Harga Telur Capai Rekor Tertinggi, Zulhas: Tak Seberapa, Jangan Diributkan
Zulhas menilai, kenaikan harga telur menjadi Rp 32.000/kg saat ini belum seberapa, dan meminta masyarakat tidak meributkan hal tersebut.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan angkat bicara terkait dengan naiknya harga telur yang kini sudah menembus Rp 32.000/kg.
Zulhas, sapaannya, menilai, kenaikan harga telur saat ini belum seberapa, dan meminta masyarakat tidak meributkan hal tersebut.
"Oh itu (harga telur ayam naik-Red) enggak seberapa kok. Jangan diributkan yah," ujarnya, di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, dikutip dari Kompas.com, Selasa (23/8).
Menanggapi hal itu, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyayangkan pernyataan Zulhas yang lebih mendorong tidak meributkan kenaikan harga telur, dibandingkan dengan upaya menurunkan harga.
"Persoalan telur ini sudah terjadi sejak beberapa minggu terakhir, dari Rp 27.000 per kg, menuju Rp 29.000 per kg, ke Rp 30.000 per kg, bahkan sekarang sampai ke Rp 32.000 per kg," kata Ketua DPP Ikappi, Abdullah Mansuri.
Menurut dia, harga telur ayam saat ini tertinggi dalam sejarah 5 tahun terakhir, dan seharusnya persoalan di lapangan seperti pangan, petelur, distribusi menjadi masalah yang fokus diselesaikan Kementerian Perdagangan, bukan lari dari persoalan.
"Ikappi meminta kepada Kementerian Perdagangan untuk melakukan upaya-upaya lanjutan, tidak hanya berstatement yang justru akan membuat kegaduhan," ujarnya.
Abdullah meminta Kemendag mengumpulkan peternak-peternak besar atau petelur-petelur besar dalam rangka mencari solusi, dan langkah apa yang harus dilakukan ke depan, bukan justru menyampaikan bahwa supply berlebih dan tidak perlu diributkan.
"Ribut ini karena ada jeritan dari emak-emak yang terus mengalir kepada kami, sehingga kami mau tidak mau harus mendorong agar pemerintah mencarikan solusi," ucapnya.
"Telur adalah komoditas yang cukup besar permintaannya. Jika harganya tinggi maka jadi masalah. Kami harap pemerintah bisa menyelesaikan persoalan telur dalam waktu sesingkat-singkatnya," sambungnya.
Adapun, harga telur ayam di sejumlah pasar di Jateng juga tercatat mengalami kenaikan. Di Kabupaten Semarang, harga telur di Pasar Bandarjo Ungaran dan Babadan Ungaran pada Selasa (23/8), mencapai Rp 30 ribu/kg.
Seorang pedagang di Pasar Bandarjo, Mawardi (65) menyatakan, kenaikan harga telur ayam itu terjadi mulai hari ini.
“Hari kemarin masih Rp 29 ribu/kg. Saya tidak tahu naiknya kenapa, tapi dari pengirimnya sudah naik. Belum terasa penurunan pembeli, hari ini tetap ada yang beli,” ujarnya, kepada Tribun Jateng.
Seorang pedagang lain di pasar itu, Endah (48) menyebut, harga telur ayam di kiosnya masih bervariasi, yakni antara Rp 29 ribu-Rp 30 ribu per kg.
Di Kota Salatiga, harga telur juga tercatat mengalami kenaikan. Satu penjual telur di Pasar Blauran, Warsini mengatakan, kenaikan harga telur terjadi sejak 3 hari kemarin.
Saat ini harga telur ayam di Kota Salatiga mencapai Rp 29.000/kg. “Sebelumnya itu harga telur Rp 25.000 per kg,” jelasnya.
Menurutnya, naiknya harga telur itu akibat tingginya lonjakan harga pakan ternak. “Selain harga pakan ternak tinggi, telur di sini banyak juga diborong untuk diberikan bantuan kepada warga miskin,” paparnya.
Endah berujar, kenaikan harga telur itu menyebabkan penjualan mengalami penurunan. “Jadi sepi yang beli telur, penurunannya mencapai 50 persen,” ucapnya.
Sebelum harga telur ayam naik, ia mengaku dapat menjual telur ayam hingga 50 kg sehari, atau 50 kotak. “Satu kotak beratnya 10 kg. kalau sekarang saat harganya naik saya paling bisa menjual sampai tiga kotak, atau 30 kg sehari,” ungkapnya.
Di Pasar Bunder Sragen, harga telur mengalami kenaikan Rp 5 ribu menjadi Rp 29 ribu/kg, dari harga sebelumnya Rp 24 ribu/kg. Tri Basuni, satu pedagang telur di Pasar Bunder menuturkan, kenaikan harga itu telah terjadi sejak sepekan terakhir.
"Kenaikan Rp 3 ribu-Rp 5 ribu. Sekarang harga telur melambung tinggi luar biasa. Kenaikan sudah 10 hari ini, harga telur untuk partai besar Rp 27.800, kalau eceran Rp 29.000," jelasnya.
Kenaikan harga telur itu berimbas pada jumlah penurunan penjualan Tri, dengan omzetnya anjok 25 persen. Pada kondisi normal, ia bisa menjual 3 ton telur/hari, sedangkan saat ini hanya 2 ton telur dalam sehari.
"Omset tentu agak menurun karena penjualan menurun, menurunnya sekitar 25 persen. Kalau normal sehari bisa jual 3 ton, saat ini paling 2 ton, itu saja sudah susah," keluhnya.
Menurutnya, kenaikan harga telur bisa jadi karena bantuan PKH yang mulai didistribusikan, tetapi juga bisa dikarenakan harga pakan ayam juga mengalami kenaikan.
"Naiknya harga telur ini musiman. Biasanya harga telur naik menjelang lebaran dan keluarnya bantuan PKH seperti saat ini," terangnya. (Kompas.com/Elsa Catriana/Tribun Jateng/rez/han/uti)