Berita Nasional
Para Bawahan Ferdy Sambo Menangis Setelah Tahu Skenario Kasus yang Tak Sesuai Fakta
Para bawahan Ferdy Sambo merasa kecewa bahkan menangis mengetahui rekayasa atau skenario kasus kematian Brigadir J.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Para bawahan Ferdy Sambo merasa kecewa bahkan menangis mengetahui rekayasa atau skenario kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Irjen Ferdy Sambo yang digelar Kamis (25/8/2022) hingga Jumat (26/8/2022), beberapa personel kepolisian itu menangis.
"Ketika mereka (bawahan Sambo) ditanya kapan saudara merasakan bahwa apa yang dikatakan FS itu bohong, tidak sesungguhnya fakta, yang ada di situlah mereka menusuk hati sehingga tidak bisa menahan air matanya," kata Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim, dalam siaran langsung YouTube Kompas.com, Rabu (31/8/2022).
Baca juga: Potret Asli Jenazah Brigadir J, 1 Jam Setelah Ditembak Bharada E dan Sambo: Foto Dari Recycle Bin HP
Baca juga: INNALILLAHI, Ibu dan Anak Meninggal, Kecelakaan Maut di Sragen, Motor Remuk Terlindas Truk Tangki
Yusuf yang turut hadir dalam sidang kode etik tersebut melihat, para anak buah Sambo kecewa karena telah masuk dalam jebakan rekayasa atau skenario kasus atasannya.
Melalui sidang itu terungkap, Ferdy Sambo berusaha meyakinkan bawahannya bahwa istrinya, Putri Candrawathi, dilecehkan oleh Brigadir J.

Ke para anak buahnya, Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri tersebut juga mengandaikan bagaimana jika pelecehan itu terjadi pada keluarga mereka.
"Terus ditanya lagi (ke) bawahannya, 'itu kalau terjadi kepada kamu, bagaimana posisinya?'. Menyampaikan istrinya itu (dengan sebutan) mbakmu. 'Itu kalau terjadi itu bagaimana? Apa yang terjadi pada mbakmu terjadi?''" ujar Yusuf.
Sambo juga berusaha meyakinkan bahwa setelah pelecehan itu, terjadi baku tembak antara Brigadir J dan Richard Eliezer atau Bharada E di rumah dinasnya yang berujung tewasnya Yosua.
Rupanya, jenderal bintang dua tersebut sempat memerintahkan bawahannya supaya mengumumkan ke publik bahwa Bharada E merupakan penembak nomor satu.
"Kan waktu itu ada rilis soal sebutan (Bharada E) penembak nomor satu. Itu ada perintah dari FS," ucap Yusuf.

Yusuf mengatakan, kalimat-kalimat Sambo itu seolah berhasil menghipnotis para anak buahnya. Akhirnya, mereka percaya adanya pelecehan dan baku tembak.
"Itu jadi disugesti apakah hipnotis dan sebagainya. Itu yang muncul di keterangan saksi pada waktu kemarin mereka pada waktu itu mempercayai apa yang dikatakan oleh FS," kata dia.
Menurut Yusuf, kala itu para personel kepolisian tersebut tak kuasa menolak perintah Sambo yang merupakan atasan mereka.
Padahal, norma kode etik Polri telah mengatur bahwa anggota kepolisian harus menolak perintah atasan jika itu bertentangan dengan norma hukum, agama, dan susila.
Namun, semua sudah terlanjur. Kini para bawahan Sambo itu hanya bisa menyesali perbuatan mereka.