Suharso Monoarfa Dicopot
Pengamat: KPU Berpegangan pada SK Kemenkumham, Suharso Masih Ketum PPP
Suharso Monoarfa menegaskan masih menjabat Ketua Umum PPP sekaligus Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas.
"Kalau dari pandangan hukum, mengenai organisasi politik harus sesuai AD ART-nya. Kalau bertentangan dengan AD ART-nya, enggak sah hasil keputusannya,” papar Pitra Romadoni Nasution.
Pitra menegaskan, semua persoalan yang terjadi di organisasi harus mengacu pada AD ART.
Jika ada yang bertentangan dengan AD ART maka hasil keputusannya dipastikan ilegal alias tidak sah secara hukum.
Begitupun yang terjadi PPP yang mengganti Suharso Monoarfa dengan Mardiono.
Bahkan dia berpandangan, dalang dari Mukernas PPP di Serang, Banten, harus diusut.
"Aktor intelektualnya harus diusut. Apabila bukan pemegang mandat PPP sesuai AD ART, itu merupakan pembegalan terhadap ketua yang sah,” katanya.
Masih dikatakannya, penyebab atau alasan pergantian ketua umum PPP juga harus jelas.
Jika tidak ada salahnya maka hal tersebut adalah masalah hukum yang mereka lakukan.
Apalagi legalitas pengurusan partai politik harus melalui keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham).
“Jadi harus menyampaikan dasar apa, mereka ganti ketumnya. Apakah ada kesalahan dan sudah dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Partai. Sebab menurut UU No. 2 tahun 2011, Mahkamah Partai itu adalah organ partai untuk menyelesaikan tiap sengketa,” paparnya.
Sebelumnya, Suharso menyampaikan pernyataan melalui video di acara workshop DPRD PPP se-Indonesia, Hotel Red Top Pecenongan, Jakarta, Selasa (6/9/2022).
"Saya adalah Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan. Apa yang telah dikembangkan adalah tidak benar," ujar Suharso dikutip dalam sebuah video, Selasa (6/9/202/).
Suharso meminta pihak Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP tidak membawa-bawa nama Presiden Joko Widodo alias Jokowi dan lembaga negara Bappenas untuk melengserkan dirinya.
“Jangan bawa-bawa nama presiden, jangan bawa bawa nama lembaga lembaga negara dan saya juga tidak sedang membawa nama presiden dan nama lembaga negara. Presiden tidak ikut campur dalam hal semacam ini,” tambahnya. (*)