Wisata Religi
Menyerap Hikmah Sejarah Hidup Syekh Ahmad Mutamakkin di Museum Kajen Pati
Syekh Ahmad Mutamakkin lahir di Tuban, Jawa Timur, pada 1645 dari kalangan ningrat. Secara silsilah, ia masih keturunan Sultan Hadiwijaya alias Jaka T
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, PATI – Syekh Ahmad Mutamakkin lahir di Tuban, Jawa Timur, pada 1645 dari kalangan ningrat. Secara silsilah, ia masih keturunan Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir.
Dari ayah R. Sumohadinegoro dan ibu Putri Raden Tanu Tuban, Syekh Ahmad Mutamakkin lahir dengan nama kecil Raden Sumohadiwijaya/Hadikusuma.
Saat menjelang dewasa, ia melanjutkan rihlah (perjalanan) mencari ilmu sampai ke Timur Tengah. Di sana ia berguru dengan Syekh Zein dari Yaman. Saat itulah ia mendapatkan gelar Al-Mutamakkin yang berarti “yang meneguhkan hati”.
Saat perjalanan pulang dari Timur Tengah, ia diantar oleh jin. Namun dalam perjalanan pulang ia dilempar di tengah samudra. Di sana ada seekor ikan mladang (lemadang) yang menolongnya dan membawanya ke tepi pantai daerah Cebolek.
Suatu malam selepas isya, Syekh Ahmad Mutamakkin melihat seberkas cahaya terpancar dari arah barat daya.
Cahaya tersebut menjulang dari bumi ke langit. Syekh Mutamakkin lalu menuju sumber cahaya. Di sana ia bertemu satu-satunya orang yang sudah haji di daerah itu (bahasa Jawa: Kaji Ijen. Asal-usul nama Desa Kajen Pati), yakni Mbah Syamsuddin alias Suryoalam. Sang Kaji Ijen merupakan pemangku daerah itu.
Singkat cerita, Syekh Mutamakkin lalu dinikahkan dengan putri Mbah Syamsuddin, Nyai Sholihah, dan diberi amanah untuk melanjutkan estafet perjuangan berdakwah.
Syekh Mutamakkin lalu mendirikan Masjid Jami’ Kajen pada 1695 sebagai tempat berdakwah sekaligus mengajarkan ilmu pada murid-muridnya.
Perlahan tapi pasti, murid Syekh Mutamakkin terus bertambah. Islam pun mengakar kuat di Desa Kajen. Masjid Jami’ Kajen menjadi artefak, saksi bisu perjuangan dakwah sang syekh di Kawasan Kajen.
Masjid ini memiliki banyak simbol dan ornamen sarat makna. Di antaranya ornamen kuntul nucuk mbulan. Sebuah ornament ukiran di lengkungan belakang mimbar bergambar sepasang burung bangau biru-kehijauan yang tengah mematuk bulan sabit keemasan.
Ornamen tersebut bermakna doa dari Syekh Mutamakkin pada para penerusnya agar mampu meraih cita-cita hidup yang mulia, ditinggikan derajatnya, serta teguh dan tabah di jalan keilmuan sehingga mencapai tingkatan insan kamil.
Biografi singkat sang waliyullah itu terpampang dalam infografis berukuran besar di diding sebelah barat Museum Kajen “Mbah Ahmad Mutamakkin”.
Museum yang baru didirikan pada 2022 ini berada di lantai dua Gedung Islamic Centre Kajen (ICK), kompleks Masjid Jami’ Kajen, Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati.
Museum ini menyimpan artefak dan manuskrip yang merekam jejak perkembangan dakwah Islam oleh Syekh Mutamakkin.