Fokus
Fokus: Serakah, Sistem Dibuat untuk Dilanggar
Kemenkeu memecat Rafael Alun Trisambodo setelah audit internal menemukan bahwa ia menyembunyikan harta dan tidak patuh membayar pajak. Audit investig
Penulis: m nur huda | Editor: m nur huda
Tajuk Ditulis Oleh Jurnalis Tribun Jateng, M Nur Huda
TRIBUNJATENG.COM - Berawal dari tindakan penganiayaan Mario Dandy Satrio terhadap seorang remaja bernama Cristalino David Ozora (17) berimbas pada pengungkapan sebuah kejahatan sistemik melibatkan ayah Mario yakni Rafael Alun Trisambodo yang sebelum dipecat menjabat sebagai Kepala Bagian Umum di Kanwil DJP Jakarta II.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memecat Rafael Alun Trisambodo setelah audit internal menemukan bahwa ia menyembunyikan harta dan tidak patuh membayar pajak. Audit investigasi oleh Itjen Kemenkeu menyimpulkan bahwa Rafael terbukti melakukan pelanggaran disiplin berat.
Perkara itu ternyata membuka pintu labirin kejahatan yang selama ini selalu tertelan bumi. Terbaru, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan, ada pergerakan uang mencurigakan sekitar Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu melibatkan lebih dari 460 pegawai. Pergerakan uang tersebut sebagian besar di Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pergerakan uang mencurigakan itu, telah dilaporkan sejak 2009 hingga sekarang yang jumlahnya mencapai 160 laporan lebih. Namun, banyak laporan tidak diproses oleh penegak hukum. Terkadang, laporan itu baru diproses setelah menjadi kasus.
Modus kejahatan yang dilakukan oleh pejabat di lembaga yang juga menciptakan sistem, pelaksana sistem, sekaligus pengawas sistemnya sendiri sudah tak terhitung jumlahnya di republik ini. Sudah sering kita mendengar, banyak kasus serupa yang dilakukan oleh pejabat di institusi lain yang memiliki kewenangan serupa.
Mulai dari kasus korupsi berjamaah oleh pejabat di lembaga negara, terakhir adalah di lingkungan aparat penegak hukum yaitu kasus skenario pembunuhan Brigadir Yosua yang dilakukan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo hingga melibatkan banyak perwira tinggi di institusi tersebut.
Begitupula kasus yang melibatkan mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa dalam peredaran narkoba jenis sabu. Ia memerintahkan anggotanya mengganti sabu yang merupakan barang bukti pengungkapan kasus di Bukittinggi dengan tawas.
Petugas atau pejabat yang membuat sistem memang memiliki peluang besar melakukan kejahatan, melakukan pelanggaran hukum, serta mencari celah atas sistem yang telah dibuatnya sendiri.
Mereka yang membuat aturan, mereka yang melaksanakan dan mereka pula yang melanggarnya. Ketika pelanggaran itu terungkap ke publik, mereka juga pintar beralibi mencari pembenaran yang logis. Sebab merekalah pembuat sistemnya sehingga tahu di mana celahnya. Terkadang dalam candaan menyebut, “sistem kan dibuat untuk dilanggar”.
Contoh sederhananya, seorang pandai besi pembuat pedang tahu bagaimana caranya membuat pedang yang berkualitas. Tapi, sang pandai besi pasti juga tahu kelemahan dan sejauh mana tingkat ketajaman dan kekerasan pedang tersebut ketika diadu dengan pedang dengan bahan dan kualitas tertentu lainnya.
Kata kunci dari semua perilaku kejahatan dan pecundang sistem itu adalah keserakahan. Ketika ia sudah mendapatkan hasil yang lebih, ia merasa kurang dan berupaya mengeruk hasil lebih besar lagi dengan mengakali sistem yang ia buat sendiri. Ia lupa bahwa masih banyak orang di luar sana yang memegang teguh sistem, merawat idealisme bahkan menjadikan sistem itu sebagai jembatan menuju surga.
Mengutip pernyataan seorang teman, bahwa bangunan yang telah kokoh, tatanan yang telah rapih, barisan yang telah rapat, dapat hancur dan perlahan runtuh karena keserakahan.(*tribun jateng cetak)