Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Regional

2 Wajib Pajak Jadi Tersangka karena Sampaikan SPT Tidak Benar hingga Rugikan Negara Puluhan Miliar

Pelanggaran pidana pajak berupa dengan sengaja menyampaikan SPT dengan isi yang tidak benar terjadi di Yogyakarta. Dua orang jadi tersangka.

istimewa/kompas.com
ilustrasi pajak 

TRIBUNJATENG.COM, YOGYAKARTA - Pelanggaran pidana pajak berupa dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dengan isi yang tidak benar terjadi di Yogyakarta.

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) DI Yogyakarta mengungkap kasus tersebut.

Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni HP dan PT PJM.

Baca juga: Usut Kasus Dugaan Korupsi Impor Garam, Kejaksaan Agung Geledah Pabrik di 4 Kota

Selain itu dari dua tersangka ini disita dan diblokir antara lain uang miliaran Rupiah, tanah dan bangunan serta tas-tas mewah.

Plt Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) DIY Slamet Sutantyo mengatakan, tersangka HP dan PT PJM melakukan pelanggaran pidana dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.

jumpa pers di Kanwil DJP DIY
Aset dua tersangka HP dan PT. PJM ditampilkan dalam jumpa pers di Kanwil DJP DIY. Dua tersangka ini melakukan pelanggaran pidana berupa dengan sengaja menyampaikan surat pemberitahuan tahunan (SPT) yang isinya tidak benar.

"Pelanggaran pidana yang dilakukan tersangka HP dalam masa pajak Januari sampai dengan September 2016," ujar Slamet Sutantyo dalam jumpa pers, Kamis (22/9/2022).

Slamet Sutantyo menjelaskan, pelanggaran pidana yang dilakukan oleh tersangka PT PJM dalam masa pajak Oktober 2016 sampai dengan Desember 2017.

Kerugian negara dari pelanggaran pidana yang dilakukan oleh tersangka HP sekurang-kurangnya sebesar Rp 50.526.419.576,00.

Sedangkan dari tersangka PT. PJM mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya sebesar Rp 46.782.765.918,00.

"Keberhasilan pelaksanaan penegakan hukum ini didukung dengan penerapan forensic digital dalam pengumpulan data," tegasnya.

Kedua tersangka, yakni HP dan PT. PJM disangkakan dengan Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yaitu dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.

"Pengenaan tersangka pada PT. PJM ini merupakan hasil penyidikan pidana pajak dengan tersangka korporasi yang pertama kali dilakukan oleh PPNS Kanwil DJP di luar Kanwil DJP yang ada di Jakarta," tandasnya.

Aset tersangka HP yang disita dan diblokir yakni uang tunai senilai Rp 13.089.000,00, perhiasan, tanah dan bangunan dengan nilai Rp 45.016.302.000,00, sembilan jam tangan mewah, 32 tas mewah, sepeda motor dengan nilai Rp 40.018.000,00.

 
Sedangkan dari tersangka PT PJM berupa uang tunai senilai Rp 12.006.183.854,00, perhiasan, tanah dan bangunan dengan nilai Rp 30.772.304.000,00, mobil dengan nilai Rp 358.203.000,00. Aset kedua tersangka disita dan diblokir dalam rangka untuk pemulihan kerugian pendapatan negara.

Kanwil DJP DIY, lanjut Slamet Sutantyo, selalu berkoordinasi dan bersinergi dengan Kejaksaan Tinggi DIY dan Polda DI Yogyakarta dalam melaksanakan penegakan hukum.

Penegakan hukum ini penting dilakukan demi pengamanan penerimaan dan untuk memberikan rasa keadilan bagi sebagaian besar wajib pajak lainya yang telah patuh.

"Pada tanggal 13 September 2022 Kepala Kejati DIY telah menerbitkan pemberitahuan, bahwa hasil penyelidikan sudah lengkap atau P21," urainya.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kanwil DJP DIY Syarif menjelaskan ada beberapa tindak pidana yang diatur dalam undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).

Di kasus ini tersangka menyampaikan SPT yang tidak benar.

Padahal seharusnya yang dilaporkan adalah seluruh transaksi kegiatan usaha.

"Dalam hal ini ada kesengajaan penyembunyian omset atau transaksi yang tidak dilaporkan.

Jadi kurang lebuh hanya melaporkan sekitar 30 persen dari keseluruhan transaksinya.

Ini berefek terhadap kewajiban perpajakan itu menjadi tidak utuh, padahal itu hak negara yang harusnya dipulihkan," ucapnya.

Syarif menuturkan sebenarnya masih bisa melakukan pembetulan.

Wajib pajak bisa melakukan pembetulan secara mandiri.

"Kemudian melalui pemeriksaan, atau bukti permulaan itu masih diberikan kesempatan untuk membayar tidak sampai ke pidana.

Tetapi kalau ternyata itu tidak dilakukan undang-undang menyatakan harus ditindaklanjuti dengan proses yang sudah ada seperti ini," urainya.

Meski sudah ada penyidikan menurut Syarif masih punya kesempatan.

Undang-undang KUP menyampaikan ada penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dengan cara membayar kerugian negara.

Kerugian dihitung secara ilmiah.

Penghitungan tidak dilakukan oleh penyidik, tetapi oleh ahli yang melibatkan ahli korporasi, ahli penghitung kerugian negara dan ahli digital forensic.

"HP ini melaporkan (SPT) atas nama pribadi, kemudian dia menutup NPWP nya beralih menjadi PT.

Kebetulan yang orang pribadinya ini (tersangka HP) menjadi direktur di PT (PT PJM) tersebut," pungkasnya. (*)

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Timbulkan Kerugian Negara Puluhan Miliar, 2 Wajib Pajak Jadi Tersangka"

Baca juga: BREAKING NEWS: KPK OTT Hakim Agung Mahkamah Agung di Semarang dan Jakarta

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved