Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Artis Nyaleg Jadi Pendulang Suara

artis bergabung ke parpol menjelang pemilu hanya dijadikan sebagai pendongkrak elektabilitas partai.

Editor: Vito
istimewa/kolase instagram
Sejumlah artis yang direncanakan akan menjadi caleg pada 2024. Diantara artis yang akan melaju, ada yang sebelumnya gagal. Ahmad Dhani hingga Nafa Urbach. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai, artis bergabung ke parpol menjelang pemilu hanya dijadikan sebagai pendongkrak elektabilitas partai.

"Ya saya melihatnya hanya untuk elektoral kok, untuk mendulang suara-suara saja, untuk mengumpulkan suara-suara di masyarakat," katanya, kepada Tribun.

Ia menyebut, kaderisasi hampir di setiap parpol tidak berjalan. "Jadi kaderisasi hampir tidak jalan di partai politik. Semuanya kepentingan perekrutan caleg dari artis soal popularitas itu, soal elektoral yang ujung-ujungnya untuk mengangkat suara partai," tuturnya.

Ujang mengungkapkan, hal itu tak terlepas dari kepentingan pragmatis yang dimiliki parpol. Sebab, ketika merekrut para anggota melalui tahapan kaderisasi, maka nanti yang muncul adalah orang-orang cerdas, pintar, tapi tak memiliki popularitas, akhirnya kalah dalam pemilu.

"Makanya yah yang dicari orang yang terkenal yang punya uang yaitu artis. Jadi partai politik itu soal pragmatisme untuk kepentingan elektoral, bukan kaderisasi," tukasnya.

Kendati demikian, Ujang menuturkan, fenomena artis masuk dalam dunia politik atau parpol bukan cerita baru di Indonesia.

Ia menyebut, fenomena artis masuk dalam panggung politik setidaknya sudah terjadi sejak pemilu 2004.

"Nah, oleh karena itu saya melihat fenomena ini, fenomena umum terjadi pada setiap pegelaran pemilu," ungkap Ujang.

Ujang menilai, baik artis maupun parpol sama-sama untung seperti simbiosis mutualisme.

"Jadi partainya untung, artisnya juga untung. Artinya, partai menyediakan perahu atau tiket pencalonan, di saat yang sama artis memberikan popularitas itu," terangnya.

Namun, Ujang menegaskan, popularitas belum tentu terpilih dalam pemilu, kecuali memiliki elektabilitas tinggi.

"Kalau popularitas itu terkenal, tapi belum tentu terpilih. Tapi kalau elektabilitas tinggi, ya dia kemungkinan dia terpilihnya tinggi," paparnya. (Tribun Network)

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved