Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

KPU Perlu Umumkan Rekam Jejak Eks Koruptor Nyaleg Lagi

KPU dan media massa dapat menginformasikan nama eks koruptor itu secara luas kepada masyarakat, agar publik mengetahui latar belakang caleg.

Editor: Vito
zoom-inlihat foto KPU Perlu Umumkan Rekam Jejak Eks Koruptor Nyaleg Lagi
dokumen
Logo KPU

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diimbau untuk dapat mengatur masa jeda eks koruptor maju lagi sebagai calon anggota legislatif (caleg) di dalam aturan mereka.

Peneliti Perludem, Nurul Amalia Salabi mengatakan, sesuai dengan aturan yang ada, jeda waktu eks koruptor dapat kembali mencalonkan diri adalah 5 tahun setelah menjalani masa pidana.

"KPU mengatur di PKPU pencalonan anggota legislatif terkait masa jeda 5 tahun bagi mantan terpidana kasus korupsi yang ingin mencalonkan diri di DPD, DPR, DPRD provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota," katanya, dalam diskusi publik berjudul Mantan Terpidana Korupsi Boleh Nyaleg?, di Jakarta, Senin (29/8).

Tak hanya itu, ia juga meminta agar KPU dan media massa dapat menginformasikan nama eks koruptor itu secara luas kepada masyarakat. Tujuannya agar publik mengetahui latar belakang caleg dari wilayah mereka.

Nurul juga meminta KPU memasang nama dan foto caleg mantan koruptor di tiap TPS, berserta informasi mengenai jenis korupsi yang pernah dilakukan calon anggota legislatif itu. "Itu harus diinformasikan secara rutin kepada pemilih, nama-nama calon yang mantan koruptor," ucapnya.

Berdasarkan catatan Perludem, pada 2019 lalu ada 81 caleg eks koruptor yang mencalonkan diri. Dari jumlah itu, delapan orang di antaranya berhail terpilih.

Secara rinci, delapan orang tersebut adalah DPRD Provinsi Maluku Utara dapil 3 Welhemus Tahelele, dan DPRD Kabupaten Blora dapil 3 YHM Warsit.

Selain itu, DPRD Provinsi Banten dapil 6 Desy Yusandi, DPRD DKI Jakarta dapil 3 Moh Taufik, dan DPRD Kabupaten Pesisir Barat dapil 3 Mat Muhizar, DPRD Provinsi Papua Barat dapil 2 Abher Reinal Jitmau, DPRD Kabupaten Kepulauan Talaud dapil 3 Djekmon Amisi, dan DPD Provinsi Aceh Abdullah Puteh.

Nurul menilai, mereka bisa terpilih karena masyarakat tidak mendapat informasi utuh terkait dengan latar belakang calon-calon legislatif.

"Welhemus adalah Bupati Halmahera Timur tahun 2005-2010 yang terbukti melakukan korupsi bansos senilai Rp 4,8 miliar. Dia dipidana penjara 4 tahun," paparnya.

"Nah, siap-siap di pemilu 2024 nanti, apalagi kalau tidak ada aturan mengenai masa jeda dari masa hukuman. Nama-nama caleg mantan koruptor di 2019 itu beberapa sudah diberitakan mereka akan maju di 2024," sambungnya.

Adapun, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyoroti wacana diperbolehkannya mantan koruptor mendaftar sebagai caleg di pemilu 2024. Juru Bicara PSI, Ariyo Bimmo menyebut, masih banyak orang lain yang layak mencalonkan diri.

"Kayak enggak ada orang lain saja. Kan pasti masih banyak kader yang punya integritas. Saya pikir, ini juga yang menjadikan regenerasi politik mandek di banyak parpol,” ujarnya, dalam keterangannya, Senin (29/8).

PSI menyayangkan sampai saat ini masih ada partai politik yang memberi kesempatan kepada kader-kadernya yang telah terbukti korupsi untuk kembali menyandang jabatan publik.

"Tempo hari ada yang diangkat menjadi komisaris BUMN. Sebelumnya malah ada yang terpilih sebagai anggota DPR/DPRD. Sepakat bahwa secara aturan masih memungkinkan, tapi parpol jelas memiliki wewenang untuk menjadi filter dalam perjuangan antikorupsi,” tandasnya. (Kompas.com/Fika Nurul Ulya/Adhyasta Dirgantara)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved