Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Liga 1

PSIS Semarang Rilis Jersey Baru Bertema Warak Ngendok yang Sarat Filosofi

Senin(6/2/2023), PSIS Semarang merilis jersey baru. Jersey PSIS bertema Warak Ngendok yang sarat sejarah dan filosofi.

Twitter PSIS Semarang
PSIS Semarang Rilis Jersey Ketiga Bertema Warak Ngendog 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Senin(6/2/2023), PSIS Semarang merilis jersey baru.

Jersey tersebut merupakan jersey ketiga musim ini.

Jersey PSIS bertema Warak Ngendog yang sarat filosofi.

Baca juga: Selain PSIS Vs Persebaya, Berikut Daftar Panjang Laga Putaran Kedua Liga 1 2022-2023 yang Ditunda

Jersey PSIS Semarang kali ini tampil lain dari pada yang lain.


Desainnya tampak casual tidak seperti jersey sepak bola lazimnya.


Di sisi lain ada unsur kearifan lokal atau local wisdom dalam desain jersey tersebut.

Mungkin saja desain jersey ketiga PSIS Semarang terinspirasi dari Warak Ngendog, salah satu simbol Kota Semarang.

Hal ini selaras dengan caption yang dituliskan oleh Riors selaku apparel PSIS Semarang.

"Semarang is ready with new colors."

"Victory In Diversity," tulis Riors di Instagram.

 
Caption yang memiliki makna kemenangan dalam keberagaman itu sangat cocok dengan filosofi Warak Ngendog.

Dikutip dari Kompas.com, warak Ngendog adalah makhluk rekaan yang wujudnya berupa gabungan dari tiga hewan.

Kepala Warak Ngendog seperti naga, tubuhnya seperti burak (kendaraan Nabi Muhammad ketika Isra), dan kakinya menyerupai kaki kambing.

Dalam kepercayaan masyarakat Semarang, tiga hewan tersebut merupakan representasi dari tiga etnis yang berbeda, yakni etnis Tionghoa (naga), Arab (burak), dan Jawa (kambing).

Wujud Warak Ngendog dipercaya menggambarkan keragaman dan kerukunan etnis yang ada di Semarang.

Berikut sejarah dan filosofi Warak Ngendog.

Ribuan warga masyarakat Kota Semarang tumpah ruah di Halaman Kantor Balaikota Semarang dan jalan Pemuda untuk menyaksikan prosesi pawai arak-arakan Dugderan. Acara pawai dugderan ini juga mendapat penganugrahan dari Lembaga Prestasi Indonesa Dunia (Leprid) karena membuat Patung Warak Ngendok Terbesar.
Ribuan warga masyarakat Kota Semarang tumpah ruah di Halaman Kantor Balaikota Semarang dan jalan Pemuda untuk menyaksikan prosesi pawai arak-arakan Dugderan. Acara pawai dugderan ini juga mendapat penganugrahan dari Lembaga Prestasi Indonesa Dunia (Leprid) karena membuat Patung Warak Ngendok Terbesar. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)


Sejarah Warak Ngendog

Sejarah munculnya Warak Ngendog dan siapa penciptanya tidak diketahui secara pasti.

Masyarakat Semarang umumnya meyakini bahwa Warak Ngendog sudah ada sejak awal mula pendirian Kota Semarang.

Ketika Ki Ageng Pandan Arang mendirikan Kota Semarang dan menjadi bupati pertamanya, makhluk rekaan ini diduga sudah hadir di tengah masyarakat.

Warak Ngendog bahkan menjadi salah satu media Ki Ageng Pandan Arang untuk menyebarkan agama Islam.

Sejak saat itu, Warak Ngendok menjadi bagian dari cerita mitologi masyarakat Semarang.

Istilah Warak Ngendog terdiri atas dua kata dalam bahasa Jawa, yakni warak yang artinya badak, dan ngendog yang berarti bertelur.

Dengan begitu, secara harfiah Warak Ngendog berarti badak yang bertelur.

Namun, pendapat lain meyakini bahwa kata warak berasal dari bahasa Arab yang artinya suci, dan ngendog merupakan bahasa Jawa yang artinya bertelur.

Suci berarti manusia harus menahan diri dari perbuatan tidak baik, sementara bertelur merupakan simbol dari pahala.

Gabungan dua kata tersebut kemudian diartikan siapa saja yang menahan diri dari perbuatan tidak baik nantinya akan mendapatkan pahala.

Ada pula yang memaknai Warak Ngendog sebagai ajakan untuk menjaga kesucian diri di bulan Ramadan agar mencapai kemenangan atau mendapat pahala.

Itulah mengapa, Warak Ngendog menjadi ikon khas Kota Semarang yang selalu tampil dalam acara Dugderan, yakni tradisi masyarakat Semarang untuk menyambut bulan Ramadan.

Kirab budaya Warak Ngendog menjadi satu dari tiga agenda utama tradisi Dugderan yang masih dilestarikan masyarakat Semarang hingga kini.

Dalam perayaan Dugderan, Warak Ngendog berukuran besar akan diarak keliling kota Semarang.

Selain itu, ada Warak Ngendog berukuran lebih kecil yang berupa mainan anak-anak.

Mainan khas ini banyak dijual di pasar Dugderan yang ada selama perayaan berlangsung.

Filosofi Warak Ngendog

Bagi masyarakat Semarang, Warak Ngendog tidak hanya sebatas hewan rekaan, tetapi menyimpan berbagai filosofi.

Wujud Warak Ngendog berupa patung hewan berkepala naga dengan leher yang panjang, tubuhnya seperti burak, dan empat kakinya seperti kaki kambing.

Perpaduan tiga hewan tersebut oleh masyarakat Semarang dianggap mempresentasikan tiga etnis warganya, yaitu etnis Jawa (kambing), Arab (burak), dan etnis Tionghoa (naga), yang hidup berdampingan dengan harmonis.

Warak Ngendog diselimuti bulu yang terbuat dari kertas warna-warni dengan sudut-sudut tubuh dan kepala yang lurus.

Ciri khas bentuk yang lurus menggambarkan citra warga Semarang yang terbuka, lurus, dan berbicara apa adanya alias tidak ada perbedaan antara ungkapan lisan dan hatinya.

Sedangkan empat kaki Warak Ngendog memiliki makna bahwa sebuah tubuh memerlukan empat pilar agar dapat menjalankan fungsinya dengan sempurna.

Empat pilar tersebut yaitu keagamaan, kemandirian, keterbukaan, dan kesejajaran, yang menggambarkan karakteristik masyarakat Semarang.

Referensi: Nurhajarini, Dwi Ratna, Indra Fibiona, dan Suwarno. (2019). Kota Pelabuhan Semarang dalam Kuasa Kolonial: Implikasi Sosial Budaya Kebijakan Maritim, Tahun 1800an-1940an. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya. (*)

Baca juga: Ada Hikmah di Balik Penundaan Laga PSIS Semarang Vs Persebaya Surabaya, Ini Kata M Ridwan

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved