Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Tegal

Taufik AKP Migran Tegal Tak Digaji Selama Pandemi Covid-19, Dipulangkan Saja Sudah Beruntung

Menjadi seorang Awak Kapal Perikanan (AKP) Migran di kapal pemilik orang Eropa  ternyata tak menjamin kesejahteraan.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: rival al manaf

TRIBUNJATENG.COM,TEGAL - Menjadi seorang Awak Kapal Perikanan (AKP) Migran di kapal pemilik orang Eropa  ternyata tak menjamin kesejahteraan.

Taufik Haryanto (34)  AKP asal Tegal mengaku, nasibnya tak jelas saat ikut kapal berbendera Afrika dengan pemilik kapal warga asal Spanyol.

Nasibnya terkatung-katung selama hampir setahun akibat perlakuan pemilik kapal.

"Iya, kapalnya di Afrika tapi pemilik orang Spanyol, mereka berdalih kapal mau bangkrut sehingga tak mampu gaji kru kapal," ujarnya kepada Tribunjateng.com, di Tegal, Rabu (7/9/2022).

Kondisi tersebut bermula saat hantaman Pandemi Covid-19 yang menyebabkan kapal tidak berlayar.

Imbasnya selama setahun  bekerja para kru kapal hanya sembilan bulan dibayar. 

Dalam kapal itu ada kru asal Indonesia sebanyak 14 orang. Mereka akhirnya dipulangkan oleh pemilik kapal selepas protes keras.

"Pemilik kapal minta kami kerja sesuai kontrak selama 18 bulan tapi gaji tiga bulan tidak dibayar takutnya ketika melanjutkan kontrak tambah tidak dibayar sehingga kami memilih untuk pulang," jelasnya. 

Ia mengatakan, sebelumnya telah beberapa kali bekerja di kapal berbendera asing sehingga ketika terjadi persoalan itu mampu mengatasinya.

Ia tak habis pikir semisal itu pengalaman pertamanya tentu akan kebingungan.

"Makanya saya tahu harus bagaimana ketika mendapatkan persoalan tersebut di antaranya menghubungi Kedubes," ungkapnya.

Selain itu, ia juga mampu menilai kondisi kapal kualitas internasional dan sebaliknya.

Ternyata kapal tempatnya bekerja hanya berlabel internasional tapi kualitas sebaliknya.

Hal itu dapat dilihat dari  makanan yang tidak sesuai standar. 

Kemudian jam kerja yang cukup panjang yakni sampai 20 jam.

"Aturannya kerja sampai selesai, kalau banyak ikan lama selesainya jadi pernah kerja bisa 24 jam," papar pria yang sudah 12 tahun menjadi ABK itu.

Ia menambahkan, kondisinya masih beruntung dibandingkan dengan AKP migran lainnya yang nasibnya lebih miris.

"Ada yang kesulitan tak bisa pulang di luar negeri dan gaji tidak dibayar sama sekali," imbuhnya.

Terpisah,SAFE Seas Project Manager, Hari Sadewo mengatakan, pekerja Awak Kapal Perikanan (AKP) memang rentan dieksploitasi.

Berdasarkan data  Fisher Center Jateng  kurun 2019-2022 terdapat 31 aduan dengan korban total  79 orang.

Melihat lokasi pekerjaan aduan terbagi dua yakni 18 aduan kapal dalam negeri dan 13 kapal luar negeri.

"52 persen aduan sudah kami dapat diselesaikan sisanya masih proses penyelesaian atau kami rujukan," paparnya kepada Tribunjateng.com di kantor Fisher Center Kawasan Pelabuhan Tegalsari, Tegal.

Menurutnya, Fisher Center merupakan lembaga layanan yang tak menyelesaikan persoalan awak kapal perikanan secara langsung melainkan merujukan ke lembaga terkait seperti ke Kementrian Kelautan, Kementrian Ketenagakerjaan dan lembaga terkait lainnya.

"Pengaduan yang paling banyak di dalam negeri adalah masalah upah dan jaminan sosial sehingga terjadi kecelakaan tidak ada asuransi melainkan hanya tali asih," jelasnya. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved