Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

Ulah KKB Bakar Pesawat dan Sandera Pilot Buat Susi Air Rugi Besar

Penyanderaan warga Selandia Baru itu memberikan dampak besar terhadap maskapai Susi Air.

Kompas.com/Istimewa
Tampak foto Pilot Susi Air Kapten Philip Mark Merthens ada bersama Egianus Kogoya yang merupakan pimpinan tertinggi KKB di wilayah Nduga, Papua Pegunungan. (Fok Sebby Sambom) 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Sudah 23 hari pilot Susi Air, Philips Marthen, ditahan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.

Seperti diketahui, pesawat yang dikemudikannya mendarat dan dibakar di Bandara Paro, Kabupaten Nduga, Papua

Penyanderaan warga Selandia Baru itu memberikan dampak besar terhadap maskapai Susi Air.

Baca juga: KKB Egianus Kogoya Tinggalkan Sepucuk Surat di Lokasi Pembakaran Pesawat Susi Air

Bukan hanya kerugian materi, tetapi juga dari sisi kemanusiaan. 

Usai kabar penyanderaan Philips tersebar, tim gabungan dari TNI dan Polri terus melakukan pencarian guna mengetahui keberadaan dan kondisi Philips.

Meski sempat diakui Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, bukan pekerjaan mudah pula untuk menemukannya karena mereka selalu berpindah-pindah.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus pemilik Susi Air, Susi Pudjiastuti mengakui bahwa penyanderaan Philips memberikan dampak besar terhadap perusahaannya.

Founder Susi Air, Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers di SA Residence
Founder Susi Air, Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers di SA Residence, Jakarta Timur, Rabu (1/3/2023).

"Dari sisi bisnis, tentu ini sebuah kehilangan yang sangat besar.

Tapi lebih menurut saya adalah humanity, kemanusiaan.

Dan hak-hak masyarakat memenuhi kebutuhan pokoknya dan transportasi," ujar Susi dalam jumpa pers di SA Residence, Jakarta Timur, Rabu (1/3/2023).

Susi mengaku, cukup mengenal dekat Philips.

Sejak bergabung dengan Susi Air pada 2012 dan sebelum akhirnya mengundurkan diri (resign) pada 2015, Philips disebutnya merupakan salah satu pilot terbaik yang dimiliki perusahaannya.

Philips kemudian kembali bergabung ke Susi Air pada 2020 atau pada saat pandemi Covid-19 melanda Tanah Air. 

Kedekatannya dengan Philips tak sampai di sana.

Menurut Susi, Philips menikah dengan seorang wanita asal Pangandaran, Jawa Barat yang tak lain mantan karyawan di perusahaan perikanan miliknya. 

Oleh karenanya, Susi pun meragukan anggapan kabar yang menyebutkan bahwa Philips merupakan bagian dari KKB Papua.

"Itu sangat tidak benar, yang mengatakan Philips bersama dengan OPM atau apa, itu tidak," ucap Susi, melansir dari Antara.

 Pasca kejadian penyanderaan tersebut, diakui Susi, banyak pilot maskapainya yang kini khawatir untuk melayani penerbangan di wilayah pegunungan Papua.

"Jadi kami mohon maaf, saya sebagai pemilik dan perintis Susi Air, pada 2006 kami masuk Papua, sekarang ini ya tidak bisa melayani lagi.

Tentu banyak sebabnya, bukan cuma satu armada berkurang dengan dibakarnya pesawat kami.

Tahun lalu kami kehilangan satu, sekarang satu," kata Susi.

"Yang kedua juga confident di antara pilot-pilot kita tidak memungkinkan adanya penerbangan lagi di wilayah pegunungan," sambungnya.

Tak sampai di sana, menurutnya, tak sedikit pilot Susi Air yang akan keluar dari pekerjaan bila Philips tak kembali dengan selamat tanpa ada syarat apapun.

"Jadi resignation juga akan tinggi, bila penyelesaian Kapten Philips ini tidak bisa baik," ucap Susi.

Rugi miliaran dan minta tebusan


Kuasa hukum Susi Air Donal Fariz menyampaikan bahwa akibat pembakaran pesawat yang dilakukan KKB, perusahaan mengalami kerugian mencapai 2 juta dollar AS atau setara dengan Rp 30,4 miliar (kurs Rp 15.238).

Pesawat yang dibakar oleh KKB adalah Pilatus Porter PC-6 Turbo, besutan Pilatus Aircraft, yang kini sudah tidak diproduksi lagi.

"Nilai harga pesawat itu saja 2 juta dollar AS. Jadi harga pesawat itu 2 juta dollar AS, dan tidak ada lagi diproduksi baru sekarang, karena sudah close," ujar Donal.

Diakui dia, bukan persoalan mudah untuk menghitung kerugian akibat insiden pembakaran pesawat dan hilangnya pilot tersebut.

Namun, salah satu yang juga menjadi kerugian dalam peristiwa ini, disebutnya, yakni soal tertundanya jadwal penerbangan.

"Susah saya menghitung ya. Yang jelas satu frekuensi penerbangan itu, nilai subsidi pemerintah itu lebih kurang Rp 14 juta-an satu flight per jam," jelasnya.

Di sisi lain, KKB dikabarkan meminta syarat senjata dan amunisi sebagai bahan pertukaran dengan Philips.

Menanggapi hal itu, Donal menegaskan, mustahil Susi Air memenuhi permintaan tebusan itu.

"Kalau minta syaratnya senjata, tidak mungkin minta senjata, paling pistol air yang Susi Air punya.

Tidak punya kita senjata," ujar Donal.

Pun demikian bila KKB meminta tebusan berupa uang.

Pasalnya, saat ini Susi Air tengah mengalami kerugian besar setelah salah satu pesawatnya dibakar.

"Tidak mungkin minta uang ke Susi Air di tengah pesawatnya dibakar," imbuhnya. (*)

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penahanan Philips Marthen Beri Kerugian Besar Bagi Susi Air..."

Baca juga: Serangan KKB di Papua Tewaskan 1 Prajurit TNI dan Lukai 2 Lainnya

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved