Berita Regional

Bocah 8 Tahun Diculik dan Dibunuh, Organ Dalamnya Hilang, Keluarga Merasa Motif Pelaku Janggal

AC (17), pelaku pembunuhan, mengaku melakukan perbuatannya karena uang dan terinspirasi dari kasus penculikan.

KOMPAS.COM/HERU DAHNUR
Tim SAR saat menyisir perkebunan sawit Leidong Wess, Bangka Barat, tempat diduga Hafiza (8) hilang, Senin (6/3/2023). 

TRIBUNJATENG.COM - Misteri masih menyelimuti kasus pembunuhan bocah delapan tahun berinisial H di kebun sawit Bukit Intan, Simpang Teritip, Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung.

AC (17), pelaku pembunuhan, mengaku melakukan perbuatannya karena uang dan terinspirasi dari kasus penculikan.

Menurut Kepala Polda Kepulauan Bangka Belitung Irjen Yan Sultra, pembunuhan yang dilakukan oleh AC berawal dari niat pelaku menculik dan meminta tebusan kepada orangtua korban.

Baca juga: Bocah 8 Tahun Diculik dan Dibunuh secara Sadis oleh Remaja 17 Tahun di Kebun Sawit

"Keluarga korban dikenali dan dianggap mampu," ujar Yan, saat gelar kasus di Mapolda Bangka Belitung, Kamis (16/3/2023).

Namun, bukannya membiarkan korban hidup, pelaku justru membunuh korban dengan cara mengikat tangannya dan memukuli korban dengan kayu hingga tewas.

Jasad Hafiza (8) saat dievakuasi tim SAR dari perkebunan sawit, Kecamatan Kelapa, Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (9/3/2023).
Jasad Hafiza (8) saat dievakuasi tim SAR dari perkebunan sawit, Kecamatan Kelapa, Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (9/3/2023). (KOMPAS.COM/HERU DAHNUR)

Aksi sadis juga dilakukan AC untuk memastikan korban tewas yaitu membunuh menggunakan pisau kater.

Dari hasil visum luar, Tim Inafis menemukan bekas luka akibat senjata tajam, sementara itu sebagian organ dalam korban tidak ditemukan.

Keluarga korban merasa janggal

Ayah korban Edi Purwanto (39) mengaku merasakan adanya kejanggalan atas motif pembunuhan bocah 8 tahun di Bangka Belitung yang disampaikan pelaku.

Menurut Edi, motif pelaku tidak dapat diterima karena keluarga pelaku justru lebih mapan lantaran memiliki kebun sawit yang luas.

"Dalam segi ekonomi itu memang lebih mampu keluarga si pelaku, karena punya kebun sawit itu pun udah berhektare-hektare," katanya.

 "Sedangkan kami satu hektare pun belum ada, itu secara mudahnya, secara ilmiah dan secara kasat mata," tambah Edi dilansir dari Bangkapos.com, Minggu (19/3/2023).

Edi juga sangat kesal dengan tingkah pelaku yang seharusnya membiarkan anaknya hidup dan dalam kondisi baik jika memang menginginkan uang.

"Jengkelnya di situ, seandainya kalau dia hanya menginginkan uang, harusnya anak ini tidak dieksekusi dulu.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved