Wonosobo Hebat

Sosok Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat Mantan Guru Honorer 8 Tahun

zoom-inlihat foto Sosok Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat Mantan Guru Honorer 8 Tahun
Tribun Jateng/Imah Masitoh
Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat, Jumat (18/11/2022).

TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Afif Nurhidayat pernah aktif berpolitik ketahuan ibunya. Kedua orangtuanya guru PNS. Ibunya lalu dipanggil pimpinannya suruh pensiun dini atau anaknya (Afif) berhenti berpolitik. Saat itu ibu pilih tidak pensiun dini. Afif manut apapun keputusan sang ibunda. Vakum dua tahun pasir berpolitik. Tahun 1998 gejolak politik dan ibunda pensiun. Lalu Afif diizinkan berpolitik. Afif adakan survei di desanya apa pilihan politiknya. Afif mantap gabung PDI saat itu.

Bagaimana awal mulai bapak terjun di politik hingga kemudian menjadi Bupati Wonosobo hingga sekarang? 

Saya ngga tahu masuk di politik di persimpangan jalan atau apa, karena orang tua, keluarga tidak punya background politik. Ayah ibu guru, kita dididik semua menjadi tenaga pendidik. Sempat menjadi Guru Wiyata Bakti 8 tahun, di sebuah sekolah Mts Ma'arif Selomerto. Pernah juga mengajar di MAN, dan lain sebagainya. 

Jadi semua kakak dan adik saya itu diarahkan untuk menjadi seorang pendidikan semuanya. Hingga tahun 1997, politik nasional bergejolak, saya sudah mulai berkegiatan. Kegiatan anak muda biasanya kan agak kritis. Kemudian orang tua dipanggil. Karena ibu saya seorang PNS di guru Kementrian Agama dipanggil oleh pimpinan. Intinya ada dua pilihan anaknya untuk berhenti di dunia luar (partai) atau ibu yang pensiun. Akhirnya saya dipanggil oleh ibu saya, yang pasti saya akan menghormati keputusan orang tua saya. Keputusan orang tua adalah yang terbaik. 

Akhirnya saya berhenti dari dunia jalanan. Dulu saya kadang suka demo. Kan karena namanya anak muda. Saya berhenti total dari aktivitas itu. Kemudian di tahun 1999 akhir, saya masuk lagi, karena sudah 2 tahun vakum, saya fokus mengajar. Di tahun 1999 akhir saya membaca ada gejolak politik nasional, ada pergeseran pemerintahan secara nasional. Kemudian mulai berdiri partai-partai. Karena pada waktu itu hanya ada 3 partai yaitu Golkar, P3, dan PDI. Kemudian ada beberapa yang nyawel saya. Saya mulai keluar rumah lagi, kalau pagi ngajar. Ibu saya melihat kegiatan aktivitas saya di luar, dan menyampaikan kepada saya "ya wis wayahe, nek make kudu pensiun ya ora papa kudu pensiun, wis gantian berjuang untuk negara, untuk masyarakat".

Bupati Afif saat hadiri di pertemuan staff khusus presiden, Kemnko PMK, dan tim TKPKD di Pendopo Bupati, Selasa (8/11/2022). 
Bupati Afif saat hadiri di pertemuan staff khusus presiden, Kemnko PMK, dan tim TKPKD di Pendopo Bupati, Selasa (8/11/2022).  (Tribun Jateng/ Imah Masitoh)

Saya diberikan ruang maka saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Sehingga saya masuk, dihadapkan tentang pilihan, partai apa yang pas. Kalau saya waktu itu mencoba pakai survey kecil-kecilan. Di kampung saya, saya sebarkan satu kuisioner kepada masyarakat. Saya jalan dengan teman-temen ke rumah-rumah cuma bertanya ke masyarakat arah politiknya mau ke mana. Ini untuk pijakan awal saya. Kemudian kalau tidak salah sekitar 500 lembar, saya sebar di desa saya. Kemudian saya simpulkan sendiri pertanyaan itu, itu pijakan awal. Setelah hasil surveynya, kecenderungan masyarakat di kampung saya itu ke PDIP. Akhirnya saya menancapkan menjadi Ketua Ranting PDIP di Desa Sukoharjo. 

Setelah itu proses berjalan, sudah mulai persiapan-persiapan kampanye dan sebagainya. Saya salah satu dari sekian banyak yang menjadi Juru Kampanye. Ke mana-mana saya di jemput suruh kampanye. Sampai pada menjelang Pemilu 1999, saya bergerak ke mana-mana sudah pakai baju partai tapi setelah ngajar. Kalau pagi ngajar, siang aktivitas di partai bersama-sama Pak Trimawan mantan Bupati Wonosobo.
 
