Berita Nasional
Begitu Lihat TKP Penembakan Brigadir J, Bripka Danu Tahu Ada Kejanggalan, Apalagi Saat Jasad Dibalik
Begitu melihat kondisi TKP penembakan Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Bripka Danu sudah tahu ada yang tak beres
TRIBUNJATENG.COM - Begitu melihat kondisi tempat kejadian perkara (TKP) penembakan Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Bripka Danu sudah tahu ada yang tak beres.
Apalagi setelah ia membalikkan jasad Brigadir J yang tertelungkup.
Namun semua itu hanya menjadi bahan pembicaraannya dengan seorang rekan.
Ia tak berani angkat suara.
Baca juga: Firasat Seorang Ibu Nyata, Bayinya Jadi Korban Kecelakaan di Gunung Pegat Wonogiri, 8 Tewas
Baca juga: Ibu Penjual Gorengan Ini Nekat Mau Jual Ginjal,Tiap Hari Ditagih Utang Pinjol Anaknya Ratusan Juta
Bripka Danu Fajar Subekti, anggota Unit Identifikasi Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan membongkar kejanggalan dan keanehan itu saat bersaksi di sidang pembunuhan Brigadir J atas terdakwa Bharada E, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf.
Danu menjelaskan, kejanggalan pertama yang dirasakan ketika dia tidak menemukan barang-barang milik korban di TKP.
Selain itu, dia juga tidak menemukan ceceran darah dari arah tembakan yang diakui saksi-saksi saat itu.
"Hanya tergenang satu titik darah di tubuh jenazah," katanya.
Selain itu, Danu juga tidak melihat lubang dari arah tembakan dari atas ke bawah.
Padahal saat itu disebutkan bahwa Bharada E berada di atas tangga saat menembak Brigadir J yang ada di lantai bawah.
Diakui Danu, kejanggalan-kejanggalan itu sebenarnya sudah dirasakan saat di TKP.
"Sebenarnya saat melakukan olah TKP sudah paham. (Ada yang tidak beres). Ada kejanggalan," akunya.
Kejanggalan itu semakin tampak saat dia membalikkan tubuh Brigadir J yang tertelungkup.
Saat itu dia melihat wajah Brigadir J masih tertutup masker.
Keanehan itu pun disampaikan ke Kasat Reskirim Polres Metro Jakarta Selatan saat itu, AKBP Ridwan Soplanit.
"Waktu pakai masker sempat curiga, kok aneh, kok pakai masker.
Pas itu saya ada Kasat Reskrim saya bilang: Ndan mohon izin, korban pakai masker," aku Danu.
Namun, temuan Danu itu tidak ditanggapi Ridwan Soplanit dan petugas lain.
"Pada saat itu pada diem semua gak ada yang ngomong," ungkap Danu.
Ketua majelis hakim, Wahyu Iman Santoso lalu menanyakan pangkat Danu, dan dijawab Bripka.
Setelah mengetahui pangkat Danu Bripka, hakim pun memaklumi jika Danu tidak bisa mengungkapkan kejanggalan itu karena pada kesaksian AKBP RIdwan Soplanit sebelumnya pun merasakan terintervensi.
Karena merasa tidak direspons, Danu pun hanya menyimpan kejanggalan itu tanpa berani mengungkapkan pada orang lain.
"Hanya pas mengolah mayat, dibantu dua orang hanya berbincang berdua.
Saya sempat ngomong ada yanng aneh, tapi tidak berani melakukan apapun," ungkap Danu.
Meski tidak merasa ada tekanan, Danu juga tidak berani mengungkap kejanggalan itu dalam berita acara identifikasi jenazah yang dilakukan.
Di berita acara, dia hanya menulis data apa yang terjadi dan dilihat di TKP saja.
AKBP Ridwan Soplanit Merasa jadi Korban Prank
Di persidangan yang sama, AKBP Ridwan Soplanit, Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan mengaku menjadi korban prank Ferdy Sambo terkait kasus pembunuhan Brigadir J.
Awalnya AKBP Ridwan Soplanit ditanya tentang posisi Kuat Maruf saat dia masuk ke rumah Ferdy Sambo, seusai penembakan Brigadir J.
Diakui AKBP Ridwan saat itu dia hanya melihat Kuat Maruf bersama tiga ajudan Ferdy Sambo lain, Bharada E, Adzan Romer dan Prayogi tengah di garasi.
Saat ditanya apa Kuat Maruf saat itu membawa senjata, AKBP Ridwan mengaku hanya lewat dan tidak memperhatikan.
"Saya tidak tahu komposisi ceritanya, saya gak ngerti.
Saya gak kenal semua. Waktu terlalu cepat untuk saya bisa (konsen).
Saya datang, saya korban juga, karena saya di prank juga," akui dengan nada tinggi.
Dikatakan RIdwan, dari awal persidangan dia sebagai saksi verbal lisan hanya menceritakan fakta yang diketahui tanpa mau menambah-nambahi demi memuaskan hakim atau pihak lain.
"Saya gak mau memberi kata-kata lebih indah, saya gak mau," tegasnya.
Di persidangan ini Ridwan juga sempat ditegur hakim karena tengak-tengok saat memberikan kesaksian.
