Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Simpanan Masyarakat di Bank Digital Capai Rp 49,3 Triliun Per Mei 2022

jumlah rekening simpanan bank digital mencapai 38,2 juta rekening pada Mei 2022, atau meningkat 8.238,4 persen yoy.

Editor: Vito
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi layanan pembayaran digital di Indonesia. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencermati tren digitalisasi telah merambah sektor perbankan. Hal itu tercermin dari semakin marak bank-bank digital atau neobank di tengah masyarakat.

Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, jumlah rekening simpanan bank digital mencapai 38,2 juta rekening pada Mei 2022, atau meningkat 8.238,4 persen secara tahunan atau year on year (yoy).

Selain itu, nominal simpanan bank digital juga menunjukkan peningkatan meskipun tidak secepat peningkatan jumlah akun. Per Mei 2022, nominal simpanan pada bank digital mencapai Rp 49,3 triliun, atau meningkat 58,1 persen yoy.

“Perbedaan utama bank digital dan bank non-digital hanya pada delivery channel. Dalam hal regulasi dan peran penjaminan simpanan LPS, tidak terdapat perbedaan perlakuan antara bank digital dengan bank non-digital. Sehingga, LPS sesuai amanat undang-undang akan menjamin simpanan nasabah pada bank digital, dengan tetap melihat kriteria 3T,” jelasnya, dalam keterangan tertulis, Kamis (4/8).

Purbaya menuturkan, 3T adalah syarat penjaminan LPS yang terdiri dari, Tercatat pada pembukuan bank, Tingkat bunga yang diterima tidak melebihi Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) LPS, dan Tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, misalnya memiliki kredit macet.

Ia mengakui, digitalisasi tidak bisa dihindari dan merupakan suatu keniscayaan. Menurutnya, digitalisasi yang terjadi pada masyarakat saat ini seperti munculnya cashless society (masyarakat tanpa uang tunai) maupun tren perkembangan perbankan digital, tidak terlepas dari peningkatan pengguna internet di Indonesia.

Menurutnya, data terkini menunjukkan pengguna internet di Indonesia telah mencapai 204,7 juta jiwa atau 73,7 persen dari total populasi per Januari 2022. Selain itu, pengguna internet yang memiliki mobile phone di Indonesia telah mencapai 96,1 persen. Adapun, persentase pengguna internet yang memiliki gawai lain seperti laptop, tablet, dan smart watch, masing-masing sebesar 68,7 persen, 18 persen, dan 17,3 persen.

Meski demikian, Purbaya menyebut, masyarakat yang melakukan transaksi dengan tunai masih banyak. Melihat dari data pada 2019, masyarakat yang memakai uang tunai sebesar 60 persen, kemudian pada 2020 sebesar 58 persen, dan di 2021 sebanyak 59 persen.

"Jadi mayoritas transaksi di Indonesia masih tunai, dan kemungkinan di 2045 sebesar 47 persen masyarakat kita masih tetap tunai, dan untuk benar-benar cashless masih jauh," ujarnya pada acara seminar AMSI.

“Masyarakat kita memang sebagian besar belum cashless, tetapi kita sedang bergerak ke arah sana. LPS akan mempersiapkan diri sebaik mungkin, karena kami juga ingin mewujudkan dunia finansial digital yang tumbuh dengan baik, cepat, dan juga aman,” ujarnya.

Berdasarkan data transaksi uang elektronik, selama 2021 terjadi transaksi uang elektronik di Indonesia sebanyak 5,4 miliar kali transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp 239 triliun. Tren kenaikan tersebut juga secara konsisten masih terjadi pada hingga pertengahan 2022, baik secara volume maupun nilai.

Meski demikian, Purbaya mengingatkan tentang pentingnya penguatan koordinasi antarlembaga, semisal dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk selalu memberikan masukan atau feedback demi keamanan kegiatan transaksi digital masyarakat.

“Kami juga memerlukan feedback yang lebih kuat dari PPATK, karena yang memonitor segala transaksi adalah PPATK, dan kami di KSSK sangat memerlukan untuk mempersiapkan diri demi transaksi digital yang mudah, cepat, dan aman untuk masyarakat,” tandasnya.

Adapun, Menteri BUMN, Erick Thohir mengungkapkan, adanya kesenjangan yang signifikan antara penduduk perkotaan dengan penduduk pedesaan membuat Indonesia masih pada tahapan menuju cashless. Di sisi lain, yang harus diwaspadai masalah berkaitan dengan fraud (tindak penipuan) yang semakin tinggi.

"Saya juga lagi mengumpulkan bank-bank Himbara. Sistemnya masih bisa kena fraud, dan sudah ada tanda-tandanya dalam sistem digital, baik oknum dari luar maupun dari dalam. Penipuan akan lebih canggih dan makin besar angkanya," jelasnya, Rabu (3/8). (Kontan.co.id/Maizal Walfajri/Ignatia Ivani)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved