Berita Nasional
Bawaslu Gandeng Komunitas untuk Pengawasan di Media Sosial Jelang Pemilu 2024
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI akan meningkatkan sistem pengawasan di media sosial menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI akan meningkatkan sistem pengawasan di media sosial menjelang pelaksanaan Pemilu 2024.
Selain poengawasan di dunia nyata, Bawaslu akan melakukan pengawasan di media sosial saat Pemilu 2024.
“Pemilu tahun 2019 mengajarkan kita (Bawaslu), bahwa literasi digital harus dipahami semua kalangan agar tidak termakan hoaks dan ujuran kebencian," ujar Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam Rakornas Pengawasan Siber dan Persiapan Pengawasan Penyusunan Daftar Pemilih Pemilu 2024 di Bali, dikutip keterangan tertulis Bawaslu, Minggu (9/10/2022).
Pada kesempatan yang sama, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI, Lolly Suhenty mengatakan saat ini, Bawaslu tengah mempersiapkan komunitas digital pengawasan partispatif.
Menurut dia, ini merupakan langkah Bawaslu untuk mempercepat pengawasan di ruang digital.
“Kita punya modal besar untuk keanggotaan komunitas ini, yaitu adanya Sahabat Bawaslu seperti Alumni SKPP (Sekolah Kader Pengawas Pemilu Partisipatif), Saka Adhyasta, dan Forum Warga yang akan dibina dalam komunitas yang terbentuk," ujar Lolly.
Sebelumnya, Bagja juga pernah mengeklaim bahwa buzzer-buzzer politik di media sosial bakal jadi sasaran pengawasan dan penindakan jelang Pemilu 2024.
"Betul (buzzer akan ditindak dan diawasi). Itu kan yang paling penting karena itu kan merusak, buzzer ini," ujar Bagja di kantor Bawaslu pada Selasa (14/6/2022).
Bagja mengungkapkan, penyebaran berita bohong, termasuk konten-konten disinformasi, merupakan salah satu ancaman pemilu yang bakal diantisipasi oleh Bawaslu selain politisasi SARA dan politik uang.
Akan tetapi, Bagja mengakui bahwa pengawasan konten disinformasi dan hoaks, termasuk gerak para buzzer yang rata-rata anonim tersebut, bukan pekerjaan gampang.
"Jika ada orang yang melakukan berita bohong, politisasi SARA, dan hoaks, bagaimana hukumnya di media sosial? Pertama kami takedown, tapi susah juga, karena begitu di-takedown 1 muncul 10 lagi," ujar dia.
Bagja menyinggung soal rencana kerja sama dnegan Kementerian Komunikasi dan Informatika, media massa, serta KPU dalam hal literasi digital.
Ia mengakui bahwa penegakan hukum terhadap pihak di balik hoaks, disinformasi, dan kerja-kerja buzzer masih lemah.
Bagja menyebut bahwa pihaknya berencana bekerja sama pula dengan kepolisian supaya penindakan tersebut bisa lebih baik.
"Pertama takedown dulu, kami cek belakangnya IP-nya berapa, lapor ke polisi, atau kemudian ke Kominfo," kata dia.