Hakim heran karena AKBP Ridwan Soplanit yang menjabat kasat reskrim mengaku tidak mengetahui hasil olah TKP pertama pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo.
AKBP Ridwan Soplanit yang merupakan tetangga dekat Ferdy Sambo mengatakan lambannya hasil olah TKP resmi dikeluarkan karena terkendala pemeriksaan saksi.
Awalnya hakim ketua Wahyu Iman Santoso menanyakan apakah olah TKP membutuhkan keterangan saksi atau bisa berdiri sendiri.
Dijawab Ridwan kalau olah TKP bisa berdiri sendiri.
"Kenapa saudara tidak tahu menahu?," tegur hakim Wahyu Iman Santoso.
Dengan suara terbata Ridwan beralasan saat itu hasil visum awal yang dibacakan Kapolres.
"Hasil sementara otopsi catatan dokter, pengecekan awal," katanya.
"Apa hasil visum?," cecar hakim.
Ridwan menjelaskan saat itu ada tembakan masuk 7 lubang dan keluar 6 lubang.
Ada 1 proyektil yang masih di dalam tubuh dan enam sudah keluar.
Namun, saat ditanyakan dimana saja tembakan itu, RIdwan mengaku lupa membawa catatan.
"7 tembakan, ada di dada, kepala belakang ke depan (keluarnya dari hidung)," ujar Ridwan sambil berjanji akan membawa data-datanya di persidangan berikutnya.
Majelis hakim juga menanyakan latar belakang Ridwan menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan yang ternyata baru enam bulan berjalan.
Hakim juga menanyakan latar belakang pendidikannya hingga rencana bisa promosi menjadi kapolres.
"Saudara sudah mengikuti Sespim. Tapi sekarang saudara di Yanma. Tertunda kan jadinya, karena saudara dianggap tidak profesional. Sekarang saudara merasa rugi tidak?," tanya hakim.
Ridwan pun mengakui hal itu.
"Kalau saudara rugi. Ceritakan semua yang saudara ketahui, ndakak usah ditutup-tutupi.
"Kenapa tengak-tengok ke belakang. macam kayak masih ada beban? beban apa lagi?.
"Kan saudara sudah mengatakan merasa rugi kan?," seru hakim ketua.
"Betul yang mulia," ucap Ridwan.
"Karena saudara dianggap yang mengetahui TKP yang pertama.
Ceritakan apa yang saudara alami," seru hakim diikuti anggukan kepala Ridwan.
Akui Ferdy Sambo Ikut Menembak Brigadir J
Pada kesempatan itu, Ridwan mengakui jika Brigadir J tewas ditembak Bharada Richard dan Ferdy Sambo.
Awalnya hakim anggota bertanya kepada Ridwan cerita apa yang dia dapat saat melakukan penyelidikan awal kasus tersebut dari Ferdy Sambo.
"Disuguhi juga seperti yang kamu ceritakan bahwa terjadi tembak menembak antara Eliezer dengan Yosua sepeti yang kamu lakukan tadi. Sampai berapa lama cerita itu ada dibenakmu? Berapa lama tertanam?" tanya Hakim.
"Sampai dengan perjalanan proses pemeriksaan itu sampai di Polda Metro juga masih sama, sampai di Bareskrim masih sama," jawab Ridwan.
Setelah itu, Ridwan mengakui jika cerita tembak-menembak yang diskenariokan Ferdy Sambo tidak sesuai dengan faktanya.
"Yang benar yang mana menurut kamu?" tanya Hakim kembali.
"Yang kami ikuti saat ini, yang masih kami ikuti bahwa memang terjadi ada bukannya terjadi peristiwa tembak menembak tapi peristiwa," ucap Ridwan.
"Nggak usah sungkan," timpal Hakim.
"Peristiwa menembak, Yosua ditembak. Seperti itu," ucap Ridwan.
"Oleh siapa?" ungkap Hakim.
"Oleh Bharada E dan FS (Ferdy Sambo)," tutur Ridwan.
Diwanti-wanti Ferdy Sambo
Di sidang Ridwan Soplanit juga mengungkap perintah Ferdy Sambo seusai Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J tewas di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.
Ridwan Soplanit mengatakan saat itu dirinya hendak meninggalkan tempat kejadian perkara (TKP) di Duren Tiga setelah Brigadir J tewas.
Namun, saat dia hendak keluar rumah Sambo memintanya agar tak menyampaikan kabar kematian Brigadir J kemana-mana.
"Saat saya meninggalkan TKP dari dalam, Pak FS sempat sampaikan bahwa 'ini kamu untuk kejadian ini jangan ramai-ramai. Jangan dulu ngomong kemana-mana," kata Ridwan saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (21/11/2022).
Menurut Ridwan, dirinya diminta Sambo agar tak menyebarkan kabar tersebut lantaran berkaitan dengan pelecehan terhadap Putri Candrawathi.
"Karena ini terkait dengan aib keluarga, masalah pelecehan istri saya. Itu yang sempat ditekankan ke saya dengan nada yang sangat tegas," ujarnya.
Ia mengaku tak mengetahui pasti maksud perintah mantan Kadiv Propam Polri tersebut.
"Saat itu bagi saya maksudnya jangan sampaikan hal tersebut di luar dari garis komando, masalahnya ke Kapolres atau kemana," ungkap dia.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP. (*)
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id