Berita Nasional
Komisi VI DPR Soroti Lonjakan Harga Telur, Kasihan Pedagang Martabak
Komisi VI DPR menyoroti melambungnya harga telur saat rapat kerja bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag). Hal itu menyusul dampaknya terhadap daya
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Komisi VI DPR menyoroti melambungnya harga telur saat rapat kerja bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag). Hal itu menyusul dampaknya terhadap daya beli masyarakat di level bawah, termasuk aktivitas bisnisnya.
Seperti diketahui, harga telur ayam ras naik tajam dalam beberapa waktu ke belakang. Di pasar-pasar tradisional, harga telur menembus lebih dari Rp 30 ribu/kg, bahkan sampai Rp 33 ribu/kg.
Anggota Komisi VI DPR, Mufti Aimah Nurul Anam meminta Kemendag menyelesaikan persoalan harga telur. Sebab, akan menyulitkan masyarakat kecil hingga pedagang.
"Karena kalau telur naik, pedagang martabak, mie tek-tek, mereka tidak mampu menaikkan harganya, karena minyak goreng sudah mahal," ujarnya, saat raker dengan Kemendag di DPR, Jakarta, Rabu (24/8).
Menurut dia, harga telur saat ini tercatat menjadi yang termahal dalam sejarah, yakni di angka Rp 31.000 per kilogram. Mufti meminta Zulhas tidak 'meremehkan' persoalan kenaikan harga telur, dengan menyebut kenaikan harga telur tidak seberapa dan jangan diributkan.
Ia berharap pengalaman menteri perdagangan sebelumnya jadi pembelajaran, di mana meremehkan persoalan minyak goreng hingga berlarut naik signifikan.
Mufti juga menyinggung janji-janji Zulhas. Pertama, soal masalah keterlibatan kader Partai Amanat Nasional (PAN) di proyek-proyek Kementerian Perdagangan. Kedua, mengendalikan harga minyak goreng selama 2 minggu.
"Tapi kalau kita lihat memang turun, harga CPO dunia menurun, di dalam negeri lelang CPO juga turun," jelasnya.
Ketiga, Mendag berjanji mengembangkan kemasan sederhana untuk distribusikan. Keempat, berjanji menyelesaikan persoalan di sektor perdagangan yang belum selesai. Kelima akan memperluas pasar ekspor melalui intelijen pasar dan kedutaan besar.
"Keenam, soal membersihkan pejabat internal yang bermasalah," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Zulhas mengungkap dua faktor utama yang menyebabkan harga komoditas telur ayam melonjak hingga lebih dari Rp 30 ribu/kg.
Ia menjelaskan bahwa harga telur sudah dijual di atas Rp 30 ribu saat dirinya pertama menjadi kali menjabat sebagai Mendag. Namun, harga itu sempat turun menjadi Rp 26 ribu/kg.
Dengan harga Rp 26 ribu/kg, Zulhas menyatakan, besaran tersebut tak layak bagi para penjual telur ayam. Sehingga, para indukan ayam dilakukan aplir dini atau disembelih.
“Waktu saya duduk pertama (jadi mendag-Red) Rp 32 ribu/kg (harga telur-Red), turun sampai Rp 26 ribu/kg, sekarang naik lagi. Ya sebabnya itu, karena terlalu murah, jadi apkir dini. Apa yang disebut dengan apkir dini? Jadi induknya itu, induknya (ayam) yang petelur itu disembelih, dijual,” terangnya.
Mendongkrak harga
Ketua Umum (Ketum) Partai Amanat Nasional (PAN) itu menjelaskan alasan apkir dini tersebut. Hal itu dilakukan untuk mendongkrak harga telur ayam yang sempat anjlok. Apkir dini itupun dilakukan dengan melibatkan perusahaan besar telur ayam ini.
“Kalau terlalu murah (harga telur-Red), dipotong, dijual induknya. Kan ada induk ayam bertelur, diapkir/disembelih, dijual agar enggak nelur lagi, telur sedikit harga naik,” jelasnya.
Kemudian faktor kedua ialah karena Kementerian Sosial (Kemensos) mengakumulasi bantuan sosial dalam waktu 3 bulan. Bansos tersebut, lanjut Zulhas, mayoritas berupa telur ayam. “Jadi permintaan tiba-tiba melonjak naik,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Abdullah Mansuri menyayangkan pernyataan Zulhas yang lebih mendorong tidak meributkan kenaikan harga telur, dibandingkan dengan upaya menurunkan harga.
"Persoalan telur ini sudah terjadi sejak beberapa minggu terakhir, dari Rp 27.000 per kg, menuju Rp 29.000 per kg, ke Rp 30.000 per kg, bahkan sekarang sampai ke Rp 32.000 per kg," katanya.
Menurut dia, harga telur ayam saat ini tertinggi dalam sejarah 5 tahun terakhir, dan seharusnya persoalan di lapangan seperti pangan, petelur, distribusi menjadi masalah yang fokus diselesaikan Kemendag, bukan lari dari persoalan.
"Ikappi meminta kepada Kementerian Perdagangan untuk melakukan upaya-upaya lanjutan, tidak hanya berstatement yang justru akan membuat kegaduhan," ujarnya.
"Telur adalah komoditas yang cukup besar permintaannya. Jika harganya tinggi maka jadi masalah. Kami harap pemerintah bisa menyelesaikan persoalan telur dalam waktu sesingkat-singkatnya," sambungnya. (Tribunnews/Dennis Destryawan/Naufal Lanten/TRIBUN JATENG CETAK)