Menjelang pencalegan saya tidak berfikir di dunia partai ingin nyaleg. Saya ingat betul jam 12 malam, saya didatangi oleh sesepuh-sesepuh tokoh PDIP, datang ke rumah nembung. Meminta saya untuk nyaleg, karena besok penutupan pendaftaran. Kemudian bertemu ke ayah ibu saya, kemudian saya jawab kalau bapak ibu merestui, meridhoi saya mau. Kalau tidak saya tidak, karena saya tidak ingin jadi anggota dewan. Saya hanya ingin menyalurkan ide saja. Akhirnya jawaban ibu bapak suruh lanjut, ya sudah lanjut. Akhirnya saya ngisi formulir. 

Kebetulan pada waktu itu Pemilu dilaksanakan 1999 kan belum ada Daerah Pemilihan. PDIP dapat 14 kursi, dan saya nomor urut 8 jadi kebawa. Itu nyaleg tanpa biaya sama sekali. Bikin kaos gotong-royong, mau kampanye gotong-royong, semua nol rupiah. Saya bersyukur betul diberi kesempatan untuk ikut terjun di awal. 

Dan akhirnya jadi anggota dewan tahun 1999. Kemudian satu tahun berikutnya mau ada pemilihan kepala daerah pertama, pasca reformasi di pilih oleh anggota DPRD. Dan saya pada waktu itu di tugasin oleh ketua partai saya Pak Trimawan untuk masuk gabung di DPC. Walaupun bukan di sekretaris, tapi saya sudah menghandle banyak kegiatan strategis partai, termasuk mengkonsolidir menyiapkan bakal calon, akhirnya pada waktu itu banyak berkiprah memberikan, mewarnai kegiatan partai PDIP, hanya muncul waktu itu pasangan Bupati dan Wakil Bupati kita usung. 

Gayung bersambut mungkin, karena saya pada waktu itu sudah menjadi juru kampanye. Hanya tidak ada terbesit dalam pikiran saya untuk nyaleg. Hanya senang - senang saja, menyalurkan hobi, bisa cuap-cuap di lapangan. Karena waktu itu orang disuruh naik panggung banyak yang ga mau. Kita waktu jadi mahasiswanya biasanya sering ngomong jadi tersalurkan. 

Bupati Kabupaten Wonosobo, H. Afif Nur Hidayat, S.Ag., Kamis (17/11/2022).
Bupati Kabupaten Wonosobo, H. Afif Nur Hidayat, S.Ag., Kamis (17/11/2022). (Tribun Jateng/Imah Masitoh)

Sebenarnya dari awal cita-cita Pak Afif itu jadi apa? 

Karena dididik oleh seorang guru, waktu itu ya apa yang dilihat ya guru. Kalau ditanya ya spontan jadi guru. Karena setiap hari yang dihadapi berkaitan dengan guru, ya cita-cita nya jadi guru. Jadi seorang pendidik seperti orang tua saya. Saya anak ke 3 dari 7 bersaudara. 

Dukungan keluarga setelah mengetahui bapak sekarang menjadi Bupati seperti apa? 

Ya pasti kakak dan adik, karena ayah ibu sudah tidak ada, bapak mertua juga sudah tidak ada, adanya ibu mertua, dan saudara memberikan dukungan yang terbaik untuk bisa mengemban amanah, dan jangan mengecewakan pemilih. Jangan mengecewakan masyarakat yang sudah memberikan dukungan. 

Terkait amanah dan juga dukungan, sebenarnya visi dan misi atau quotes bapak selama hidup apa? 

Sederhana sebenarnya. Tuhan hanya kasih hidup ini sekali. Tapi bagaimana hidup yang Tuhan kasih sekali ini bisa memberikan nilai manfaat untuk orang lain. Saya tulis di buku diary saya itu ada, karena saya diwelingi. Kebetulan saat saya nyantri di Pondok Pesantren Al-Asyariyah, pada saat kuliah di IIQ (sekarang Unsiq Wonosobo) saya ikut sebentar nyantri di Kalibeber, sosok sesepuh ulama kharismatik di Wonosobo K. H Muntaha Al-Hafidz waktu itu rektor IIQ (Unsiq Wonosobo) juga, memberikan wejangan kepada santrinya "urip ndang iso manfaat" itu yang menjadi membekas di saya , orang tua juga selalu memberikan nasihat kepada saya dan anak-anaknya, agar hidup ini bisa bermanfaat untuk orang lain. Dan sama sejalan dengan apa yang di dawuhkan di hadits "khoirunnas anfauhum linnas".

Bagiamana dukungan pengusaha di Wonosobo? 

Tempat-tempat seperti ini (cafe) sudah menggeliat, ini semakin tempat ngopi cafe pertanda ekonomi di Wonosobo semakin meningkat tumbuh subur. Karena usaha seperti ini selain menghidupkan juga menyerap tenaga kerja. Teman-teman yang selama ini belum beraktivitas bisa produktif.
 
Bapak mengenyam pendidikan dimana saja? 

Saya seperti yang lain. Saya SD di Sukoharjo, dulu punya cita-cita di SMP 1 Wonosobo, namun demikian tidak diterima. Padahal waktu itu ada saudara yang ngajar di sana, tapi tidak diterima. Kemudian saya daftar di Mts Negeri, waktu kelas 1 dulu di Kauman, kemudian pindah ke Klerang kelas 2, dan 3. Habis itu lanjut di SMA Muhammadiyah Banjarnegara. Penginnya kuliah di kampus terkenal seperti UGM, Undip, dan beberapa kampus lainnya tapi tidak diterima. Akhirnya mbah saya H. Ali Rahmat menyampaikan ke ibu saya salah satu anaknya untuk mondok. 

Karena saya dekat dengan si mbah akhirnya saya ngikut si mbah. Saya diantar ke Kalibeber, diajak sowan ke Mbah Mun, saya di pasrahkan sama mbah saya, dan juga sowan ke Abah Khatab dosen di IIQ, yang rumahnya di sebelah Mbah Mun. Saya juga dititipkan ke Abah Khatab. Pesan Mbah Khatab jangan ngaji saja tapi juga kuliah. 

Akhirnya saya ikut daftar di IIQ, saya angkatan ke 3 ngambil di Fakultas Dakwah. Di Fakultas Dakwah inilah yang membentuk totalitas saya, mau ngga mau harus ngomong, sisi mental juga terbangun. Terlepas dari itu ini spirit motivasi dari mbah saya, orang tua saya, Mbah Mun, yang luar biasa. Beliau adalah tokoh - tokoh saya. Nasihat orang tua yang terbaik. Saya paling takut dengan orang tua. 

Pengalaman yang tidak terlupakan dari hidup Bapak? 

Spirit bentuk saat saya masih anak-anaknya, orang tua saya melihat bagaimana ibu saya bangun pagi, mereka harus shalat tahajud. Di awal ngga pernah mengajak anak-anaknya. Tapi anak-anak terbangun sendiri melihat ibunya. Dan bersama - sama menyiapkan makanan dan segala sesuatunya. Ini kan suatu pelajaran yang luar biasa sampai kapanpun. Hidup harus kerja keras. 

Hobi atau kegiatan bapak di luar kegiatan sebagai Bupati apa? 

Hobinya satu sepak bola, badminton, menyalurkan hobi sehingga saya punya tim sepak bola. InsyaAllah bulan ini akan main di kecamatan. Di kecamatan akan main dengan forkopimca, PGRI, dengan para perangkat desa. Ini sebagai media saya komunikasi. Satu menyalurkan hobi, yang kedua media komunikasi saya dengan teman - teman di kecamatan, dan desa. Dan alhamdulillah teman-teman senang. Habis main bola ngobrol bareng. Klub andalan Manchester City karena di sana ada Pep Guardiola pelatih yang saya idolakan. 

Afif Nurhidayat saat menandatangani berita acara serahterima jabatan kepala daerah di Pendopo Kabupaten Wonosobo, Jumat (26/2/ 2021).
Afif Nurhidayat saat menandatangani berita acara serahterima jabatan kepala daerah di Pendopo Kabupaten Wonosobo, Jumat (26/2/ 2021). (Tribun Jateng/Khoirul Muzaki)

Selain olahraga apa bapak tertarik dengan dunia musik, seni? 

Hidup itu kan seni, pemimpin juga butuh seni. Saya selalu menyampaikan ke kawan-kawan saya, di politik itu juga harus bisa belajar seni. Apalagi kehidupan saya waktu itu pada saat Pemilu 1999 mau ngga mau harus jadi juru kampanye. jadi Juru kampanye itu kan harus menyampaikan orasi di hadapan orang banyak agar masyarakat tidak jenuh, saya sisipkan dengan seni. Mau ngga mau saya belajar nyanyi. Akhirnya saya kebacut seneng nyanyi seperti nyanyi dangdut saja. Kenapa dangdut, karena era saat itu dipanggung yang lebih mengena ya dangdut. Hingga sampai sekarang keterusan. Jadi kalau nyanyi di luar dangdut cengkoknya sudah susah. Kalau sama isteri lagu Bahtera Cinta. Akhir-akhir ini sering nyanyi bidadari cinta, itu untuk merekatkan dengan isteri. Tuntutan di masyarakat waktu itu di anggota dewan suruh nyanyi dengan isteri. Saya belajar satu lagu dengan istri. Kadang ada permintaan kita hadir suruh nyanyi lagu ini. Ini bagian dari menyenangkan konstituen. Padahal suaranya pas pasan. 

Tokoh inspiratif yang menjadi inspiratif bapak siapa? 

Bung Karno. Saya belum menemukan tokoh lain yang sehebat beliau, yang ide dan gagasannya membumi di seluruh tanah air. Jadi sampai saat ini saya belum menemukan sosok politik yang melebihi beliau. Itu luar biasa. Kita baru mengambil satu petik saja barang kali, coba kalau ide dan gagasan beliau terimplementasi jadi kebijakan di negara kita pasti luar biasa. Indonesia pasti akan kokoh, Indonesia pasti kuat, Indonesia pasti akan makmur. Kita belum bisa mengejawantahkan secara totalitas. Saya coba menarik-narik yang kecil-kecil. 

Harapan kedepannya di luar sosok Bupati apa? 

Kalau saya dan istri, dan sering saya sampaikan ke kawan-kawan. Tuhan sudah kasih saya kesempatan, jangan sia-siakan, manfaatkan dengan baik, saya pernah diingatkan oleh temannya mas Fahmi, namanya Pak Adigus (Alm) mantan Satpol PP. Saya dekat banget. Saat saya jadi anggota DPRD, saya ingat betul, memanggil saya. Dia menyampaikan, jadi anggota dewan jangan keras-keras, jangan sampai ada kalimat yang melukai teman-teman di eksekutif. Karena anggota dewan 5 tahunan nanti kalau sudah selesai akan kembali ke rakyat. Sementara teman-teman yang pernah dimarahi karirnya malah naik terus. Nanti ketemu di jalan ngga ditanya.

Apa yang disampaikan beliau, saya ingat betul, sehingga itu awal saya menjabat sebagai anggota dewan. Jadi bagaimana kita menjaga sikap, lisan. Jangan sampai lisan kita ini offside, mengeluarkan kalimat-kalimat yang menyakiti orang lain. Dari situlah saya belajar untuk terus beradaptasi, belajar dan belajar agar saya di DPRD. Saya tidak tahu karena yang menilai kan orang lain, kawan-kawan eksekutif yang sudah bekerja dengan saya, bermitra dengan saya. InsyaAllah enjoy. Jadi kalau kita bisa pakai kalimat yang menyejukkan kenapa harus dengan kalimat yang tidak baik. 

Pesan bagi anak-anak muda yang tertarik dengan dunia politik? 

Bagi anak-anak muda jelas belajar, anak-anak kita kan jauh dengan politik. Kadang melihat politik itu kotor. Karena yang mereka lihat itu yang buruk-buruk, tidak melihat secara utuh. Oleh sebab itu menjadi momen anak-anak kita untuk belajar melihat sesuatu dengan kacamata yang jernih. Oleh sebab itu para politisi pun harus menyajikan tauladan-tauladan yang baik kepada anak didik kita. Sepanjang kita tidak pernah menyajikan tauladan yang baik, politik yang baik, berpolitik yang santun ya tentunya anak-anak kita tidak tertarik pada politik. Padahal ke depan, hati ini semua itu produk politik.

Hukum kita juga produk politik. Karena di Jakarta yang bahas undang-undang adalah politisi. Produk-produk kita, produk politik yang membahas di kabupaten, provinsi, juga produk politik. Kalau tidak diisi oleh anak-anak yang bagus, saya khawatir justru yang masuk dunia politik adalah orang-orang luar yang tidak punya bekal cukup. Saya mencoba dengan kesederhanaannya dengan apa adanya ini biarlah masyarakat melihat secara utuh pula. Jangan melihat dari sudut pandang yang lain. InsyaAllah kalau melihat dengan utuh mudah-mudahan nanti akan muncul anak-anak kita yang akan menjadi generasi penerus. 

Tiga kata terakhir untuk anak-anak muda di Kabupaten Wonosobo? 

Ya untuk anak-anak kita di Kabupaten Wonosobo, "Maju Pantang Menyerah, Optimis". (*)