Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Darurat Jumlah Pendidik, Kampus Guru Cikal: Padahal Jadi Guru Itu Menyenangkan

Kemdikbudristek sebut Indonesia masih kekurangan jumlah pendidik hingga 1 juta guru.

Penulis: amanda rizqyana | Editor: sujarwo
zoom-inlihat foto Darurat Jumlah Pendidik, Kampus Guru Cikal: Padahal Jadi Guru Itu Menyenangkan
Dok. Yayasan Cerita Guru Belajar
Kampus Guru Cikal merespon Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) menyatakan Indonesia masih kekurangan jumlah pendidik hingga 1 juta guru.

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) menyatakan Indonesia masih kekurangan jumlah pendidik hingga 1 juta guru.

Angka tersebut diprediksi akan terus meningkat, untuk merespon hal tersebut, Marsaria Primadonna, ketua Kampus Guru Cikal mengajak generasi muda untuk jadi guru.

“Generasi muda jarang yang mau jadi guru karena stigma selama ini. Guru dianggap kurang sejahtera dan tidak menarik. Padahal banyak sekali kenikmatan menjadi seorang guru. Jadi guru itu menyenangkan,” kata Pima, sapaan akrabnya.

Pima menjelaskan, seorang guru pasti selalu tidak sabar untuk bekerja atau kembali bertemu dengan murid-muridnya.

Mendengarkan berbagai pandangan murid, melihat aktivitas mereka, hingga mengamati perkembangan murid adalah hal yang membahagiakan.

Untuk karier pun, seorang guru seharusnya tidak perlu khawatir. Ada banyak pilihan karier protean yang bisa ditekuni guru.

Kampus Guru Cikal merespon Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) menyatakan Indonesia masih kekurangan jumlah pendidik hingga 1 juta guru.
Kampus Guru Cikal merespon Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) menyatakan Indonesia masih kekurangan jumlah pendidik hingga 1 juta guru. (Dok. Yayasan Cerita Guru Belajar)

Seperti menjadi guru penulis, guru content creator, guru asesor, dan masih banyak lainnya.

“Karier protean ini tidak kemudian menjadi beban karena ada pekerjaan tambahan. Justru kompetensi yang dikembangkan di luar kelas ini akan bisa berdampak pada kompetensi kita untuk mengajar murid. Jadi uangnya dapat, ilmunya juga dapat,” terang Pima pada Tribun Jateng, Jumat (20/1/2023).

Dia juga menegaskan jika guru merupakan profesi yang tidak akan tergantikan oleh teknologi.

Namun memang perlu kompetensi berbeda untuk bisa mengajar murid-murid abad ke-21.

Menurutnya, guru abad ke-21 harus merdeka belajar atau berpihak pada murid, memiliki kemampuan merancang kurikulum yang berorientasi pada kebutuhan murid, serta cerdas digital.

Menjadi guru yang cerdas digital bukan sekedar menggunakan bermacam-macam aplikasi.

Namun mampu mengintegrasikan teknologi, pedagogi, dan keahlian subjeknya untuk membuat strategi pembelajaran di kelas.

Kampus Guru Cikal merespon Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) menyatakan Indonesia masih kekurangan jumlah pendidik hingga 1 juta guru.
Kampus Guru Cikal merespon Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) menyatakan Indonesia masih kekurangan jumlah pendidik hingga 1 juta guru. (Dok. Yayasan Cerita Guru Belajar)

“Tentu tidak bisa disamakan ya mengajar murid di abad ke-19 dengan sekarang. Oleh karena itu, kalau di Kampus Guru Cikal, kami menyelenggarakan program Ayo Jadi Guru," terang Pima.

Pada program ini pihaknya mengajak generasi muda, dengan latar pendidikan apa pun, yuk jadi guru dengan kompetensi abad ke-21.

Kita ciptakan pembelajaran yang merdeka di ruang-ruang kelas.

Namira Fauzia, salah seorang peserta Ayo Jadi Guru (AJG), mengungkapkan kekagumannya pada guru-guru pengisi Sesi Expert Talk di program AJG.

Melalui pengalaman yang dibagikan oleh para narasumber, dia yakin jika guru bisa pembelajaran yang bermakna tanpa harus menggunakan biaya yang besar.

“Yang paling menarik saat Sesi Expert Talk karena langsung diperlihatkan contoh konkret praktik baik. Melihat sesi belajar yang anak-anaknya aktif, memotivasi saya bahwa pembelajaran seperti itu sangat dapat direalisasikan,” kata Namira.

Terkait karier sebagai seorang guru, Namira tidak khawatir dengan stigma yang ada.

Lulusan S1 Sastra Arab yang saat ini sedang menempuh pendidikan S2 Ekonomi Syariah itu yakin, menjadi guru akan membuatnya bahagia.

“Saya bahagia kalau melakukan hal yang saya senangi dan bermanfaat untuk orang lain. Kalau jadi guru yang mengajarnya bisa memberi makna, pasti akan bahagia melihat output murid,” pungkasnya. (*)

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved