Berita Jateng

Pengusaha Tambang di Jateng Mengeluh, Proses Perizinan Merasa Dipersulit

Tetapi pertambangan ilegal tidak ada yang berhenti, operasional tambang ilegal kembali dilakukan dan hanya berganti pelakunya saja. Yang jadi sorotan

Penulis: hermawan Endra | Editor: m nur huda
Istimewa
Ilustrasi Penambangan - Asosiasi Tambang Batuan Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Supriyanto mengungkapkan, problem mendasarnya adalah masalah perizinan yang dipersulit. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Operasi tangkap tangan pertambangan ilegal di Jawa Tengah sudah seringkali dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia dari mulai Polda Jateng dan Polres semua sudah pernah melakukan, bahkan diproses hukum hingga pengadilan. 

Tetapi pertambangan ilegal tidak ada yang berhenti, operasional tambang ilegal kembali dilakukan dan hanya berganti pelakunya saja. Yang jadi sorotan justeru hanya masalah bekingan, tidak menyelesaikan sumber masalah utamanya. 

Ketua Badan Pengurus Wilayah, Asosiasi Tambang Batuan Indonesia (ATBI) Provinsi Jawa Tengah, Supriyanto mengungkapkan, problem mendasarnya adalah masalah perizinan yang dipersulit. Tidak ada keberanian dari pejabat daerah untuk membuat diskresi untuk menyelesaikan permasalahan tambang seara komprehensif. 

“Padahal ini hanya masalah tambang Golongan C dan pelakunya juga UMKM sifatnya padat karya melibatkan warga masyarakat sekitar. Bukan seperti tambang batubara nikel emas migas yang dampak lingkungannya besar pelakunya pengusaha nasional bahkan asing dan padat modal sifatnya tidak banyak melibatkan warga lokal,” ujarnya. 

Ia menambahkan, di Jawa Tengah ini hanya masalah tambang pasir batu saja terutama di kawasan Gunung Merapi tapi masalahnya tidak kunjung selesai, bahkan jadi isu nasional. 

“Sebenarnya ini sangat memprihatinkan. Bayangkan misalnya di Jateng ada tambang batubara dan nikel seperti di provinsi lain akan lebih pusing lagi,” imbuhnya. 

Menurutnya, pembahasan masalah tambang selama ini hanya melibatkan internal pemerintahan saja, antar instansi birokrasi dan aparat penegak hukum.

Pihaknya dari pelaku usaha tambang selama ini tidak diberikan kesempatan untuk dialog dan menyampaikan aspirasi, soal hambatan-hambatan perizinan juga tidak ada sinkronisasinya regulasi dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten.

Hal tersebut yang membuat para pemilik IUP Pasir Batu dan Tanah Urug membentuk Asosiasi Pertambangan Batuan Indonesia (ATBI) Wilayah Jawa Tengah, induknya ada di Jakarta. 

Pihaknya saat ini tengah mendata Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan pemerintah pusat untuk disampaikan kepada Menteri Koordinator Investasi dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam).

Ia meminta adanya kepastian hukum dan melindungi investasi atas penyelesaian perizinan tambang batuan dari kementerian yang belum selesai. 

“Seharusnya dengan Perpres Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Kewenangan Perizinan dari Kementerian kepada Gubernur jadi lebih mudah dan cepat, tetapi di Jawa Tengah justru sebaliknya, banyak peraturan yang saling berbenturan, sehingga perlu adanya kebijakan dari pemerintah pusat,” imbuhnya.

Supriyanto menambahkan, proses Operasi Produksi (OP) terhadap Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sudah diterbitkan oleh Pemerintah Pusat di Kawasan Merapi banyak IUP yang tidak dapat diimplementasikan.

Padahal IUP yang diterbitkan Pemerintah Pusat adalah sah dan legal dan harus dihormati oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten karena sesuai dengan UU No 3 tahun 2020 tentang Minerba dan UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved