Berita Nasional
PHRI Gelisah soal Ancaman Pidana Pasangan Belum Menikah Check-in di Hotel
Seperti diketahui, pasal 415 draf RUU-KUHP menyebut persetubuhan tanpa status suami-istri dapat dipidanakan karena perzinaan dengan ancaman paling lam
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Rencana pengesahan draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU-KUHP) terbaru yang antara lain mengancam hukuman pidana bagi pasangan belum menikah check-in di hotel membuat gelisah para pengusaha hotel.
Seperti diketahui, pasal 415 draf RUU-KUHP menyebut persetubuhan tanpa status suami-istri dapat dipidanakan karena perzinaan dengan ancaman paling lama 1 tahun penjara serta denda.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) pun meminta pasal itu dikaji kembali.
Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran menilai, urusan menginap di hotel sebaiknya tidak masuk ranah pidana, karena dapat berdampak pada usaha perhotelan di tanah air.
"Kami berharap masalah pasal ini masuk ranah privat, masalah moral, bukan pidana, karena kita lihat semua negara punya aturan beda-beda yang akan berdampak ke industri pariwisata," tuturnya.
Yusran menyatakan, masalah terkait dengan perzinahan sebenarnya juga telah diatur oleh pemerintah daerah masing-masing.
"Kita sekarang gini, masalah perzinahan masing-masing daerah sudah punya aturan main sendiri. Tidak usah ranah pidana, misal pemda melalui Satpol PP dan seterusnya," jelasnya.
Menurut dia, persoalan di RKUHP terkait dengan perzinahan masuk ranah pidana, maka tamu hotel yang berpasangan perlu menunjukkan bukti menikah.
"Masalah RKUHP masalah perzinahan masuknya ranah pidana. Kalau masuk ranah pidana, otomatis semua pasangan yang akan menginap wajib menunjukkan bukti pasangan legal," ujarnya, saat dihubungi Tribunnews, Minggu (23/10).
Ketua PHRI Banyumas, Iriyanto menyatakan, ancaman hukuman pidana bagi mereka yang check in di hotel dengan pasangan yang tidak sah membuat resah pengusaha hotel.
"Untuk prosedur memang sudah ada, yaitu dengan dimintai KTP. Lagipula itu juga ranah dari personal masing-masing," ucapnya, kepada Tribunbanyumas.com, Senin (24/10).
Ia khawatir apabila aturan tersebut diterapkan, hal itu bisa mempengaruhi okupansi hotel. Apalagi saat ini usaha perhotelan baru saja merangkak setelah dihantam pandemi.
"Nantinya okupansi hotel bisa makin anjlok karena aturan terkait check-in pasangan yang belum nikah terancam pidana," tukasnya.
Terkait dengan aturan itu, Iriyanto mengungkapkan, sebetulnya sudah ada hotel yang menerapkan kebijakan seperti surat nikah, yaitu hotel syariah.
"Namun tidak dipungkiri memang Hotel Syariah tingkat okupansinya rendah," jelasnya.
Ia menganggap, saat ini mulai ada pergeseran tren berwisata, seperti contoh yang ada di Baturraden. Hal itu diperkirakan tak lepas dari faktor cuaca di penghujung tahun ini yang selalu dilanda hujan.
"Kami rasakan misal tadinya ada rombongan hendak ke Baturraden, lalu dibatalkan karena mereka ke Yogyakarta," ungkapnya.
Wait and see
Sementara, Wakil Ketua PHRI Jateng, Benk Mintosih mengatakan, masih menunggu dan melihat kepastian terkait dengan wacana ancaman pidana bagi pasangan yang belum menikah check-in di hotel. "Kami masih wait and see, masih melihat dulu agar tidak salah ambil langkah," katanya, dihubungi Tribun Jateng, Senin (24/10).
Bagi PHRI, menurut dia, sejauh ini anggotanya tertib dengan aturan menunjukkan identitas bagi para tamu yang hendak melakukan check-in di hotel. Sehingga, jelas aturannya bahwa pasangan belum menikah tak diperkenankan check-in dalam satu kamar.
"Hotel-hotel kami kan memang yang sudah punya pangsa sendiri, kemudian hotel syariah juga peraturannya jelas, harus menunjukkan identitas. (Untuk pasangan) aturan PHRI sejauh ini kami mengacu pada aturan yang sudah suami istri," jelasnya.
Meski demikian, Benk mengakui, terkait dengan yang dilakukan para tamu saat sudah check-in di hotel pihaknya tidak bisa sepenuhnya mengontrol. Namun sejauh ini, ia belum pernah menemui kasus hotel para anggota PHRI yang sampai digerebek karena kasus perzinahan.
"Secara umum, (para tamu) menginap sendiri-sendiri. Tapi di dalam sama siapa kami juga tidak tahu, susah. (Terkait penggerebekan-Red) kami hotel berbintang tidak pernah ada. Kecuali, maaf, hotel tanda kutip ya. Kalau perkiraan kami, ini mungkin bisa untuk meminimalisasi hotel yang begitu-begitu," imbuhnya. (Tribunnews/Yanuar R Yovanda/jti/idy/tribun jateng cetak)