Guru Berkarya

Pendidikan Agama Islam yang Bermakna

Indonesia sendiri, kini lebih banyak mengembangkan teori konstruktivisme, dibanding dengan teori belajar lainnya.

Editor: galih permadi
Istimewa
Dulkolik, S.Ag. (Guru SMP N 2 Tegalrejo Kabupaten Magelang) 

Pendidikan Agama Islam yang Bermakna

Dulkolik, S.Ag.

(Guru SMP N 2 Tegalrejo Kabupaten Magelang)

Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan intern dan antar umat beragama. Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Materi pelajaran ini memiliki fungsi dan tujuan yang amat mulia, mencakup keyakinan, tradisi peribadatan, budaya sosial, dan bahkan pengembangan pola hubungan berbangsa dan bernegara bagi Indonesia yang majemuk.

Pembelajaran PAI di sekolah menuntut sebuah model pembelajaran yang harus menyentuh aspek-aspek potensi berpikir, kejiwaan, tindakan, dan bahkan pola hubungan sosial kemasyarakatan dalam sebuah komunitas besar sebagai sebuah bangsa. Ia menuntut keseriusan para guru untuk merancang pembelajaran yang dapat secara komprehensif membina dan mengembangkan seluruh aspek kemanusiaan murid-muridnya. Dengan begitu, para murid bisa menjadi insan kamil yang dapat melaksanakan agama dalam seluruh aspek kehidupan manusia, sehingga benar-benar mewujud dalam seluruh aspek kehidupan manusia, dan masyarakat muslim akan menjadi komunitas umat manusia yang paling ideal di muka bumi ini.

Sejarah panjang perubahan dan reformasi pembelajaran dalam PAI di sekolah telah menghasilkan model yang paling terkini di Indonesia, yaitu pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Sebuah model pembelajaran untuk ilmu-ilmu sosial, yang juga diterapkan pada pembelajaran sains, ilmu-ilmu humaniora, dan ilmu-ilmu keagamaan. Pembelajaran bermakna merupakan jalan tengah model konstruktivisme yang keluar dari pembelajaran transformatif dan mengunggulkan model kolaboratif serta pembelajaran koperatif, kendati butuh terlalu banyak waktu, karena sangat memperkuat proses pembelajaran. Atas dasar itu, maka pembelajaran bermakna juga menyederhanakan proses belajar yang terlalu menyita waktu siswa.

Ada tiga manfaat positif dalam dari belajar bermakna. Ketiganya yaitu, pertama, informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat; kedua, informasi yang terbangun berakibatkan peningkatan bangunan-bangunan ilmu baru yang akan memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi belajar yang mirip; dan, ketiga, informasi yang dilupakan sesudah terbangun struktur pengetahuan baru akan mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terlupakan. Teori belajar bermakna ini sebenarnya terlahir bersamaan dengan berkembangnya teori konstruktivisme meski kemudian tidak terlalu populer dibandingkan dengan teori Piaget dan Vigostky (Dede Rosyada, 2016). Indonesia sendiri, kini lebih banyak mengembangkan teori konstruktivisme, dibanding dengan teori belajar lainnya.

Untuk pengembangan pembelajaran bermakna, setidaknya ada dua prasyarat yang harus dipenuhi.Pertama, materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial. Kebermaknaannya sangat bergantung pada dua faktor. Salah satunya, materi harus memiliki kebermaknaan logis, yaitu materi yang akan dipelajari para siswa harus memiliki keterkaitan logis, dan disajikan secara substantif, bukan ilustratif, sehingga bisa dijelaskan dalam berbagai ilustrasi tanpa mengubah artinya. Faktor lainya, gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. Dalam hal ini harus diperhatikan pengalaman anak-anak, tingkat perkembangan intelektual mereka, intelegensi dan usia. Kedua, Siswa yang akan belajar harus siap untuk melakukan pembelajaran bermakna. Siswa harus siap untuk mengkoneksikan materi pelajaran ke dalam struktur kognitifnya, dan dalam struktur kognitif siswa harus terdapat unsur-unsur yang cocok untuk menghubungkan materi baru secara non-arbitrar dan substantif. Jika salah satu komponen tidak ada, maka pembelajaran akan kembali pada hafalan. (*)

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved