Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Fokus

Fokus: Nyali Rajawali

Selama berhari-hari, harian ini sebagaimana media lain terus menulis kasus penembakan Brigadir J. Tidaklah heran mengingat peristiwa kriminal yang mel

Penulis: Abduh Imanulhaq | Editor: m nur huda
tribunjateng/cetak/grafis bram kusuma
Abduh Imanulhaq atau Aim wartawan Tribun Jateng 

Tajuk Ditulis Oleh Jurnalis Tribun Jateng, Abduh Immanulhaq

TRIBUNJATENG.COM - Selama berhari-hari, harian ini sebagaimana media lain terus menulis kasus penembakan Brigadir J. Tidaklah heran mengingat peristiwa kriminal yang melibatkan internal Polri ini mendapat atensi khusus seluruh rakyat Indonesia.

Bahkan Presiden Joko Widodo sampai lebih dari dua kali menyatakan kehendak agar kasus ini dibuka seterang-terangnya dan sejelas-jelasnya. Keinginan itu disampaikannya dalam beberapa kesempatan berbeda dengan retorika dan kinesika serupa.

Tak perlu terlalu cerdas untuk memahami suasana kebatinan pernyataan presiden tersebut. Demikian pula kesungguh-sungguhan kemauannya mendapat penjelasan yang bernas mengenai pengungkapan misteri dari kejadian ini.

Apa yang diinginkan kepala negara tak berbeda dari yang dikehendaki masyarakat. Pada hakekatnya, semua merasa penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi. Lebih jauh lagi, apa yang sebenarnya ditutupi dan mengapa ditutup-tutupi.

Dalam era demokrasi digital, Polri harus memahami bahwa masyarakat sudah kian cerdas. Mereka tidak mudah didikte untuk menerima penjelasan dari petinggi kepolisian dalam sebuah kasus kontroversial.

Harus disadari, penjelasan awal versi kepolisian mengenai kasus ini bertentangan dengan nalar dan akal sehat. Secara sederhana, sulit untuk dipahami oleh orang yang tidak dalam keadaan terganggu jiwa.

Aroma amis itu makin menguar sejak ada upaya "pembungkaman" media massa dengan meminjam mulut pejabat Dewan Pers. Meski pada akhirnya dianulir, justru semakin menguatkan kecurigaan tentang adanya ketidakberesan.

Syukur, Presiden Jokowi secara tegas mengeluarkan instruksi agar kasus ini dibuka sejujur-jujurnya. Sebagai insan Bhayangkara, sudah jelas Polri harus tunduk kepada kepemimpinan nasional sebagai pemimpin tertinggi kepolisian.

Sesuai UU Kepolisian, Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden. Posisi Polri berada langsung di bawah Presiden, siapa yang akan membantahnya.

Dalam UU Kepolisian juga disebutkan, Kepala Polri pun bertanggung jawab kepada Presiden. Dengan logika hukum itulah, perintah Presiden kepada Polri adalah perintah yang harus ditaati!

Kita sampaikan juga apresiasi kepada Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo yang bersedia mengikuti perintah kepala negara. Kapolri bahkan langsung mengungkapkan perkembangan mutakhir kasus ini dengan mengumumkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka.

Publik perlu mengetahui, dibutuhkan nyali bak rajawali untuk mengungkapkan kasus yang melibatkan beberapa petinggi Polri tersebut. Instruksi Presiden merupakan dorongan dan dukungan moral bagi Listyo untuk bersikap layaknya burung legenda itu.

Lebih dari itu, sikap Kapolri merupakan pesan khusus bahwa tak ada seorang pun atau siapa pun bisa menghalangi penanganan kasus. Polisi yang anggotanya lebih dari 400.000 orang harus berada dalam satu kesatuan komando.

Anggota Polri harus tunduk kepada pimpinan kepolisian dan tunduk juga kepada Presiden sebagai pemimpin tertinggi kepolisian. Tanpa ada kesatuan komando, kita tak bisa membayangkan bagaimana konsolidasi kepolisian akan dilakukan.

Satu harapan kita, Polri haruslah tetap kokoh sebagai bayangkari negara. Polri haruslah tetap menjadi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang punya tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, melindungi, mengayomi, dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dimulai dari diri sendiri. (*/TRIBUN JATENG CETAK)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved