Dianggap Bahaya, PKS Desak Jokowi Tinggalkan Relawan

Jokowi dinilai tak perlu menghimpun relawannya, karena masa kepemimpinannya sudah tak bisa diperpanjang.

Editor: Vito
TRIBUNBANYUMAS/Permata Putra Sejati
ilustrasi - Relawan Jokowi 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Keberadaan relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai sorotan sejumlah kalangan.

Hal itu menyusul berbagai aktivitasnya yang dinilai justru kontraproduktif dengan semangat awal pembentukannya, terlebih saat ini menjelang masa akhir jabatan presiden.

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera mendesak Presiden Joko Widodo meninggalkan relawannya.

Ia menilai, Jokowi tak perlu menghimpun relawannya, karena masa kepemimpinannya sudah tak bisa diperpanjang.

“Pak Jokowi kan mau apalagi, kan sudah selesai. Tugas beliau 10 tahun menjadi presiden itu kalau dia husnul khotimah adalah kontribusi terbesar beliau,” ujarnya, ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (29/11).

Dalam pandangannya, berbagai gerakan relawan menuai polemik dan berpotensi menurunkan citra Jokowi selama ini. “Jangan dicoreng dengan kegiatan-kegiatan relawan seperti ini,” ucapnya.

Selain itu, Mardani khawatir, ada upaya untuk kembali mendorong wacana jabatan presiden tiga periode dengan masifnya gerakan relawan Jokowi saat ini.

“Tetap khawatir tiga periode, karena gerakan relawan (Jokowi) bukannya berhenti malah jalan terus, berbahaya,” tuturnya.

Mardani menyatakan, bakal terus menolak wacana jabatan presiden tiga periode itu. Ia pun meminta agar Jokowi legawa dan fokus bekerja sampai masa jabatannya berakhir.

Menurut dia, Jokowi tak perlu mengumpulkan relawan karena hanya partai politik (parpol) yang bisa mengusung calon presiden dalam kontestasi elektoral mendatang.

“Dorong Pak Jokowi, sudah, serahkan ke partai politik urusan capres 2024,” ucapnya.

Ia menganggap, jabatan presiden tiga periode adalah wacana yang menyesatkan dan merugikan jika dibahas saat ini. Apalagi, wacana itu muncul menjelang berakhirnya masa jabatan Jokowi.

Ia menganggap, ide perpanjangan masa jabatan presiden sebenarnya bisa saja dibahas, tapi tidak untuk dilaksanakan dalam waktu dekat.

“Kalau buat bangsa negara ayo 10 tahun lagi, 15 tahun lagi kita terapkan, masih mungkin kita bahas. Tapi kalau diterapkan 2024, nah buat saya abuse of power. Secara etika salah dan sesat,” tandasnya. (Kompas.com/Tatang Guritno)

Sumber: Kompas.com
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved