Berita Jateng
Wacana Tes Mata Pelajaran Dihapus Pada Ujian Masuk Perguruan Tinggi, Ini Kata Ketua PGRI Jateng
Seleksi perguruan tinggi negeri ada yang harus diperbaiki semestinya melalui suatu evaluasi yang mendalam dan komprehensif
Penulis: amanda rizqyana | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Ketua Pusat Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah, Dr. Muhdi, merespon wacana penghapusan tes mata pelajaran pada ujian masuk perguruan tinggi negeri.
Ia berharap wacana tersebut bukan dikarenakan adanya sebuah kasus terkait korupsi yakni suap pada Rektor Universitas Lampung (Unilam) agar bisa masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur mandiri.
"Memang seleksi ke perguruan tinggi negeri ada yang harus diperbaiki semestinya melalui suatu evaluasi yang mendalam dan komprehensif," ujar Dr. Muhdi kepada Tribunjateng.com, saat ditemui di Kantor Pusat PGRI Jawa Tengah Jalan Lontar Kota Semarang pada Rabu (14/9/2022).
Meski demikian, wacana penghapusan tes mata pelajaran tidak melibatkan pemangku kebijakan secara menyeluruh.
Ia tak menafikan, perubahan dan perbaikan ke arah yang lebih baik perlu dilakukan secara berkesinambungan.
Bila yang sempat menjadi permasalahan ialah ketimpangan finansial maupun strata ekonomi karena dirasa hanya siswa dari kalangan ekonomi menengah ke atas yang bisa melanjutkan pendidikan ke PTN.
Ketimpangan tersebut karena mampu membayar biaya pendidikan dan biaya mengikuti bimbingan belajar (bimbel) persiapan menuju PTN idaman.
Sementara bagi siswa kurang mampu hanya memiliki kesempatan jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) yang tidak dibebani biaya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) dan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang relatif ringan.
"Saya berharap juga pada perubahan yang dilakukan juga mempertimbangkan siswa, bahkan sekolah karena mereka sudah mempersiapkan diri beberapa waktu untuk persiapan tes masuk jenjang perguruan tinggi," terang Dr. Muhdi.
Bila memang harus terjadi perubahan kebijakan, ia berharap kebijakan tersebut jangan terlalu mendekati tenggat waktu seleksi perguruan tinggi, pasalnya dalam beberapa bulan sudah akan melakukan evaluasi atau penilaian pada siswa.
Sementara dari perspektif pihaknya, bila ke depannya paradigma PTN yang diharapkan nantinya PTN Badan Hukum (PTN-BH) harus mengatur model seleksi dan mengatur kuota penerimaan mahasiswa baru (maba).
Selain itu, sebagai bagian dari penyelenggara pendidikan, ia berharap dengan model seleksi yang jelas, PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dapat melaksanakan kegiatan secara beriringan.
"Jangan sampai model seleksi untuk paling sulit hingga terlalu gampang untuk masuk perguruan tinggi negeri, dan sekarang ini tidak terlihat perbedaan atau tingkat kesulitan masuk PTN dibanding PTS," tambahnya.
Ia menegaskan, pada prinsipnya pihaknya meminta agar semua pihak jangan reaktif akibat satu pihak melakukan korupsi, kemudian yang diubah justru model seleksi masuk. (arh)