Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

Harga Mi Instan akan Naik 3 Kali Lipat Dampak Perang Rusia dan Ukraina yang Belum Berakhir

Tak tanggung-tanggung, harga mi instan diperkirakan akan melambung tiga kali lipat dari harga sekarang.

Editor: m nur huda
Shutterstock
Ilustrasi mi instan - Tak tanggung-tanggung, harga mi instan diperkirakan akan melambung tiga kali lipat dari harga sekarang. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Dampak resesi global mulai terasa. Perang yang berkecamuk di Eropa diperkirakan akan berimbas pada melonjaknya harga barang kebutuhan pokok. Mi instan salah satunya.

Harga makanan favorit anak kos itu diperkirakan akan naik. Tak tanggung-tanggung, harga mi instan diperkirakan akan melambung tiga kali lipat dari harga sekarang.

Setidaknya itulah yang dikatakan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Ia menyebut harga mi instan akan naik tiga kali lipat imbas perang Rusia-Ukraina. Pasalnya, perang antara kedua negara itu membuat ratusan ton gandum tertahan.

Alhasil, pasokan gandum ke sejumlah negara termasuk Indonesia berkurang sehingga harganya jadi naik. Gandung adalah bahan baku untuk membuat mi.

"Belum selesai dengan climate change, kita dihadapkan perang Ukraina-Rusia, di mana ada 180 juta ton gandum tidak bisa keluar, jadi hati-hati yang makan mi banyak dari gandum, besok harganya (naik) 3 kali lipat," kata Syahrul dalam webinar Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Senin (9/8).

Syahrul mengatakan stok gandum Indonesia masih tergantung pada impor. Karenanya, gangguan pasok ini sangat berpengaruh pada kebutuhan dalam negeri.

"Saya bicara ekstrem saja, ada gandum tapi harganya mahal banget. Sementara kita impor terus," kata dia.

Syahrul menjelaskan, kondisi yang saat ini terjadi perlu koordinasi dari berbagai pihak.

Ia meminta pemerintah daerah menguatkan produktivitas pertanian sehingga dampak yang akan dialami dari adanya konflik global tidak terlalu terasa di dalam negeri.

Selain mi instan yang diprediksi akan mengalami lonjakan, Syahrul mengungkap adanya potensi tersendatnya pasokan pupuk ke Indonesia. Saat ini Indonesia menjadi importir pupuk dari Rusia maupun Ukraina.

"Di Ukraina dan Rusia juga pemasok pupuk terbesar dunia, karena ada posfat, kalium yang terbesar, dan harga naiknya pupuk di dunia 3 sampai 5 kali lipat dari harga sekarang karena persolan konektivitas yang tidak tidak berjalan normal," kata dia.

Terpisahm Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), Franky Welirang tak menampik pernyataan Syahrul mengenai kemungkinan naiknya harga mi instan.

Franky mengatakan gandum yang masuk pada Agustus hingga September nanti bisa saja menjadi harga gandum tertinggi.

Namun demikian, ia memperkirakan kenaikan harga mi instan itu tidak akan sampai tiga kali lipat seperti yang dikatakan Mentan. "Kenaikan ini tak berdampak banyak terhadap harga mie," ujar Franky, Rabu (10/8).

Menurutnya, kenaikan harga mie tak akan signifikan. Sebab, terigu yang dihasilkan dari biji gandum bukan satu-satunya komponen utama.

"Kalau tahu costing mie instan baru orang mengerti bahwa mi instan bukan hanya terigu. Komponen terigunya juga tidak besar-besar amat," katanya.

"Harga mie instan bisa saja naik, bisa saja. Tapi kalau ada pernyataan yang mengatakan bisa tiga kali lipat, itu berlebihan. sangat-sangat berlebihan," kata Franky.

Ia menambahkan, Indonesia mengimpor gandum ke banyak negara. Apalagi, saat ini beberapa negara yang dimaksud juga sedang panen gandum. Jadi, kata dia, pasokan gandum dalam negeri tak akan banyak terpengaruh.

"Hari ini di bulan, dari bulan Juli-Agustus, Amerika, Kanada, Panen. Rusia panen, nanti sebentar lagi Argentina panen. Nggak usah diributin lah. Nggak ada yang perlu ditakut-takutin kepada konsumen kita," katanya.

Di sisi lain Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yakin harga mi instan tidak akan naik tiga kali lipat seperti yang dikatakan Mentan.

Sebaliknya, ia menyebut harga gandum akan turun seiring membaiknya panen komoditas itu di sejumlah negara.

"Enggak (naik). Dulu kan gagal panennya (gandum) Australia, Kanada, Amerika gagal, sekarang panennya sukses," ujar Zulhas di Kementerian Perdagangan, Rabu (10/8).

Zulhas menambahkan saat ini Ukraina sudah bisa mengekspor gandum sehingga harga komoditas itu akan turun pada September mendatang.

"Apalagi sekarang Ukraina bisa jual (gandum). Mungkin September trennya akan turun," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyampaikan kenaikan harga gandum akibat invasi Rusia ke Ukraina akan berdampak pada harga pangan seperti roti dan mi di Indonesia. Sebab, Indonesia masih bergantung pada gandum dari dua negara tersebut. 

"Ini hati-hati yang suka makan roti yang suka makan mi, harganya bisa naik. Karena apa? ada perang di Ukraina. Kenapa perang di Ukraina mempengaruhi harga gandum? Karena produksi gandum 34 persen berada di negara itu. Rusia, Ukraina, Belarusia semua ada di situ. Di Ukraina saja ada stok gandum," papar Jokowi.

Ia pun menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Ukraina. Di sana ia menanyakan langsung kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy soal stok gandum.

"Waktu saya ke sana, saya tanya langsung Presiden Ukraina, berapa stok yang ada di Ukraina? 22 juta ton. Stok gak bisa dijual. Kemudian ada panen baru ini 55 juta ton, artinya stoknya menjadi 77 juta ton," urai Jokowi.

Kemudian, saat berkunjung ke Rusia, Jokowi juga menanyakan hal yang sama ke Presiden Vladimir Putin. Ternyata stok gandum di negara itu mencapai 130 juta ton.

"Bayangkan berapa ratus juta orang ketergantungan kepada gandum Ukraina dan Rusia. Dan sekarang ini sudah mulai (langka). Barang itu gak bisa keluar dari Ukraina dan gak bisa keluar dari Rusia," kata Jokowi.(tribun network/hen/kps/dod/tribun jateng cetak)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved