Fokus

Fokus: Pengurangan Subsidi Ancaman untuk Pertamina?

Pemerintah memutuskan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) alias mengurangi subsidi pada pertalite dan bio solar. Selain itu, ada juga pertamax yan

Penulis: galih pujo asmoro | Editor: m nur huda
Bram Kusuma
Galih Pujo 

Tajuk Ditulis Oleh Wartawan Tribun Jateng, Galih Pujo Asmoro

TRIBUNJATENG.COM - Pemerintah memutuskan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) alias mengurangi subsidi pada pertalite dan bio solar. Selain itu, ada juga pertamax yang harganya ikut naik, meksipun tak termasuk BBM bersubsidi. Terhitung mulai pukul 14.30, Sabtu (3/9), harga pertalite (RON 90) jadi Rp 10.000 per liter, bio solar Rp 6.800 per liter, dan pertamax (RON 92) jadi Rp 14.500 per liter. Sementara harga pertamax turbo (RON 98) turun jadi Rp 15.900 per liter

Kenaikan harga BBM, jelas berdampak pada masyarakat. Selain itu, seperti yang sudah-sudah juga bakal berefek domino pada banyak sektor. Guna mengimbanginya, pemerintah mengucurkan BLT yang diberikan pada mereka yang membutuhkan. Namun selain pada masyarakat, kenaikan harga BBM kali ini juga sepertinya akan berdampak pada Pertamina.

Penyebabnya, harga BBM yang dijual di SPBU Pertamina tidak berbeda jauh dibanding kompetitornya yang merupakan perusahaan asing. Di SPBU Shell, harga Shell Super (RON 92) dijual Rp 15.420-15.750 per liter. Sedangkan Shell V-Power (RON 95) dipatok Rp 16.130-16.470 per liter. Sedangkan di SPBU Vivo, Revvo 92 dijual Rp 15.400 per liter dan Revvo 95 dijual dipasarkan Rp 16.100 per liter. Terakhir, di BP-AKR, BP 90 dijual Rp 15.320 per liter, BP 92 Rp 15.420 per liter, dan BP 95 dipasarkan Rp 16.130 per liter.

Melihat angka itu, selisih harga BBM nonsubsudi antara SPBU Pertamina dan kompetitornya tidak terlalu jauh. Hal itu tentu ancaman nyata. Terlebih lagi, kategori kepemilikan SPBU Pertamina ada tiga jenis. Yakni Company Owned Company Operated (COCO) atau SPBU yang dimiliki dan dioperasikan oleh Pertamina. Kemudian Company Owned Dealer Operated (CODO), SPBU milik Pertamina namun dioperasikan swasta. Terakhir Dealer Owned Dealer Operated (DODO) atau SPBU yang sepenuhnya dimiliki swasta.

Selisih angka yang tidak terlampau jauh, bukan tidak mungkin, SPBU Shell, BP-AKR, dan Vivo akan semakin menjamur. Terlebih, bila hal itu juga dibarengi dengan peralihan konsumsi dari BBM produk Pertamina ke produk lainnya, bukan tidak mungkin SPBU DODO tidak malih rupa. Ingat, tidak sedikit pebisnis yang pragmatis. Mana yang lebih menguntungkan akan lebih dipertimbangkan, termasuk juga bisnis penyaluran BBM.

Di sisi lain, tidak sedikit juga warga kita yang bisa dikatakan "tidak percaya diri" atau "lebih bangga" menggunakan produk luar negeri. Seorang teman saya yang sehari-hari tinggal di Jakarta misalnya, mengaku selalu mengisi BBM kendaraannya di SPBU Shell. Terbuka kemungkinan, hal semacam itu juga terjadi.

Belum lagi, jumlah SPBU COCO yang tidak begitu banyak. Saya coba browsing dengan kata kunci "jumlah SPBU COCO di Indonesia", pemberitaan yang muncul adalah berita tertanggal 9 Desember 2020. Kala itu, total jumlah SPBU di Indonesia sebanyak 7.026 di mana 162 di antaranya adalah SPBU COCO. Jadi, SPBU CODO dan DODO sebanyak 6.864. Angka total SPBU tentu sudah bertambah. Namun pertanyaannya, berapa jumlah SPBU COCO yang sepenuhnya dimiliki Pertamina saat ini di mana di tahun itu hanya 162 titik?

Sebelum memutuskan mengurangi subsidi, pemerintah tentu juga mengalami dilema. Pastinya cerdik pandai di pemerintahan sudah memperhitungkan dampak pada rakyat, APBN, ekonomi, hingga tentunya Pertamina. Secara pribadi, saya setuju dengan pengurangan subsidi yang diberikan ke barang, apapun termasuk pada BBM. Alasannya jelas, subsidi ke barang dan dijual secara terbuka seperti BBM, pasti potensi ketidaktepatan sasarannya menganga lebar.

Di sisi lain, pemerintah juga harus berpikir bagaimana caranya agar Pertamina bisa menjual BBM dengan harga lebih kompetitif meskipun sama sekali tidak disubsidi pada nantinya. Karena bukan tidak mungkin, ke depan, SPBU Pertamina dengan SPBU kompetitornya seperti minimarket yang berkompetisi namun gerainya saling berhadap-hadapan di satu ruas jalan. Sekarang baru BBM, bagaimana jika LPG pun dikurangi subsidinya? Akankah mengancam Pertamina? (Tribun Jateng Ceak)

Sumber: Tribun Jateng
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved