Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Ekonomi

Para Pejuang Laut, Jantung Distribusi Gas Elpiji Seluruh Negeri

Kapal Gas Attaka sore itu melabuhkan jangkar di perairan pulau Jawa. Kapal tersebut bermuatan elpiji yang menjadi ujung tombak distribusi energi

Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: muslimah

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Kapal Gas Attaka sore itu melabuhkan jangkar di perairan pulau Jawa, sekitar 5 mil laut dari pelabuhan Tanjung Emas Semarang.

Kapal tersebut merupakan kapal bermuatan elpiji yang menjadi ujung tombak distribusi energi ke seluruh negeri.

Para awak kapal tersebut tampak sumringah ketika tribunjateng.com menyambangi kapal, Jumat (28/10/2022).

Di antaranya, Immanuel, pria asal Bekasi, Jawa Barat.

Immanuel Pandiangan, nama lengkapnya, terlihat bersemangat menyambut kunjungan kapal. Meski wajah terlihat lelah, laki-laki berseragam putih itu tak sedikit pun menunjukkan keluh.

Mengiringi masuk ke dalam ruang pengaturan kargo, ia terlihat cakap dan penuh semangat menjelaskan sistem teknologi di kapal.

Immanuel Pandiangan, Chief Officer (Mualim 1) menunjukkan tombol sistem di Kapal Gas Attaka, Jumat (28/10/2022). Tribun Jateng/Idayatul Rohmah
Immanuel Pandiangan, Chief Officer (Mualim 1) menunjukkan tombol sistem di Kapal Gas Attaka, Jumat (28/10/2022). Tribun Jateng/Idayatul Rohmah (Tribun Jateng/Idayatul Rohmah)

"Ini ada level tangki satu yang sedang mati, saya matikan karena kita sedang dalam proses berlabuh jangkar. Kami harus menyalakan dulu kalau harus dipakai.

Kami di sini pakai sistem touch screen, di sini kita melihat temperatur dari bottom, middle, sampai top, yang mana itu mempengaruhi jumlah banyaknya kargo di atas kapal," katanya fasih.

Ya, Immanuel hafal betul fungsi-fungsi sistem yang ada di kapal. Sebab, berkutat dengan dunia pelayaran memang bukan hal baru bagi pria Batak ini.

Terhitung, sudah 15 tahun Immanuel mengabdikan diri di dunia pelayaran. Menghabiskan banyak waktu di kapal, tak pulang selama berbulan-bulan sudah menjadi hal wajar bagi dirinya.

"Sejak tahun 2007 sampai sekarang (saya) full berlayar," kata alumni Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) tahun 2007 itu.

Mengarungi samudera bersama Attaka, Immanuel menyebut kendala paling sering dialami yakni satu, cuaca.

Apabila sedang buruk-buruknya, kemampuan mereka diuji. Sebab, tanpa pengaturan yang tepat bisa menghambat proses pengiriman.

“Kendala cuaca itu tidak mengurungkan niat kami untuk ‘blade speed’, sampai selalu cepat untuk distribusi LPG di Jawa Tengah dan Semarang selalu tepat waktu,” katanya.

Immanuel bertugas sebagai Chief Officer (Mualim 1) di kapal milik PT Pertamina International Shipping (PIS) tersebut.

Kapal tanker Attaka itu mengangkut gas elpiji dari Tanjung Sekong di Pelabuhan Merak menuju Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.

Kapal itu membawa membawa 1.700 metrik ton LPG. Total metrik ton LPG itu dibagi menjadi dua tangki, sehingga per tangkinya mengangkut sebanyak 850 metrik ton.

Immanuel bercerita, perjalanan laut dari Tanjung Sekong menuju Pelabuhan Tanjung Emas Semarang butuh waktu sekira satu hari.

Sementara dalam tugas bongkar muat LPG dari Tanjung Sekong hingga selesai di Pelabuhan Tanjung Mas itu menghabiskan waktu sekitar satu minggu (pulang pergi).

Bisa dibilang, dalam kurun satu bulan setidaknya ia dan awak kapal lain bisa pulang pergi melalui rute tersebut sebanyak empat kali.

Tantangan bagi ia dan para kru lainnya, meski berada di dekat daratan, tetap saja tak diperbolehkan turun dari kapal.

Menurut Immanuel, hal patut disyukuri bergabung dengan perusahaan BUMN tersebut yakni sangat menjamin kesejahteraan para karyawan. Tak hanya soal gaji, tetapi juga memperhatikan kesehatan fisik dan mental mereka.

"Pertamina sangat menjamin kesejahteraan, memperhatikan tingkat stres dalam pekerjaan, sehingga bisa beristirahat dengan pas. Semua sudah terorganisir. Pengadaan, penyediaan barang, maintenance, semua sangat tepat waktu dan kontinu.

Kami sangat bersyukur mengarungi samudera dengan kapal ini," ucap Immanuel mantap.

Di Kapal Gas Attaka, Immanuel bertugas bersama 22 awak kapal lain. Mereka memiliki peran dan tugas masing-masing. Selain ada nahkoda, adapula juru mudi, ahli mesin, klasi, koki, dan beberapa pemegang tanggung jawab lainnya.

Pengabdian berlayar bersama PIS demi memasok kebutuhan energi bagi masyarakat juga menjadi niat Dadang, Kepala Kamar Mesin (KKM) Kapal Gas Attaka.

Pria bernama lengkap Dadang Supiyan itu selalu sigap apabila perusahaan memindahtugaskan dirinya di kapal mana pun. Seperti kali ini, belum sampai setengah tahun ia berkutik dengan Attaka.

Namun dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki di kapal-kapal sebelumnya, ia senantiasa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

"Kebetulan saya baru empat bulan (bertugas) di Attaka. Sebelumnya, saya (tugas di kapal gas tanker) Widuri," beber pria 43 tahun itu.

Soal performa mesin kapal tanker ini, bisa dibilang Dadang adalah salah satu pahlawannya. Ia punya tanggung jawab besar untuk memastikan kapal tetap prima.

Selain itu, dia juga menjaga dan memastikan agar laju kapal selalu tepat waktu.

"Kami menjaga kapal ini dari delay, mesin tetap kerja sesuai command-nya," tambah pria asal Cianjur itu.

Nahkoda Kapal Gas Attaka, Capt Agus Supriandono mengaku, telah puluhan tahun melalui asam manis hidup di dunia perkapalan.

Ia yang kini berusia 54 tahun bahkan telah memiliki pengalaman berlayar hingga ke luar negeri. 

"Sehari-hari kami habiskan di atas kapal," lanjutnya.

Ia menambahkan, fasilitas kapal utamanya dari sisi teknologi sekarang lebih lengkap dibandingkan dulu.

"Di luar negeri, dulu untuk telepon saja bisa keluar USD 500 dolar, sekarang di kapal sudah ada wifi."

‘’Di sini juga ada fasilitas hiburan seperti ruang karaoke dan games yang bisa dipakai saat jam istirahat," terangnya.

Ruang untuk Kadet Berkembang

Awak Kapal Gas Attaka tampak sedang meneropong di atas kapal.
Awak Kapal Gas Attaka tampak sedang meneropong di atas kapal. (Tribun Jateng/Idayatul Rohmah)

Perjuangan mengantarkan pasokan elpiji ke penjuru negeri tak lepas dari kontribusi para kadet. Perannya tak dapat dipandang sebelah mata.

Kali ini, setidaknya ada tiga kadet yang bergabung melaju bersama kapal yang bertuliskan "Gas Attaka Jakarta" ini.

Ditemui tribunjateng.com, di antara mereka adalah Mukhammad Ikhsan. Ia merupakan Taruna Jurusan Nautika dari STIP Jakarta.

Pengalaman pertama menjalani magang di Attaka, ia mengaku telah 11 bulan tak beradu di daratan.

Menurutnya, duka selama berlayar yakni satu, jauh dari keluarga. Selebihnya, menurutnya adalah tantangan-tantangan mengarungi samudera yang memacunya untuk terus bertumbuh.

"Dukanya kangen rumah, terutama kami kaum pelajar yang istilahnya baru di dunia kerja. Pasti kami akan kangen dengan suasananya.

Tapi di sisi lain, sebagaimana calon perwira yang baik, kami belajar dan dididik sebagai perwira yang memiliki tanggung jawab penuh," tegas Ikhsan.

Dua kadet lainnya, yakni Stefani Situmorang yang merupakan taruni D3 Nautika dari Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Banten dan Rizky Aprilia Putri yang merupakan taruni engine dari STIP Jakarta.

Mereka baru tiga minggu menyusul Ikhsan menjalani Magang di Kapal Attaka. Menurut para kadet ini, selama di kapal, mereka berganti tugas sesuai arahan Mualim.

"Kami belajar bagaimana mengoperasikan kapal, menjadi koki, juru mudi, klasi, dan lainnya. Kadet akan mengikuti arahan dari Mualim yang diikuti," imbuh Ikhsan.
Bantu Ketahanan Energi Nasional

Direktur Armada PT PIS Muhammad Irfan mengatakan, bahan baku LPG berupa propane dan butane yang diimpor dari Arabian Gulf, Timur Tengah dan dari Freeport, Texas, Amerika Serikat.

Bahan baku itu diangkut menggunakan Very Large Gas Carrier (VLGC), kapal tanker raksasa milik PIS. Dalam hal ini PIS memiliki dua armada, yaitu Pertamina Gas 1 dan Gas 2.

Dalam prosesnya, pengambilan bahan baku dengan Pertamina Gas 1 dari Timur Tengah ke Terminal LPG tanjung Sekong membutuhkan waktu sekitar 55 hari.

Adapun Pertamina Gas 2, pulang pergi dari Amerika Serikat ke Tanjung Sekong menghabiskan waktu selama kurang lebih 78 hari.

Propane dan butane kemudian dilakukan proses mixing di tempat pengolahan Tanjung Sekong dan disimpan ke dalam tangki timbun.

"Baru selanjutnya akan didistribusikan melalui kapal-kapal kecil seperti Attaka ini," terangnya saat mengunjungi kapal.

Bagi PIS, Kapal Gas Attaka dan para awak kapal merupakan satuan utama dalam pengedaran gas elpiji ke seluruh negeri.

Sedikit saja mengalami keterlambatan di kapal, dipastikan akan terjadi kelangkaan yang berakibat pada pergolakan sosial atau protes di kalangan konsumen.

“Kapal Gas Attaka ini membantu ketahanan energi nasional.

Aset terbesar kami adalah teman-teman (Pelaut). Mereka adalah frontliner kami, ujung tombak kami yang berhubungan langsung dengan customer sehingga bisnis kami bisa survive bahkan tumbuh lebih besar,” kata Irfan.

Itulah sebabnya para awak Kapal Gas Attaka memiliki tanggung jawab besar.

Namun Irfan juga menyebutkan, Pertamina juga memperhatikan kesejahteraan karyawan. Selain soal gaji dan fasilitas di kapal, Pertamina memiliki aturan tersendiri untuk selalu kesehatan mental para karyawan. Di antaranya adalah soal lama waktu di kapal.

"Kalau mengacu American Labour Convention, pelaut bekerja di kapal paling lama satu tahun. Tapi kami punya aturan paling lama delapan bulan untuk menghindari fatigue 'kelelahan'," jelasnya.

Tantangan Pelaut PIS

Kapal Gas Attaka melabuhkan jangkar di perairan pulau Jawa, sekitar 5 mil laut dari kawasan pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jumat (28/10/2022).
Kapal Gas Attaka melabuhkan jangkar di perairan pulau Jawa, sekitar 5 mil laut dari kawasan pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jumat (28/10/2022). (Tribun Jateng/Idayatul Rohmah)

Di sisi lain, di tengah perkembangan pelayaran seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, PIS dituntut untuk terus siap menghadapi perubahan.

Irfan menyebutkan, PIS harus memberikan jaminan sequence guna menjaga ketahanan stok energi nasional.

Hal itu juga seiring dengan fokus Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menjaga ketahanan energi nasional.

"Maka, kami di PIS terpanggil bisa menyelenggarakan satu moda transportasi, satu operasional kapal tanker dengan tepat dan aman," ujar di Semarang.

Irfan menerangkan, kedepan pihaknya akan menambah armada baru. Sebab, ia mengakui, untuk mengangkut gas dari Timur Tengah dan Amerika Serikat ini masih dibutuhkan banyak kapal.

Sedangkan kapal yang dimiliki saat ini terbatas, misalnya saja VLGC baru ada dua armada.

"Seiring perubahan bahan bakar fosil bergeser ke LPG, kemudian geser lagi ke LNG, dan sebentar lagi amonia, maka kebutuhan kapal seperti VLGC ini sangat vital.

Kami masih butuh 12 kapal VLGC lagi," sebutnya.

