Berita Nasional

Jejak Kontroversi UU Cipta Kerja yang Telah Disahkan DPR

Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) menjadi undang-undang (UU) diwarnai p

Editor: m nur huda
TRIBUN JATENG/BRAM KUSUMA
Info Grafis Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani tetap mengetuk palu tanda disahkannya perppu itu menjadi UU.  

TRIBUNJATENG.COM - Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) menjadi undang-undang (UU) diwarnai penolakan.

Meski demikian, pada akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tetap mengetuk palu tanda disahkannya perppu itu menjadi UU. 

Perjalanan UU Cipta Kerja memang tak pernah mulus. Sejak awal, UU ini menuai banyak penolakan, meski pada akhirnya tetap disahkan. Dalam perjalanannya, UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun, merespons putusan tersebut, pemerintah justru menerbitkan perppu yang pada akhirnya disahkan menjadi UU. 

Berikut jejak kontroversi UU Cipta Kerja sejak awal dirumuskan hingga kini perppu disahkan. 

Baca juga: Pimpin Paripurna DPR, Puan Maharani Sahkan Perppu Cipta Kerja Jadi UU

Dikebut 

Gagasan tentang omnibus law Cipta Kerja pertama kali diungkap Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya sebagai presiden RI periode kedua, 20 Oktober 2019.

Saat itu, presiden bilang, omnibus law diperlukan untuk mengatasi tumpang tindih regulasi di Tanah Air, terutama yang berkaitan dengan investasi dan lapangan kerja. Tak lama setelah itu, Jokowi memerintahkan jajarannya menyusun draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. 

Kilat, draf RUU tersebut dinyatakan rampung oleh pemerintah pada 12 Februari 2020. Setelahnya, bola bergulir di DPR. RUU Cipta Kerja mulai dibahas oleh legislator pada 2 April 2020. 

Kala itu, rancangan aturan ini menuai penolakan dari berbagai kalangan, khususnya kaum buruh. 
Aksi unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja digelar di banyak tempat lantaran aturan ini dikhawatirkan merugikan hak-hak kaum pekerja dan hanya menguntungkan pengusaha.

Merespons penolakan itu, 24 April 2020, Jokowi sempat mengumumkan penundaan pembahasan RUU Cipta Kerja khusus klaster ketenagakerjaan.

Namun, penundaan tersebut hanya berlangsung lima bulan saja lantaran pada 25 September 2020 DPR dan pemerintah kembali membahas RUU tersebut, termasuk aturan klaster ketenagakerjaan. 

Disahkan 

Pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR pun terus dikebut. Untuk meloloskan aturan tersebut menjadi UU, anggota dewan sampai rela menggelar rapat maraton. Dalam tujuh bulan saja, setidaknya diselenggarakan rapat sebanyak 64 kali, termasuk pada dini hari, akhir pekan, hingga saat reses. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved