ada karena angin. Kalau di pantai selatan gelombang itu ada baik ada angin ataupun tidak ada angin. Gelombang ini datang  terus menerus dan menghantam bangunan sifatnya hanya bertahan saja. Kalau terus menerus menghantam bangunan yang ada itu lama-lama runtuh dan rusak," tuturnya.

Berdasarkan hasil penelitian,kata dia, saat ini  kota Semarang tepatnya di Tug,  garis pantai telah mundur 1,2 hingga 1,8 kilometer. Begitu juga Kabupaten Demak garis pantai mundur paling besar 5,1 kilometer. 

"Jika dibiarkan akan memperparah. Sementara apa yang dilakukan pemerintah Provinsi dan kota sudah sangat besar," tutur dia.

Aplikasi tersebut diciptakan ketika dia sering mendapatkan keluhan masyarakat rob datang secara tiba-tiba. Pihaknya berupaya membantu agar masyarakat mengetahui kapan rob itu datang.

"Jadi masyarakat bisa mengetahui kapan rob itu datang," ujarnya.

Terkait penanganan rob ia menyarankan  untuk mengembalikan garis pantai dengan cara reklamasi kecil yaitu  menambahkan pasir pantai. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan reklamasi kecil hampir sama dengan pembangunan tanggul.

"Kemudian jangan dibuat kepentingan komersial bisnis maupun industri berat. Sebab itu akan memperparah. Karena pemanfaatan air tanah menjadi penyebab turunnya permukaan tanah. Beban bangunan juga memperparah turunnya tanah," tandasnya. (*)

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved