Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jepara

Sosialisasi UU Pers di Jepara: Upaya Melindungi Masyarakat dari Wartawan Abal-abal

Pers di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 199 tentang Pers. Dalam undang-undang itu diatur bagaimana pers menjalankan fungsi.

Tribun Jateng/ Muhammad Yunan
Sekretaris PWI Jawa Tengah Setiawan Hendra Kelana saat menyampaikan dinamika pers di masyarakat saat Sosialisasi UU Pers dan Literasi Media di Ono Joglo, Desa Bandengan, Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Selasa (13/12/2022). 

TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Pers di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 199 tentang Pers. Dalam undang-undang itu diatur bagaimana pers menjalankan fungsinya. Begitu pula wartawan saat menjalankan tugas-tugas jurnalistik.

Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah, Setiawan Hendra Kelana mengungkapkan, UU Pers tidak hanya melindungi media massa dan wartawan. Lebih dari itu, undang-undang tersebut juga melindungi masyarakat.

Semua wartawan harus mematuhi kode etik jurnalistik. Di mana di dalamnya juga mengatur hak-hak narasumber. Dengan demikian, wartawan dalam praktik jurnalistiknya harus berpedoman pada kode etik.

Namun dalam kenyatannya banyak orang yang mengaku sebagai wartawan. Tragisnya, mereka menjalankan tugas jurnalistik tidak sesuai kode etik.

Pria yang akrab disapa Iwan itu mengungkapkan, PWI Jateng kerap menerima laporan keberadaan wartawan abal-abal. Hal ini sangat merugikan wartawan  profesional.

“Dalam bekerja, wartawan dibekali aturan yang jelas. Kerja-kerja wartawan diikat oleh Undang-undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik,” kata Iwan dalam acara Sosialisasi UU Pers dan Literasi Media di Ono Joglo, Desa Bandengan, Kabupaten Jepara, Selasa (13/12/2022).

Dia mengungkapkan, masyarakat bisa menolak diwawancarai oleh wartawan abal-abal. Karena KEJ juga mengatur wartawan harus menghormati narasumber. Termasuk saat menolak diminta wawancara.

Tugas wartawan, kata dia, menggali dan menyampaikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang disampaikan pun berisi hal-hal untuk kepentingan publik. Namun kenyataan di lapangan kadang berbeda. Wartawan abal-abal mendatangi narasumber dengan meminta data-data privat seolah seperti aparat hukum yang sedang melakukan penyelidikan.

“Wartawan tetaplah wartawan. Dia tidak punya hak seperti penyidik,” tegas Iwan.

Senada dengan Iwan, salah seorang wartawan senior di Jepara, Sukardi jiga mengungkapkan keberadaan wartawan abal-abal yang mendatangi balaidesa dan sekolah-sekolah. Mereka memberi tekanan kepada narasumber dan membuat narasumber ketakutan.

Bahkan dalam beberapa kesempatan, ia kaget saat masyarakat mengartikan wartawan adalah tukang menakut-nakuti. Padahal wartawan bukanlah seperti.

"Wartawan hanya menyampaikan informasi-informasi yang berguna pada masyarakat. Bukan meden-medeni (menakut-nakuti)," ujarnya.

Dia menjabarkan, dalam proses pembuatan produk jurnalistik ada filter berlapis-lapis di meja redaksi. Reporter yang menggali dan menulis berita akan membaca berkali-kali beritanya sebelum dikirim ke redaktur. Setelah sampai di meja redaktur, redaktur akan memeriksa dengan teliti akurasi berita. 

Apabila ada kekurangan data dan verifikasi, redaktur akan memerintahkan kepada reporter untuk melangkapi data-datanya. Setelah berita dinilai lengkap data, baru akan disampaikan ke publik, entah lewat kanal online atau cetak.

"Jadi memang panjang prosesnya. Ada pemeriksaan berlapis," tutur Sukardi.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved