Berita Nasional
Presiden Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen Tahun Depan, Tapi Perlu Waspada Tinggi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mematok target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mematok target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023.
Target itu melihat asumsi dasar ekonomi makro dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian nasional disertai tantangan krisis global.
"Pemerintah akan menciptakan lapangan pekerjaan baru, sehingga penyerapan tenaga kerja juga bertambah," kata Jokowi, dalam Sidang Tahunan MPR-DPR, Selasa (16/8).
Kepala negara meyakini ekspansi produksi yang konsisten akan terus didorong untuk membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya.
"Berbagai sumber pertumbuhan ekonomi baru harus segera diwujudkan, agar sumber pertumbuhan semakin luas," ucapnya.
Selain, Jokowi menuturkan, pelaksanaan berbagai agenda reformasi struktural akan terus diakselerasi untuk transformasi perekonomian. Tak hanya itu, investasi juga harus dipacu, dan daya saing produk manufaktur nasional di pasar global harus ditingkatkan.
Sebab, menurutnya, dengan semakin kuatnya sektor swasta sebagai motor pertumbuhan ekonomi, manajemen kebijakan fiskal dapat lebih diarahkan untuk menciptakan keseimbangan antara perbaikan produktivitas dan daya saing.
"Bauran kebijakan yang tepat, serta sinergi dan koordinasi yang semakin erat antara otoritas fiskal, moneter, dan sektor keuangan akan menjadi modal yang kuat dalam rangka akselerasi pemulihan ekonomi nasional, serta penguatan stabilitas sistem keuangan," jelasnya.
Di tahun depan, pemerintah menargetkan inflasi di level 3,3 persen. Jokowi menyatakan, angka tersebut sudah mempertimbangkan inflasi dari eksternal, terutama inflasi pangan dan energi.
"Asumsi inflasi pada level ini menggambarkan keberlanjutan pemulihan dari sisi permintaan, terutama perbaikan daya beli masyarakat," ujarnya.
Nilai tukar rupiah, lanjut Jokowi, diperkirakan bergerak dalam rentang Rp 14.750 per dolar AS, dan rata-rata suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun diprediksi sebesar 7,85 persen.
Selain itu, harga minyak mentah Indonesia (ICP) diproyeksi sebesar 90 dolar AS per barel. Kemudian, lifting minyak ditargetkan 660 ribu barel/hari, dan gas bumi 1,05 juta barel setara minyak/hari.
Suportif
Jokowi mengungkapkan, arsitektur APBN 2023 harus mampu meredam keraguan, membangkitkan optimisme, dan mendukung pencapaian target pembangunan. Menurutnya, diperlukan kewaspadaan yang tinggi untuk mengantisipasi segala kemungkinan buruk bagi APBN.
"APBN 2023 adalah APBN yang suportif dan terukur dalam menghadapi berbagai kemungkinan," tandasnya.
Ia menegaskan, pemerintah terus melakukan konsolidasi fiskal agar momentum pemulihan konsisten menguat.
Presiden pun menambahkan bahwa konsolidasi fiskal merupakan refleksi kesiapsiagaan menyongsong tantangan baru yang lebih besar.
Dalam RAPBN 2023, pemerintah merencanakan belanja negara sebesar Rp 3.041,7 triliun, yang meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp 2.230 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 811,7 triliun.
Sedangkan, pendapatan negara pada 2023 dipatok sebesar Rp 2.443,6 triliun, terdiri dari Rp 2.016,9 triliun dari penerimaan perpajakan, dan Rp 426,3 triliun dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Adapun, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menilai, pemerintah tidak optimistis dengan menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2023 sebesar 5,3 persen.
"Kami melihat tampaknya benar-benar terjadi awan gelap di tahun 2023," ujarnya dalam diskusi, Selasa (16/8).
Ia berujar, proyeksi pertumbuhan ekonomi itu diambil dari batas bawah dari asumsi dasar makro dalam RAPBN 2023 yang disetujui Badan Anggaran (Banggar) DPR.
"Pertumbuhan ekonomi antara 5,3-5,9 persen artinya pemerintah mengambil preferensi batas bawah dari target pertumbuhan ekonomi. Tahun depan masih menjadi tahun kritis. Kita dibayang-bayangi krisis Rusia-Ukraina dengan harga ICP 90 dollar AS per barel," terangnya.
"Saya kira tahun depan terjadi stagnasi ekonomi, ini harus diwaspadai, terutama masyarakat bawah, karena tampaknya akan terjadi pengurangan subsidi BBM yang signifikan karena keterbatasan anggaran pemerintah," tukas Tauhid. (Tribun Network/Reynas Abdila/Dennis Destryawan/tribun jateng cetak)