Tak hanya jumlah kapal, ia juga mengatakan, seiring dengan pengembangan bisnis kedepan, PIS dengan pelaut sebagai aset terbesarnya kini masih dihadapkan dengan sejumlah tantangan.

Ia dalam kesempatan lain memaparkan, kru kapal dalam negeri sendiri saat ini masih terdapat kesenjangan dengan negara lain seperti Filipina dan Myanmar.

Hal itu di antaranya dari sisi kemampuan berbahasa inggris dan juga loyalitas yang disebutkan masih ada jarak dengan negara-negara tersebut.

"Dengan Filipina, bahasa inggris kita kalah jauh. Dengan Myanmar, kita kalah work etik. Mereka delapan bulan berani, di Indonesia enam bulan saja sudah berpikir kapan pulang," katanya menganalisa.

Sehingga, lanjut dia, pendekatan ke kampus-kampus perlu dilakukan untuk mengintegrasikan silabus dengan kebutuhan dunia kerja sekarang ini.

"Ketika kita dihadapkan pada kualifikasi kapabilitas kru, sayangnya di kita belum ada engagement seperti yang kita lakukan. Kami datang ke kampus-kampus untuk mengintegrasikan silabusnya.

Mata pelajaran harus sesuai dengan tuntutan bisnis saat ini," jelasnya.

Dia menegaskan, bergerak di bisnis maritim dan perkapalan, tentunya harus mengadopsi perkembangan teknologi.

Perkembangan ini tentunya membutuhkan taruna-taruni yang ke depannya tidak hanya bisa mengoperasikan kapal, tetapi juga memiliki wawasan dan mengikuti perkembangan teknologi.

"Sekarang sudah berkembang teknologi yang namanya Artificial Intelligence (AI).

Kapal dalam olah gerak, dalam operasional sekarang sudah sangat dibantu dengan teknologi digital apakah itu dalam bentuk remotly monitor jumlah kargo di atas kapal atau lainnya. Kemudian sekarang di engine.

Taruna taruni yang belajar di engine saat ini dituntut untuk penggerak engine menggunakan dual-fuel, menggunakan intelegensi. Ini saat tepat taruna taruni membuka wawasan itu.

Teman-teman engine harus paham, bukan sekadar jadi operator," katanya tegas.

Hal itu juga dikatakannya di hadapan ratusan taruna taruni dari institusi pendidikan pelayaran yakni PIP Semarang, Politeknik Pelayaran Surabaya, Politeknik Bumi Akpelni Semarang, dan AKMI Suaka Bahari Cirebon belum lama ini.

Dalam momen ini, PIS bersama anak usahanya PT Pertamina Trans Kontinental (PTK) menjelaskan kepada taruna taruni terkait bisnis perusahaan dan perkembangan kondisi terkini di industri maritim baik skala nasional maupun global.

Ia juga menjelaskan, pertemuan itu untuk bertukar informasi kondisi terkini di industri agar silabus bisa lebih fleksibel dan memenuhi perkembangan zaman. 

Irfan menambahkan, persyaratan yang dibutuhkan untuk menjadi pelaut PIS, apalagi PIS kini semakin mendunia dan go global dengan banyaknya rute-rute internasional yang telah dikuasai.

Saat ini setidaknya telah tercatat PIS sukses menembus 12 rute pelayaran internasional.

Terus Berinovasi

Kapal Gas Attaka melabuhkan jangkar di perairan pulau Jawa, sekitar 5 mil laut dari kawasan pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jumat (28/10/2022).
Kapal Gas Attaka melabuhkan jangkar di perairan pulau Jawa, sekitar 5 mil laut dari kawasan pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Jumat (28/10/2022). (Tribun Jateng/ Idayatul Rohmah)

Direktur Pemasaran PTK Imam Bustomi juga menambahkan, PTK mengutamakan prinsip service excellence dalam menjalankan bisnisnya.

“Digitalisasi sebagai perkembangan zaman juga tidak terhindarkan, sehingga kami terus berinovasi agar bisa ekspansi ke pasar yang lebih luas," katanya.

Sebagai anak perusahaan, lanjut dia, PTK memberikan dukungannya terhadap PIS di berbagai aspek.

Hal itu demi mendukung pencapaian target bisnis PIS ke depan. 

“(dukungan kami) Memenuhi distribusi energi di seluruh Indonesia dengan stakeholder internasional yang align 'selaras" dengan misi PTK untuk memasuki global market tahun 2026," tandasnya. (idy)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved