Berita Jateng
Bagaimana Nasib Perangkat Desa di Demak Pemberi Suap? Begini Penjelasan Polisi
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, masih terus melakukan pendalam kasus suap jual-beli jabatan perangkat desa di Demak
Penulis: iwan Arifianto | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng, masih terus melakukan pendalam kasus suap jual-beli jabatan perangkat desa di Demak.
Kini, polisi fokus memeriksa para pemberi suap.
"Sudah ada beberapa yang sudah kami pemeriksaan untuk mengetahui ada unsur kesengajaan atau tidak," terang Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, di kantor Ditreskrimsus Polda Jateng, Banyumanik, Kota Semarang, Selasa (22/11/2022).
Nantinya pemeriksaan akan berkembang apakah pemberi akan ditetapkan sebagai tersangka atau korban.
Baca juga: Para Tersangka Kasus Jual-Beli Jabatan Perangkat Desa Demak Sempat Bertemu di Masjid, Terekam CCTV
Baca juga: Kisah Sahabat Tentang Ki Joko Bodo yang Baru, Langsung Bergegas ke Masjid Begitu Dengar Azan
Polisi masih mempelajari sekaligus memperdalam keterangan dari para pemberi suap soal apakah ada unsur kesengajaan.
"Ya, masih akan kami pelajari," katanya.
Dari kasus tersebut, Ia berharap, setiap proses seleksi perangkat desa dapat dilakukan fair saja sebab seleksi tersebut untuk mencari sumber daya yang bagus.
Ia meminta seleksi perangkat desa hindari dan jauhkan dari upaya-upaya menyogok, menyuap dan sejenisnya.
"Kan untuk cari sumber daya bagus jadi fair saja sesuai kemampuan dan prestasi," terangnya.
Kasus jual-beli jabatan perangkat desa di Demak sejauh ini menyeret 12 tersangka.
Empat tersangka sedang menjalani persidangan, delapan sisanya hendak diserahkan ke pihak Kejaksaan karena berkas sudah lengkap.
Dari 12 tersangka itu, ada para tersangka yang sempat melakukan pertemuan di Masjid.
Persisnya, mereka melakukan transaksi pengembalian uang suap kepada panitia ujian seleksi Pilprades di Masjid Baitussalam,Godong,Demak.
Hal itu terungkap saat polisi menyita barang bukti berupa rekaman kamera CCTV di masjid tersebut.
"Iya, ada yang menyerahkan uang di tempat ibadah, itu uang sisa," kata Kasubdit 3 Ditreskrimsus Polda Jateng AKBP Gunawan saat konferensi pers, Selasa (22/11/2022).
Ia menjelaskan, awalnya memang ada peristiwa penyerahan uang sebesar Rp800 juta dalam kasus suap tersebut.
Dalam perjalanannya, ada pengembalian Rp300 juta yang diserahkan dari panitia seleksi UIN Walisongo ke dua kades berinisial IS dan R.
Dua kades itu saat ini sedang menjalani kasusnya di persidangan
Uang dikembalikan lantaran salah satu desa di Kecamatan Guntur tidak jadi dilaksanakan sehingga uang itu dianggap kelebihan yang dikembalikan ke pihak pemberi.
"Dua tidak jadi seleksi jadi uang dikembalikan," paparnya.
Nominal suap
Diberitakan sebelumnya, ada pemandangan berbeda saat konferensi pers di kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng, Banyumanik, Kota Semarang, Selasa (22/11/2022).
Pengamatan Tribunjateng.com, polisi ketika mengadakan konferensi pers terkait kasus suap jual-beli jabatan yang menyeret delapan kades dari Demak, para tersangka tampil dengan baju batik dan kemeja rapi.
Para tersangka tetap berpenampilan parlente tidak seperti tersangka kasus lainnya yang biasanya mengenakan baju tersangka di konferensi pers pada umumnya.
Bahkan, seorang kades yang menjadi tersangka sempat berkilah bahwa dalam kasus itu tidak menerima sepeserpun dari aksinya.
"Saya tidak menerima apapun," klaim seorang tersangka, kades inisal A dari desa Tambirejo, Demak, Selasa (22/11/2022).
Ia mengaku, hanya meminta uang sebesar Rp150 juta dari seorang peserta yang minat menjadi kepala dusun (kadus).
"Uang itu saya serahkan ke panitia," ujarnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, mengatakan, delapan oknum kades yang menjadi tersangka yakni A Kades Tambirejo, A Kades Tanjunganyar, H kades Banjarsari, J Kades Mlatiharjo, MR kades Medini.
Berikutnya S kades Sambung, P Kades Jatisono, dan T kades Gedangalas.
Modus para tersangka yaitu menjanjikan dapat meloloskan para peserta ujian yang akan mengikuti seleksi pemilihan perangkat desa di delapan desa dengan syarat menyerahkan sejumlah uang.
Desa-desa tersebut berada di Kecamatan Gajah dan Kecamatan Guntur Demak.
"Uang tunai yang berhasil kami sita Rp470 juta," bebernya saat konferensi pers.
Kades Kades Tambirejo, A berperan mengkondisikan satu calon peserta yang akan mengisi formasi perangkat desa di Desa Tambirejo dan menerima uang sejumlah Rp150 juta dari peserta.
Kades Tanjunganyar, A mengkondisikan empat calon peserta di Desa Tanjunganyar dan menerima uang sejumlah Rp600 juta.
Kades Banjarsari H mengkondisikan dua calon di Desa Banjarsari dan menerima uang sejumlah Rp400 juta.
Kades Mlatiharjo, J mengkondisikan dua calon di Desa Mlatiharjo dan menerima uang sejumlah Rp300 juta.
Kades Medini, MR mengkondisikan dua calon di Desa Mlatiharjo dan menerima uang sejumlah Rp300 juta.
Kades Sambung, S mengkondisikan dua calon peserta di Desa Sambung dan menerima uang sejumlah Rp300 juta.
Kades Jatisono, P mengkondisikan satu calon di Desa Sambung dan menerima uang sejumlah Rp150 juta.
Kades Gedangalas, T mengkondisikan satu calon di Desa Gedangalas dan menerima uang sejumlah Rp250 juta.
"Delapan Kades tersebut meminta uang kepada 16 calon peserta yang akan diloloskan dengan jumlah total Rp2,7 miliar," ujarnya.
Uang tersebut kemudian diserahkan para tersangka Panitia ujian seleksi Pilprades dari Kampus UIN di Semarang.
Ada satu desa yang tidak jadi seleksi sehingga uangnya diserahkan kembali sehingga pada pelaksanakan Ujian seleksi Pilprades oleh Fisip UIN Walisongo Semarang, hanya 15 peserta lolos, pada tanggal 6 Desember 2021.
Mereka yang dikondisikan dan membayar sejumlah uang tersebut dinyatakan lolos seleksi dan dilantik menjadi perangkat desa.
"Kasus ini bagian tindak lanjut dari penanganan kasus yang sudah kami proses hingga persidangan di Pengadilan dengan sebelumnya melibatkan empat tersangka," beber Subagio.
Ia menambahkan, para tersangka dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a dan b dan/atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berkaitan dengan suap.
Hukuman penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
"Saat ini delapan tersangka akan kami serahkan ke pihak Kejaksaan untuk diproses lebih lanjut di persidangan," tandasnya. (Iwn)